Bab 5. Jejak Amira

2 2 0
                                    

Sinar matahari pertama menerobos di sela-sela pepohonan Pegunungan Rantek, namun tidak membawa ketenangan. Raka duduk di atas batu besar di tepi hutan, menatap laptopnya yang kini hanya menampilkan layar hitam setelah serangan di Laboratorium Kupu-Kupu. Di sebelahnya, Maya berdiri bersandar pada pohon, mengawasi lingkungan sekitar dengan pistol yang masih dalam genggamannya.

Hening melingkupi mereka, hanya suara angin dan kicauan burung yang terdengar, hingga Raka akhirnya memecah kebisuan.

“Dia benar-benar mati, ya?” tanyanya pelan.

Maya tidak langsung menjawab. Ia hanya memandang ke arah hutan yang terbakar di kejauhan, di mana laboratorium itu dulu berdiri.

“Dia tahu risikonya,” jawab Maya akhirnya. “Amira adalah seorang pejuang, Raka. Dia mengorbankan dirinya supaya kita bisa selangkah lebih dekat untuk menghancurkan Nethrone.”

Raka menundukkan kepalanya, jari-jarinya menggenggam kuat tepi laptopnya. “Tapi apa gunanya? Semua kerja kerasnya hilang bersama dengan laboratorium itu.”

Maya mendekat, menepuk pundaknya. “Tidak semuanya hilang. Kau masih punya otakmu, dan aku yakin Amira meninggalkan sesuatu untuk kita sebelum dia pergi.”

Raka membuka laptopnya lagi, mencoba menyalakan sistemnya. Setelah beberapa detik, layar berkedip dan menampilkan file kecil yang sebelumnya tidak ada. File itu berjudul “Pesan Terakhir”.

“Apa ini?” gumamnya, membuka file tersebut dengan hati-hati.

Sebuah video mulai diputar. Di dalamnya, terlihat Amira dengan wajah serius, mengenakan jas laboratorium.

“Jika kalian melihat ini, berarti aku tidak berhasil keluar dari laboratorium,” kata Amira dalam video itu. “Namun, aku tidak meninggalkan kalian tanpa harapan. Data inti Aurora masih ada, tetapi tersembunyi di tempat yang hanya bisa diakses oleh satu orang: aku.”

Amira berhenti sejenak, menatap kamera dengan intensitas yang menusuk. “Ada salinan data di perangkat bio-implan yang ada di tubuhku. Jika kalian menemukannya, kalian bisa membuka akses penuh ke inti sistem Aurora. Namun, ada satu masalah…”

Wajah Amira terlihat semakin tegang. “Nethrone tahu ini. Dan mereka tidak akan berhenti sampai mereka menemukan tubuhku. Jadi kalian harus menemukannya lebih dulu.”

Video berakhir, meninggalkan Raka dan Maya dalam keheningan yang berat.

“Tubuhnya,” kata Raka akhirnya. “Kita harus menemukan tubuhnya.”

Maya mengangguk. “Tapi kita bukan satu-satunya yang mencarinya. Ini akan menjadi perlombaan melawan waktu.”

Jejak di Lembah Timur

Setelah mengumpulkan keberanian, mereka meninggalkan hutan dan menuju ke arah lembah tempat reruntuhan laboratorium itu berada. Jalan setapak dipenuhi debu dan bekas ledakan, sementara bau logam terbakar menyelimuti udara.

Ketika mereka tiba di lokasi, pemandangan yang menyambut mereka adalah kehancuran total. Dinding-dinding beton hancur berkeping-keping, puing-puing berserakan, dan api kecil masih menyala di beberapa tempat.

Namun, tidak ada tanda-tanda tubuh Amira.

“Dia harus ada di sini,” gumam Raka sambil memindai area dengan senter kecil. “Tidak mungkin dia menghilang begitu saja.”

Maya menyisir area di sisi lain, memeriksa setiap sudut dengan teliti. Setelah beberapa menit, ia menemukan sesuatu yang mencurigakan: jejak roda kendaraan yang terlihat baru di tanah.

“Mereka sudah membawanya,” kata Maya dengan nada geram.

“Siapa? Nethrone?” tanya Raka, mendekat ke arah Maya.

Maya mengangguk. “Mereka pasti mengirim tim untuk mengambil tubuhnya sebelum kita sampai. Mereka tahu betapa berharganya data itu.”

Raka menendang sebuah batu dengan frustrasi. “Lalu sekarang apa? Kita terlambat.”

Maya menarik napas dalam-dalam. “Tidak juga. Kita masih bisa melacak mereka. Jejak ini menuju ke arah utara, mungkin ke salah satu fasilitas mereka.”

Pengejaran Menuju Utara

Dengan waktu yang semakin mendesak, Raka dan Maya memulai perjalanan mereka menuju utara, mengikuti jejak kendaraan yang mengarah ke dataran tinggi. Medan semakin sulit, dengan jalanan berbatu dan udara yang semakin dingin.

Di tengah perjalanan, Maya menerima sinyal radio melalui perangkat kecil di telinganya. Itu adalah pesan dari salah satu kontaknya di jaringan bawah tanah Kota Novana.

“Ada kabar baru,” kata Maya sambil menoleh ke Raka. “Tubuh Amira dibawa ke fasilitas penelitian rahasia di Moradin. Itu adalah salah satu markas Nethrone yang paling dijaga ketat.”

“Moradin?” Raka mengerutkan kening. “Aku pernah mendengar nama itu. Bukankah itu tempat yang sama dengan Citadel?”

Maya mengangguk. “Benar. Citadel adalah pusat operasi utama mereka, dan Moradin adalah fasilitas pendukungnya. Jika kita ingin mendapatkan data itu, kita harus menyusup ke Moradin.”

Raka menghela napas panjang. “Kau membuatnya terdengar mudah.”

“Karena itu bukan pilihan,” balas Maya dengan nada tegas. “Kita harus melakukannya.”

Mereka berhenti sejenak di sebuah kota kecil di lereng bukit untuk merencanakan langkah mereka berikutnya. Kota itu sepi, hanya beberapa penduduk lokal yang terlihat, kebanyakan petani dan pedagang kecil.

Di sebuah penginapan sederhana, Maya membuka peta digital yang menampilkan tata letak fasilitas Moradin. Bangunan itu dikelilingi tembok tinggi, dengan penjagaan ketat di setiap sudutnya.

“Ada tiga titik masuk,” kata Maya sambil menunjuk peta. “Gerbang utama, terowongan bawah tanah, dan atap melalui drone transportasi.”

“Dan kita memilih yang mana?” tanya Raka.

“Terowongan bawah tanah,” jawab Maya tanpa ragu. “Itu adalah jalur paling aman, setidaknya untuk mencapai ruang penyimpanan data.”

Raka mengangguk, meski rasa cemas mulai menguasainya lagi. “Bagaimana kalau mereka menangkap kita?”

Maya menatapnya tajam. “Kita tidak akan tertangkap. Karena jika kita tertangkap, tidak ada lagi yang bisa menghentikan mereka.”

Menuju Moradin...

Malam itu, mereka melanjutkan perjalanan menuju fasilitas Moradin. Dengan bantuan kontak Maya, mereka mendapatkan peta terowongan tua yang mengarah langsung ke bawah fasilitas tersebut.

Saat mereka mendekati pintu masuk terowongan, Maya berhenti sejenak dan memeriksa sekitarnya. “Kau siap?” tanyanya pada Raka.

“Sepertinya aku tidak punya pilihan,” jawab Raka, mencoba terdengar tegar meski tubuhnya gemetar.

Maya tersenyum tipis. “Kau akan baik-baik saja. Ikuti saja rencanaku, dan jangan melakukan sesuatu yang bodoh.”

Mereka memasuki terowongan gelap, berjalan perlahan di antara dinding batu yang lembap. Di depan mereka, fasilitas Moradin menunggu—sebuah tempat yang penuh dengan bahaya, tetapi juga harapan untuk menghentikan Nethrone.

Shadow of NethroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang