Jimin menarik napasnya dalam-dalam. Mengisi paru-parunya dengan banyak oksigen tepat di saat Yoongi berjalan melewatinya.
Air mata perlahan berkumpul di kedua pelupuk matanya. Perih menyengat kala pandangan keduanya saling bertaut sejenak, lalu terputus begitu saja setelah Yoongi kembali meluruskan pandangannya.
Mengapa?
Mengapa Yoongi hanya diam saja mengetahui Jimin juga berada di dalam bar itu?
Mengapa dirinya diam begitu saja saat melewatinya—dengan tangannya yang berada di pinggang seorang wanita yang berjalan beriringan bersamanya?
Mengapa Yoongi, yang adalah suaminya sendiri, begitu tega berbuat demikian?
//
Your eyes don't lie
A pair of daggers cutting through my mind
Your stare it rips a hole into my life
Am I supposed to leave this all behind?
//Jimin mencengkeram ponselnya kuat-kuat begitu panggilan itu terputus. Dadanya sakit, perutnya bergolak hebat, dan ulu hatinya seolah terbakar.
Jimin menutup mulutnya saat pergolakan itu naik ke kerongkongannya. Ia menahan rasa mual itu seraya berlari ke kamar mandi. Memuntahkan semua makanan yang belum satu jam masuk ke dalam perutnya.
Isakan penuh pilu kemudian mengisi ruangan kecil itu. Jimin bersimpuh di sisi kloset, bersandar pada benda itu setelah menutupnya.
Yoongi tidak pulang setelah malam di mana Jimin memergokinya sedang berdua dengan wanita itu di klub malam. Ia tak memberi kabar pada Jimin sekali pun, hingga akhirnya panggilan Jimin yang sudah ke sekian puluh kali tadi tersambung juga. Setelah tiga hari berselang sejak saat itu.
"Tunggu aku di rumah. Aku akan pulang malam ini dan menyelesaikan semuanya," ucapnya tadi.
Jimin menggigit bibirnya.
Akhirnya, setelah sekian lama mencurigai Yoongi bermain di belakangnya dan merasakan sakit seorang diri, kehancuran pernikahannya dengan pria Min itu kini benar-benar di depan matanya.
Jimin memejamkan matanya erat. Tenggelam dalam lautan kesedihan seraya menahan perih di perutnya. Lalu, tak lama berselang akhirnya ia pun tertidur dalam posisinya yang masih bersimpuh di atas lantai kamar mandi.
.
"Jimin?"
Sayup-sayup, Jimin mendengar suara Yoongi tengah memanggilnya.
Dengan berat, Jimin berusaha membuka kedua matanya. Ia kemudian dapat melihat langit-langit kamar yang sudah tak asing baginya. Ya, itu adalah kamarnya. Kamarnya dengan Yoongi sejak pernikahan keduanya lima tahun silam.
Tak lama setelah kesadarannya kembali penuh, Jimin merasakan pening menyerang kepalanya. Rasa mual yang masih tersisa membuat tangannya naik untuk mengelus perutnya. Ia terduduk lalu menekan bagian ulu hatinya.
Yoongi duduk di sisi ranjang. Memandangnya dengan ekspresi yang tak dapat ia jelaskan.
Apakah Yoongi mengkhawatirkannya? Apakah Yoongi menyesal telah berselingkuh di belakangnya? Apakah Yoongi akan memohon maaf hingga bersujud padanya? Ataukah Yoongi akan menceraikannya dan memilih bersama wanita itu?
Berbagai pikiran berputar di dalam benak Jimin. Hal itu semakin membuat Jimin ingin segera menghentikan ini semua. Ia sudah tak tahan lagi.
Jimin menarik napas panjang guna menenangkan dirinya. Dapat ia cium bagaimana aroma parfum yang biasanya menjadi favoritnya itu kini begitu memuakkan. Aroma parfum yang sebelumnya sungguh memabukkan—hingga seolah menyatu dengan kulitnya terlebih di saat keduanya bergumul di atas ranjang—itu kini terasa begitu menyengat dan mencabik-cabik batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BULLET IN YOUR HEAD [M] • YOONMIN ONESHOOT
Fiksi Penggemar[M] mature contents 🔞 kumpulan oneshoot yang isinya gelap dan suram dengan yoongi dan jimin sebagai tokoh utamanya. berisi adegan dewasa yang tidak layak dibaca oleh anak di bawah umur. yang minor pergi jauh-jauh ya 🫵 dan yang ga nyaman baca book...