"Mas, aku sudah buatkan teh hangat dan sarapan di meja makan," kata seorang perempuan muda di hadapan lelaki yang sibuk mengenakan jas kerjanya.
Laki-laki dengan raut wajah datar itu diam saja, ia berjalan membuka lemari pakaiannya dan mencari sesuatu. Padahal di atas ranjang sudah ada dasi yang ia siapkan. Bahkan pakaian pun masih utuh di tempatnya.
Sahira, ia menghela napas penuh kesabaran. Berjalan pelan dan kembali mendekati lelaki jangkung itu. "Kemari Mas, biar aku bantu."
Tanpa menunggu persetujuan, Sahira mengambil dasi yang dipegang sang lelaki dan mulai memasang di kerah bajunya.
"Kemarin Mas tidak memakan sarapan yang aku buat? Kemarin lagi begitu, kemarin lagi pun begitu. Apa masakanku tidak enak, Mas?" tanya Sahira dengan tatapan sendunya.
"Mas, ke---"
"Berhenti panggil saya Mas! Panggil saya Tuan, mengerti?" Tanpa belas kasih, lelaki itu menyingkirkan tangan Sahira dan memasang dasi kerjanya sendiri. Ia terlihat begitu tergesa-gesa seolah tidak ada hari esok.
Mengambil tas di atas meja dan pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun.
Sahira menunduk lesu, ia kembali menghela napas untuk yang kesekian kalinya. Entah doa mana yang membawa Sahira hingga di titik ini. Titik di mana ia menjadi istri dari seorang yang begitu kaku dan dingin itu.
Ya, laki-laki yang tidak pernah menganggapnya ada di rumah ini adalah suaminya, Keniro Astara Dewangga. Semua orang mungkin menganggapnya laki-laki idaman dan berbondong-bondong ingin menjadi istrinya. Namun, berbeda dengan Sahira. Nyatanya menjadi istri tuan muda Keniro tidak sebahagia itu. Di mana setiap hari ia harus meyakinkan diri untuk tetap di sini. Bertahan apa pun yang terjadi karena tidak ingin membuat orang tua mereka kecewa. Karena ia yakin, cepat atau lambat, cahaya terang pasti akan menghiasi pernikahan mereka.
Dari atas sini, suara deru mobil terdengar. Sahira berjalan mendekati jendela kamar dan melihat ke bawah di mana mobil suaminya baru saja keluar dari pekarangan rumah mewah ini.
Tersenyum kecut, "Masakanku tidak dimakan lagi, ya?" Sekali lagi Sahira menghela napas. "Aku harus bersabar kan, Bu?"
Baru satu bulan usia pernikahan mereka. Keniro dan Sahira. Dua insan yang menikah melalui perkenalan singkat dari keluarga mereka.
Sahira Maheswari hanyalah gadis biasa dari desa, di mana ke dua orang tuanya bekerja sebagai petani. Katanya, dulu orang tua Sahira dan Keniro berteman baik, karena itu ayah Keniro mengenalkan Keniro kepada Sahira untuk hubungan yang lebih dekat. Dari awal Keniro tidak menolak, tidak juga menunjukkan ketertarikan yang jelas. Ia hanya selalu setuju setiap keputusan yang dibuat ayahnya.
Sahira pun begitu, orang tuanya begitu menginginkan pernikahan ini dan ingin anaknya hidup lebih sejahtera.
Dari kecil, Sahira adalah anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Baru kali ini ke dua orang tuanya meminta suatu hal padanya, apa lagi dengan wajah bahagia seperti itu, ia tidak bisa mengatakan tidak. Sampai akhirnya pernikahan itu pun terjadi.
Tepat seminggu yang lalu. Pernikahan sederhana yang hanya dihadiri oleh keluarga dan rekan terdekat saja. Semua itu atas keinginan Keniro yang tidak ingin membuat acara pernikahan besar-besaran karena ia tidak menyukai keramaian. Bagi Sahira pun itu tidak masalah, ia bahagia pun ketika melihat Keniro tersenyum di acara pernikahan.
Sahira pikir kehidupan pernikahannya akan berjalan bahagia seperti senyuman Keniro hari itu, nyatanya semua itu hanyalah angan-angannya.
Keniro Astara Dewangga berbeda seratus delapan puluh derajat sekarang dan Sahira bertekad untuk meluluhkan hatinya.
Biar bagaimana pun, Keniro adalah suaminya. Bapak dan Ibu di desa sudah mewanti-wanti untuk selalu melayani dan mencintai suaminya sebagaimana tugas seorang istri.
Sahira mengangguk dan mengepalkan tangannya penuh semangat. "Aku ndak akan menyerah, Mas!"
°°° k e n i r o °°°
"Cie yang udah malam pertama," ledek seorang lelaki yang tanpa sopan santun duduk di atas meja Keniro.
"Gimana, Ken? Enak kan goyangan Mbak Sahira?" Detik berikutnya, mata lelaki itu langsung terpejam karena dilempar sebuah pulpen dari Keniro.
"Jaga ucapan kamu, Rey!" kesal Keniro.
"Aduh, sakit nih mata gue!" Reynand, ia turun dari meja Keniro sambil mengusap matanya, detik berikutnya ia kembali tersenyum meledek. "Berapa ronde samalam?"
Reynand mendekat, mengusap-usap bahu Keniro yang kokoh, "Badan sekokoh ini ya kali nggak kuat sampe lima ronde, atau tujuh, atau sepuluh?"
Keniro menghela napas berat, tidak di rumah, tidak di kantor. Semuanya sama-sama berisik. "Rey, diam atau saya pecat!" katanya semakin kesal.
"Ih, serem." Reynand menutup mulutnya seolah terkejut. Namun, tidak berhenti untuk meledek sahabatnya yang sekaligus menjabat sebagai CEO ini.
"Oh no, jangan bilang lo bahkan belum sentuh Sahira? Jangan-jangan lo, lo nggak ga---"
"Reynand, saya bilang diam atau saya pecat!"
Seketika reynand kicep mendengar suara Keniro yang begitu tegas. Ia langsung dengan posisi siap dan menyerahkan berkas yang sudah ia kerjakan sebelumnya. Dari pada dipecat dan menjadi pengangguran. Bisa-bisa semua pacarnya kabur. Itu lebih buruk.
"Baik Mr. Keniro, ini adalah jadwal kita hari ini. Perusahaan ...." Reynand menjelaskan jadwal mereka hari ini yang begitu padat. Bahkan sampai matahari tenggelam pun mereka baru menyelesaikan meeting di sebuah hotel bintang lima.
Tepat pukul delapan malam mereka selesai. Pekerjaan berjalan lancar seperti biasanya, karena apa yang dilakukan Keniro tidak mungkin gagal. Karena itu banyak perusahaan yang ingin bekerja sama dengannya.
"Halo, Sayang, iya ini aku baru pulang kerja. Iya nanti aku ke sana ya."
"Hei, Baby, i miss you. Tas yang aku kirim udah sampai?"
"Cup cup cup, Bubub jangan nangis dong. Nanti cantiknya ilang. Aku TF satu juta ya buat Bubub jajan."
Begitulah kehidupan seorang Reynand Najendra sehari-hari, semasa sekolah ia memang dicap playboy. Pacarnya di mana-mana dan tidak pernah sehari pun ia jomblo. Berbanding terbalik dengan Keniro yang tidak mempunyai jejak wanita sekalipun di hidupnya.
"Gue mau ke klub. Sayangku ngajak ke sana, lo ikut nggak?" ajak Reynand.
Keniro diam saja, hal itu Reynand anggap jika Keniro tidak mau. Namun, baru beberapa langkah, Keniro menjawab ajakannya.
"Rey, gue ikut," jawabnya dengan suara ragu.
Reynand yang mendengar itu terkejut. Keniro bukan orang yang mau diajak ke klub malam, tapi kali ini ia mau. Itu adalah sebuah kelangkaan. Dengan senang hati Reynand merangkul Keniro dan pergi ke klub bersama.
Keniro tidak berpikir panjang, ia hanya tidak ingin pulang ke rumah dan bertemu istrinya. Keniro hanya berharap setelah ia pulang nanti, istrinya sudah tidur agar ia tidak perlu mendengar suaranya yang berisik itu.
Namun, siapa yang menduga jika pukul dua belas malam di saat Keniro baru pulang dari klub, ia disambut istrinya di depan pintu masuk rumah dengan keadaan Keniro yang acak-acakan dan bibir merah seperti goresan sebuah lipstik.
"Mas, habis dari mana?"
TBC ....
Cerita baru wkwkwk
Maaf cerita lama aku belum punya wangsit untuk melanjutkannya. Kali ini karena aku lagi libur kerja.
Cerita ini cukup ringan. Tenang aja. Gak banyak konfik. Bener, soalnya rl ku udah kebanyak konflik jadi di sini yang ringan aja. Slice of life gitu deh, intinya tentang kehidupan pernikahan Keniro sama Sahira. Couple kita yang baru muehehhe
Tinggalin komentar sama vote ya! Mau tes ombak. Tapi bakal aku update terus. Semoga saja.
18 November 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Living With Mr. Ken
Teen Fiction"Berhenti panggil saya, Mas! Panggil saya tuan, mengerti?" "Tapi, Mas. Mas kan suami aku dan aku bukan pelayan Mas yang harus memanggil tuan." "Tapi, saya tidak pernah menganggap kamu sebagai istri saya. Ya, saya memang menganggapmu pelayan. Tidak...