Asin laut sesekali terkecap tak sengaja oleh lidah Airi akibat semburan air dari sisi perahu yang sedang ditumpanginya. Kacamata selam ia pegang di tangan kanannya, terlampau erat ketika matanya dibuat terpukau dengan langit oranye pagi itu. Airi tidak pernah berenang dibawah teduh langit, karena di atasnya selalu ada langit-langit tinggi berwarna abu-abu yang membatasi profesinya dengan bebasnya dunia. Wanita itu terkecoh sebentar dari indahnya langit ketika menyadari tanpa sadar ia menyebut menyelam sebagai pekerjaannya. Tak salah. Hanya menyedihkan mengingat seharusnya menyelam lebih dari itu.Cukup jauh perahu kecil itu membawa Airi pergi dari bibir pantai, mesin perahu tersebut berhenti ketika sampai di tengah hamparan biru luas itu, menjadi tanda bahwa ini saatnya melihat apa yang disembunyikan hamparan itu.
"Sudah sampai, dek," Pria paruh baya yang membawa perahu itu sedari tadi melempar tatap pada Airi sambil berujar dengan logat Bali yang kental, dipadu kosakata yang tak biasa diucap bibirnya agar Airi dapat mengerti. Membalas dengan ucapan terima kasih, kepalanya ia julurkan keluar dari perahu, pada air jernih yang membuatnya dapat dengan lelausa melihat apa yang ada di bawah sana.
"Saya turun dulu ya, Pak. Kalau bisa jangan ditinggal, baliknya jauh," gurau Airi singkat.
Pria itu tertawa, "Ya sing mungkin, to," ujarnya.
Memakai fins di kedua kakinya, mengeratkan kacamata selam, memasukkan mouth piece alat bantu napas ke dalam mulutnya, Airi siap. Mengacungkan ibu jarinya pada pengemudi perahu, Airi turun menggunakan tangga kecil di sisi perahu. Begitu tubuhnya hilang sepenuhnya dari permukaan laut, matanya langsung disuguhkan cerah warna terumbu karang dan ikan-ikan kecil yang mengitarinya. Dalam sekejap, bawah laut Menjangan menjadi remedinya. Biasanya, setiap kali menyelam, yang Airi lihat hanyalah keramik porselen berwarna biru pucat. Dalam... namun selalu ada akhirnya; akhir yang selalu dapat Airi sentuh. Saat ini, melihat ke bawah, Airi tak dapat melihat dasar laut yang bisa ia pijak, atau sentuh. Di atasnya ada langit yang tinggi sekali, tanpa batas, tanpa penghalang. Airi menghentakkan kakinya agar ia bisa bergerak semakin dekat dengan terumbu karang, ingin mengamatinya dari dekat. Pasti menyenangkan bisa setiap hari bernapas di keindahan ini. Pasti menyenangkan bisa menyelam tanpa harus berjuang sampai titik darah penghabisan untuk dibanggakan sebagai aset negara. Pasti menyenangkan bisa membahagiakan siapapun yang dekat dengannya. Pasti menyenangkan, Airi pikir, bisa duduk diam dalam hening dan kecantikan, bersahabat dengan air.
Airi menggelengkan kepalanya, tidak sadar bertahun-tahun hidup dalam tekanan berpotensi menyebabkan kecemburuan terhadap terumbu karang.
Merasa mulai kehabisan napas, Airi kembali ke permukaan untuk sejenak mengambil oksigen melalui pipa yang tersambung dengan mulutnya. Waktu selalu berlalu dengan cepat ketika ia ada di dalam air. Buktinya, langit sudah tak lagi oranye, dan matahari sudah mulai naik ke atas langit. Sebentar lagi siang.
Airi melempar pelan kacamatanya masuk ke dalam perahu sebelum merentangkan kaki dan tangannya di atas permukaan air, membuatnya terapung sempurna dalam posisi telentang. Sudah hampir satu minggu ia diam di Menjangan, dan sudah beberapa reporter yang berhasil Baswara hentikan dari membuat keributan di hotel miliknya. Biasanya, berita naik daun akan hilang dengan sendirinya di negara ini ketika berita lain muncul, namun tentu saja, orang tua gila hormat miliknya enggan hal itu terjadi. Tanpa persetujuan Airi, berita yang wanita itu tonton kemarin lusa melalui televisi di kamar hotelnya berkata bahwa kedua orang tua Airi, bersama dengan pelatnas di mana ia terikat, sudah menjadwalkan acara konferensi pers berkenaan dengan pengasingan diri atlet muda itu. Mereka bahkan tak tahu apa-apa tentang kepergian Airi, apa yang bisa mereka lakukan dengan acara konferensi pers jika bukan semata-mata hanya untuk mempertahankan eksistensi berita itu?
//
"Ma, Pa, Airi nggak akan pergi," Wanita itu berhenti mengeluarkan pakaiannya dari dalam koper yang seharusnya ia bawa ke Paris dan menatap tak percaya kedua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Barat Laut Bali
ChickLitDalam hidupnya, Airi tidak pernah mencintai apapun lebih dari ia cinta menyelam. Percikan, dingin, dan basahnya air, adalah hembusan napasnya. Maka ketika ia mengundurkan diri dari kejuaraan dunia dan merelakan gelarnya sebagai atlet kebanggaan Ind...