Yoongi paham, bahwa mengenal seseorang itu pastilah membutuhkan waktu. Oleh karena itu, ia pun berpikir tak perlu terburu-buru. Sedikit demi sedikit, ia merasakan perubahan Julian, bahwa lelaki itu mulai terbuka padanya.
Makan malam sudah menjadi kebiasaan rutin keduanya. Awalnya, Julian merasa tak enak pada biaya dan tenaga yang harus Yoongi keluarkan. Akan tetapi, Yoongi bersikeras mengatakan bahwa hal itu bukanlah suatu masalah. Maka, terkadang Julian pergi berbelanja dan sudah menyiapkan bahan makanan sebelum Yoongi pulang dari bekerja.
Kegiatan lain yang terkadang mereka lakukan adalah bersepeda bersama setelah selesai makan malam. Julian bilang terdapat beberapa waktu di antara selesainya makan malam sampai pekerjaannya di malam hari tiba. Dan keduanya, memanfaatkan hal tersebut untuk bersepeda. Menikmati angin malam dan terkadang mampir ke kedai kopi dalam perjalanan pulang.
Sampai saat ini, Yoongi masih tak mengetahui apa pekerjaan Julian secara pasti. Sejujurnya, ia tak begitu mempermasalahkannya. Hanya saja, pernah terbesit sebuah pemikiran bahwa mungkin saja pekerjaan Julian ada hubungannya dengan dunia malam.
Ah, rasanya berdosa sekali sampai terpikirkan hal semacam itu, batinnya penuh sesal.
Hari itu tidak seperti biasanya. Yoongi pulang lebih awal dan sedang duduk-duduk santai di balkon kesayangannya. Matahari sedang terik-teriknya. Dan kini ia ditemani segelas minuman dingin dan setumpuk buku.
Ia tengah menyesap tehnya saat pintu balkon di apartemen Julian bergeser terbuka. Yoongi sumringah, tersenyum dan hendak berdiri dari duduknya namun seketika urung setelah mengetahui bahwa sosok yang muncul di sana bukanlah Julian.
"Hei."
Sapaan itu ditujukan padanya. Yoongi hanya mengangguk dan tersenyum kaku meresponnya.
"Apa kau dekat dengan pemilik unit ini?" Pria itu bertanya.
Yoongi mengerutkan dahi.
Siapa? Tiba-tiba sekali?
"Apa terjadi sesuatu dengannya?" Yoongi mendekat pada lawan bicaranya, berjalan ke sisi pagar pembatas.
Kekehan pendek menjadi jawaban pertanyaannya. Pria dengan tindik di dekat sudut bibirnya itu bersedekap dan bersandar di sisi pintu. "Tidak. Dia tidak apa-apa. Aku hanya bertanya, apa kau dekat dengannya?"
Merasakan sedikit kejanggalan, Yoongi pun mundur dari posisinya. "Y-ya, begitulah."
"Ooh." Pria itu mengangguk beberapa kali. Lantas, berjalan mendekat ke arah Yoongi.
Pagar pembatas itu tak terlalu tinggi, dan terdapat jarak sekitar dua meter di antara kedua balkon tersebut. Namun, tatapan pria yang tiba-tiba muncul di depannya ini nampak sekali menyimpan banyak arti, dan sedikit banyak membuat Yoongi awas.
"Kudengar Julian suka merepotkanmu, ya? Dasar, anak itu."
"Ehm, tidak kok. Julian bukan orang seperti itu."
"Benarkah?"
"Ya."
Yoongi sebenarnya ragu. Haruskah ia meladeni orang asing ini atau masuk ke dalam dan meninggalkannya. Ia juga tak tahu apa hubungan pria ini dengan Julian. Kerabatnya kah?
"Kuberi tahu, ya. Kau berhati-hatilah dengannya."
"A—Apa maksudmu?" Yoongi tercengang, cukup merasa tersinggung tiba-tiba mendapat peringatan darinya.
"Dia orang berbahaya."
Dahi Yoongi mengernyit dalam. Mengapa orang ini seenaknya berbicara seperti itu tentang Julian? Apa maksud dia sebenarnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
BULLET IN YOUR HEAD [M] • YOONMIN ONESHOOT
Fanfiction[M] mature contents 🔞 kumpulan oneshoot yang isinya gelap dan suram dengan yoongi dan jimin sebagai tokoh utamanya. berisi adegan dewasa yang tidak layak dibaca oleh anak di bawah umur. yang minor pergi jauh-jauh ya 🫵 dan yang ga nyaman baca book...