3

283 46 4
                                    

Lingling tidak tidur malam itu. Perasaan hangat dari sentuhan Orm masih membekas, tetapi begitu pula rasa bersalah yang semakin dalam. Pikirannya bertabrakan dengan hasrat untuk melindungi Orm dan keinginan untuk melarikan diri dari dirinya sendiri.

Keesokan harinya, Lingling memutuskan satu hal. Jika Orm benar-benar ingin tetap bersamanya, dia harus tau kebenarannya. Tidak ada hubungan yang bisa dibangun atas kebohongan.

Orm setuju untuk bertemu lagi di kafe biasa mereka malam itu. Lingling datang lebih awal, menatap jendela kaca sambil menggenggam cangkir kopinya. Ketika Orm tiba, membawa energi yang cerah seperti biasa, Lingling merasa semakin sulit untuk mengatakan apa yang sudah direncanakannya.

"Ada apa?" tanya Orm, duduk di hadapannya.

Lingling terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Aku ingin kamu tau siapa aku sebenarnya."

Orm menatapnya dengan penuh perhatian, tanpa sedikitpun rasa khawatir. Lingling melanjutkan dengan suara gemetar, mengungkapkan sebagian dari dirinya. Tentang masa lalunya yang kelam, tentang bagaimana dia mendapatkan korban, dan tentang bagaimana dia awalnya mendekati Orm dengan niat buruk.

Ruangan terasa sunyi. Orm tidak bereaksi seperti yang Lingling bayangkan. Tidak ada kemarahan, tidak ada ketakutan. Dia hanya menatap Lingling, dengan tatapan yang lembut.

"Aku tau ada sesuatu yang berbeda tentang mu sejak awal," kata Orm akhirnya. "Dan meskipun sulit untuk memahami apa yang kamu katakan, aku percaya kamu tidak akan menyakitiku."

"Kamu tidak takut?" Lingling bertanya, suaranya nyaris tak terdengar.

Orm tersenyum kecil. "Kita semua punya sisi gelap, Ling. Aku hanya ingin tau apakah kamu ingin berubah atau terus hidup dalam bayangan itu."

Kata-kata Orm menghantam Lingling seperti pukulan telak. Untuk pertama kalinya, dia merasakan sesuatu yang belum pernah dia izinkan, harapan.










*****











Hari-hari berikutnya adalah masa sulit bagi Lingling. Menghadapi Orm setelah pengakuannya seperti berdiri di tepi jurang, menanti waktu jatuh. Namun, Orm terus ada disisinya, mencoba mengulurkan tangan ke dalam kegelapan yang menyelimutinya.

"Kamu tidak perlu menjadi orang lain untukku," Kata Orm suatu hari ketika mereka berjalan di taman. "Aku hanya ingin kamu mencoba untuk tidak lari dari dirimu sendiri."

Tapi tidak semua terasa mudah. Lingling mulai mengalami mimpi buruk yang semakin sering, dimana wajah Orm menggantikan wajah korbannya. Dia bangun di malam hari dengan keringat dingin, takut akan kemungkinannya kehilangan kontrol.

Sementara itu, Orm memperkenalkan Lingling pada dunianya yang penuh warna. Mereka mengunjungi studio seni, berbicara tentang kehidupan, dan bahkan berbagi tawa kecil yang terasa asing bagi Lingling. Untuk pertama kalinya, Lingling merasa ada sesuatu yang layak diperjuangkan.

Namun, bayangan masa lalunya tidak menyerah begitu saja. Lingling mulai merasa diikuti. Dia tau ada kemungkinan seseorang dari jaringan gelap yang dulu dia tinggali mengetahui keberadaannya.

Suatu malam, saat mereka pulang dari studio seni, Lingling menyadari seorang pria mencurigakan berdiri di sudut jalan, matanya memperhatikan mereka. Lingling segera menarik Orm lebih dekat, berjaga-jaga.

"Ada apa?" tanya Orm, bingung.

Lingling tidak menjawab, hanya memegang tangannya lebih erat. Dia tau, jika dia ingin menyelamatkan Orm, dia harus menghadapi masa lalunya sekali lagi–dan kali ini, tidak akan ada jalan untuk mundur.

Dalam beberapa hari berikutnya, Lingling memfokuskan seluruh pikirannya untuk merancang strategi langkah berikutnya. Dia yakin pria itu adalah pesan peringatan dari seseorang yang dulu bekerja bersamanya. Mungkin mereka tau dia telah "menghentikan permainan," dan mereka tidak suka hal itu.

Lingling akhirnya memutuskan untuk berbicara jujur kepada Orm tentang bahaya yang mungkin mengancam mereka. Malam itu, di apartemen Orm, Lingling menceritakan semuanya.

"Mereka mungkin datang mencariku, dan aku tidak bisa membiarkan mu terlibat," kata Lingling dengan nada tegas.

Orm menggenggam tangan Ling dan menatap lembut mata Ling.

"Aku tidak peduli," jawab Orm tanpa ragu. "Selagi kita bersama, aku siap menghadapi apapun, Ling."

Kata-kata itu membuat hati Lingling terasa berat sekaligus ringan. Dia tau dia tidak bisa terus menyeret Orm ke dalam kehidupannya yang penuh risiko, tetapi Orm terlalu keras kepala untuk mundur.









*****












Dan malam itu, ancaman yang ditakutkan Lingling menjadi kenyataan. Seorang pria memaksa masuk ke apartemen Orm. Untung nya Lingling selalu membawa pisau di saku, jadi ia segera bertindak. Orm disuruh Lingling berlindung di balik sofa. Perkelahian sengit terjadi di ruang tamu kecil itu, Lingling berusaha melindungi Orm sekuat tenaga.

Ketika semuanya berakhir, pria itu tergeletak tak berdaya di lantai, sementara Lingling berdiri dengan napas tersengal-sengal, sementara darah menetes dari tangannya. Orm langsung berlari mendekat ke arah Lingling, wajahnya pucat ketakutan dan terlihat sangat khawatir. Namun matanya berbinar, Orm sangat kagum dengan Ling.

"Terimakasih telah melindungi ku, Ling." ujar Orm

Lingling menatapnya, merasa untuk pertama kalinya tindakannya itu bukan hanya soal bertahan hidup–tapi soal cinta yang tulus.












Bersambung...

Bayang-Bayang Dibalik CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang