Eloise.
Terjebak masa lalu itu sungguh terasa amat menyulitkan. Apalagi hubungan yang menyakitkan. Ada luka di setiap ingatannya. Hanya waktu yang bisa menjawab, kapan luka itu akan sembuh atau bahkan hilang seutuhnya.
"Kita cukup sampai disini."
Satu kalimat yang langsung menusuk jantung, seolah seperti pedang yang sudah lama diasah dan tinggal menunggu kapan ia akan ditusuk. Rasanya begitu amat pedih, namun lega.
Hubungan yang sudah bertahun-tahun berjalan, lama-lama menjadi daging yang membusuk. Siap dibuang kapan saja. Dilemparkan ke binatang pun, sudah tak layak makan.
Apa namanya? Ya, toxic relationship.
Sekumpulan racun yang berhasil dikumpulkan selama kurang lebih lima tahun lamanya, siap untuk dipanen. Karena semakin mengendap, semakin menyakiti satu sama lain.
Begitu saja hubungan gue berakhir dengan sang mantan, Noah Aurelio Respati.
"Maaf, Noah. Mungkin kamu bisa mencari orang lain yang lebih baik dari aku."
Klise, namun memang itu kenyataannya.
"Loi, maafin aku."
"It's okay, aku juga punya salah kok sama kamu. Kita sama-sama punya salah. Sekarang saatnya kita saling memaafkan satu sama lain."Meskipun gue juga nggak tahu, harus berapa kali lagi gue dan Noah bakal balikan setelah ini atau memang cukup sampai disini.
Tapi yang jelas untuk saat ini, gue lega bisa terlepas dari cengkraman yang seolah nggak pernah membiarkan gue pergi bahkan untuk selangkah.
***
"Ed, kakak putus."
"Nanti juga balikan lagi."
"Kayaknya enggak deh kali ini."
"Tunggu aja sebulan."Even Ed sekalipun nggak percaya sama apa yang gue katakan. Tapi Ed nggak salah. Gue sendiri juga bingung gimana cara berhenti. Gue nggak menemukan jalan keluar karena selama ini gue merasa aman sehingga membuat gue terlalu naif, mengesampingkan fakta-fakta yang ada.
"Kak, kalau emang putus ya putus aja. Kalian bareng selama ini juga saling nyakitin."
"Ed, kakak juga maunya putus. Tapi, setiap dia datang lagi kakak selalu berpikir kemana lagi kakak harus berlabuh kalau bukan dia?"
"Just open your eyes."
"Kakak capek harus memulai dari nol, harus adaptasi lagi sama suasana yang baru."
"Justru bagus kalau kakak menemukan suasana yang baru, pastinya lebih nyaman."
"Kalau seandainya nggak lebih nyaman, gimana?"
"Ya udah, hidup kakak masih panjang. Proses mencari kan bukan sebentar, nggak bisa sehari dua hari langsung dapat yang klik."Gue dengan begitu banyak pertanyaan di kepala yang membuat gue terlalu banyak berpikir. Padahal, benar kata Ed kalau proses mencari bukan waktu yang sebentar.
"Kak, coba kalau emang lo serius putus berarti lo harus block semua sosial media yang dia punya. Biar lo nggak bisa lihat dia lagi."
"Nanti ya, Ed."
"Gue cuma mau kakak nggak nangis terus."Kalau diingat-ingat, bahagianya gue selalu beriringan dengan kesedihan. Jadi, gue nggak pernah dibiarkan untuk merasakan kesenangan begitu lama.
Noah terlalu ramah sama semua orang, termasuk perempuan. Sudah berapa kali Noah ketahuan flirty, tapi tetap gue maafin. Selalu.
Noah juga terkadang punya rasa cemburu yang berlebih yang membuat gue merasa hanya bisa berlari di tempat dan nggak akan pernah melangkah sedikitpun.
Namun karena atas kenaifan diri gue, gue denial sama semuanya. Gue merasa Noah berbuat seperti itu karena Noah sayang sama gue. Buktinya selama ini dia nggak pernah mau gue putusin.
Ternyata sekarang waktunya gue berlari.
YOU ARE READING
My Blue
Fanfictionto be someone's comfort, the one person who takes all your worries away their solace.