"Kakak bisakah aku bicara denganmu sebentar?"
Saat itu Zayn berjalan sendiri di koridor sepi rumah penitipan setelah menyelesaikan urusannya dengan rekan kerja yang memanggilnya.
Sejenak Zayn tertegun. Matanya agak terpaku kepada bocah yang mencegatnya secara tak terduga di persimpangan koridor.
"Ah? Bicara apa?"
Sebagai kakak pengajar yang baru, Zayn harus mulai melatih dirinya untuk bersikap profesional dan mulai membaur dengan anak-anak di tempat penitipan ini.
Zayn berjongkok dan berhadapan langsung dengan anak itu.
Entah kenapa anak ini terasa familiar.
Mungkinkah karena dia merasa bahwa wajah anak ini agak sedikit mirip Ryuu?
"Kakak aku hanya ingin bertanya bagaimana dengan adikku?"
"Adik?"
"Itu dia yang berkelahi tadi."
Ah barulah Zayn mengerti.
"Jadi dia adalah adikmu? Kalian kembar?"
Rion mengangguk dengan lembut. Pria kecil itu mencoba tersenyum seperti pria kecil yang bijak. "Apakah dia baik-baik saja?"
"Yah, dia baik, dia sedang bersama dengan Kakak Dandi untuk menunggu orang tua kalian."
"Begitu."
"Mengapa kamu ada disini? Apakah kamu kesini menemui kakak hanya untuk bertanya hal ini?"
Anak itu mengangguk cepat tanpa ragu.
"Baiklah jika begitu bisakah kakak ini akan mengantarmu kembali ke kelas?"
"Bisa, ayo."
Zayn meraih tangan mungil anak itu dan mereka berjalan bergandengan bersama.
"Siapa namamu?" tanya Zayn membuka obrolan kembali.
"Aku Rion, sedangkan adikku bernama Rully."
"Oh, kalau nama kakak Zayn." Zayn tersenyum biasa. "Kakak disini masih baru, kakak menggantikan kakak pengajar yang baru saja mengundurkan diri dari sini."
"Benarkah? Apakah itu kakak Amy?"
"Ya, benar."
Rion tiba-tiba menghela nafas berat. "Aku tidak tahu bahwa kakak Amy mengundurkan diri, mungkinkah karena kejadian itu?"
"Kejadian itu? Kejadian apa?"
Rion mengangkat kepalanya untuk menatap Zayn yang lebih tinggi darinya. "Ada, tapi aku tidak ingin membicarakannya."
"Ah, mengapa?"
"Tidak ada alasan, hanya tidak ingin saja."
Zayn mengernyit aneh ketika mendengar gaya misterius anak kecil yang dituntunnya itu.
"Omong-omong, kamu tadi berada di satu kelas dengan saudaramu 'kan?"
Rion mengangguk mengiyakan.
"Mengapa tadi kamu membiarkan saudaramu berkelahi?"
"Hm, itu karena aku malas. Lagipula anak itu memang patut untuk dipukuli jadi biarkan saja."
Zayn, "..."
"Dari awal yang salah adalah ayahnya, dia mencoba menggoda papa di restoran tempat papa bekerja tetapi tiba-tiba di hari lain istrinya datang dan mengatai papaku."
"Begitu?"
Rion tiba-tiba mengukir senyum miring. "Rully sudah membalasnya dengan menyiram orang itu dengan air panas, ckck, aku dengar orang itu bahkan belum bangkit dari tempat tidur rumah sakit, lalu anaknya sepertinya tahu masalah itu dan menaruh dendam pada kami."
Zayn, "..." dia terdiam dan berpikir dengan kuat. Dia tidak pernah tahu bahwa kehidupan anak-anak bisa semengerikan ini.
"Kami hanya hidup bertiga, hanya ada papa omega yang kami punya," tutur Rion dengan nada sendu.
"Hanya ada papa omega? Lalu dimana ayah kalian?"
Zayn segera menutup mulutnya yang lancang. Ah, bukankah tidak seharusnya dia bertanya begitu?
Namun Rion tidak perduli dengan pertanyaan Zayn dan hanya membalasnya dengan senyuman misterius.
"Siapa yang tahu? Mungkin dia sudah mati."
Zayn, "..."
-
"Tidak heran ternyata anak haram itu adalah anakmu."
Seorang wanita glamor yang baru saja tiba di tempat penitipan anak langsung mendengus tak senang begitu melihat Rune yang sedang berjongkok bicara dengan anaknya yang membuat masalah.
"Mama!"
Bocah gemuk yang menjadi lawan berkelahi Rully segera berlari dengan derai air mata menyedihkan.
"Mama lihat, aku terluka dan ini semua karena anak haram itu yang memukulku!"
Wajah Rune dan Rully hampir bersamaan berubah menjadi gelap.
"Aduh anakku sayang, sungguh kasihan sekali, bagaimana mungkin anak haram itu berani melayangkan tangan kotornya kepadamu?"
Wanita itu memiliki ekspresi sedih yang dibuat-buat, memegang tangan anaknya yang hanya lebam membiru.
"Sekarang aku tidak punya pilihan lain, kita harus membawa kasus ini ke polisi."
Menyebut kata polisi, beberapa petugas pengajar sontak membulatkan matanya karena terkejut.
"Tunggu, nyonya harap tenang, kita bisa membicarakan masalah ini secara kekeluargaan bukan?"
Nyonya itu berdecih menatap Rune yang masih diam dengan sinis.
"Dia bukan keluargaku jadi aku tidak sudi bicara secara kekeluargaan dengannya."
Nyonya glamour itu tertawa sinis. "Mengapa kamu hanya diam? Apakah kamu sudah merasa bersalah karena melahirkan bajingan har--"
Para petugas penitipan anak yang hadir tercengang begitu Rune tiba-tiba mengambil langkah maju tanpa suara dan mencengkram kerah pakaian nyonya glamour yang lebih pendek darinya itu tanpa sopan santun.
"Jangan kira aku tidak berani memukul wanita sepertimu, aku diam karena berniat untuk tidak menanggapi ocehan omong kosongmu, tapi apa ini kamu terus memancingku, jadi bagaimana ya sekarang?"
Rully yang berada di belakang ayahnya tiba-tiba berjingkrak senang.
"Ya papa, kamu bisa pukul mulutnya yang tidak tahu sopan santun itu! Rully akan menjadi supporter terbaik papa!"
Sial!
Bukankah ini hanya akan semakin kacau?!
---
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Happy Family!
RomanceArion telah lama kehilangan mereka. Mereka yang seharusnya menjadi keluarganya telah memilih pergi karena keegoisannya. Lama mencari namun Arion tidak menemukan sedikitpun jejak pergi yang tersisa. Tapi hingga suatu hari, ketika Arion sudah lelah...