Empat

1 0 0
                                    

Eloise.

Gue pikir, setelah ini Noah masih akan terus berusaha mendekati gue. Ternyata kali ini salah. Dia benar-benar pergi.

Gue masih merasa denial dengan apa yang seharusnya gue rasakan. Gue merasa kalau ini cuma mimpi di siang bolong.

"Kak, pesawat kita udah boarding."

Gara-gara kepikiran sama mantan, hampir gue last call sepertinya.

Sebentar, gue nggak salah lihat?

Kasih tahu gue sekarang, gimana caranya supaya untuk berhenti lihat ke arah Noah? Soalnya gue takut tertangkap basah lagi ngeliatin dia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kasih tahu gue sekarang, gimana caranya supaya untuk berhenti lihat ke arah Noah? Soalnya gue takut tertangkap basah lagi ngeliatin dia.

"Kak, gate kita di sebelah sana."

Untunglah gue nggak mengarah ke Noah. Karena gua nggak yakin bisa mengatur nafas kalau lewat di depannya.

***

"Lho, kak Ajash?"

Kebetulan macam apalagi yang terjadi hari ini? Tiba-tiba banget satu pesawat sama Ajash dan duduknya pun bersebelahan. Sebercanda itukah hidup gue?

"Hai, El."
"H-hai juga, Ajash."
"Berdua aja?"
"Iya, soalnya orang tua kita nyusul."
"Liburan?"
"Bisa dibilang semacam itu. Lo, Jash?"
"Biasa, kerja."
"Sendiri aja emang kerjanya?"
"Tim gue udah duluan. Karena gue harus ngejar deadline, jadi gue belakangan perginya."
"Sukses banget nih arsitek satu ini."
"Belum ada apa-apanya, El."
"Kalau gitu, semoga sukses ya."
"Thank you, El."
"Sama-sama."

Gue ini bingung banget gimana caranya memulai percakapan kalau bukan lawan bicara gue duluan. Tapi, untungnya sama Ajash gue nggak merasa canggung. Dia juga yang selalu reach out gue duluan, jadi gue nggak merasa left out sendirian.

"By the way, maaf ya gue belum sempat mampir ke toko kuenya. Ya gitu karena ngejar deadline, sekarang tahunya udah di pesawat."
"It's okay, Jash. Kapan lo ada waktunya aja."
"Untung kita bisa ketemu disini. Emang kalau jodoh nggak kemana ya, El?"

"Kak, gue merem tapi gue masih dengar ya."
"Tidur aja, Ed."
"Bahaya ternyata kalau kak El duduknya dekat kak Ajash. Digodain terus."
"Gue nggak godain, Ed. Lo pernah dengar emangnya kalau gue suka godain cewek?"
"Enggak sih."
"Nah, terbukti kan."
"Ah, bodo amat."

"Hahaha. Udah, Ed."
"Tuh, kakak lo aja nggak papa, Ed."

Nyaman. Itu first impression gue ketika bersama Ajash, nggak tahu kenapa.

"El, kok dia merem sih? Terus kenapa tadi kayanya dia nggak mau duduk di tengah?"
"Diam-diam aja ya, Jash. Sebenarnya dia penakut kalau naik pesawat."

"Kak El."

Gue bertanya sama diri sendiri, kapan terakhir kali gue tertawa lepas dengan kerecehan ini? Ketawa bareng Ajash menertawakan hal kecil yang gue sendiri udah terbiasa dari dulu kalau Ed emang takut naik pesawat.

Apa memang Ajash orangnya?

***

"Ed, kita udah sampai."
"Iya, kak. Sebentar lagi ya, tunggu udah pada turun aja gue males ngantri."

"Loi?"

Perasaan gue tadi udah lega, kenapa sekarang kepala gue berisik lagi? Kenapa jantung gue rasanya terlalu cepat berdetak? Kenapa rasanya tiba-tiba waktu berhenti gitu aja?

Padahal tadi Ed masih merem, tapi begitu dengar suara Noah manggil gue dan hanya dia yang manggil gue dengan nama itu Ed langsung membuka matanya. Seolah dia mau pasang badan duluan kalau terjadi apa-apa.

"Hai, Ed. Berdua aja?"
"Iya."
"Mom and dad nggak ikut?"
"Nyusul."
"Good then."

Gue nggak berani menatap Noah. Gue nggak punya nyali sebesar itu untuk melihat matanya.

"Loi, apa kabar?"
"Maaf kak, kita mau keluar. Kayaknya udah hampir sepi penumpangnya. Basa basinya dilanjut nanti aja kalau ada waktu."
"Oh, okay. See you, Loi."

Sudahlah, rusak sudah mood gue kali ini. Rasanya pengen menyeburkan diri ke kolam renang. Gue jadi nggak sabar sampai ke villa.

"El, are you okay?"

Boleh nggak sih gue tiba-tiba aja curhat gitu ke Ajash tentang perasaan gue? Tapi kok kedengarannya bukan ide yang bagus ya.

"Bilang aja kalau emang lo lagi nggak baik-baik aja, El. Perasaan lo harus divalidasi. Jangan dipendam karena nanti akan meledak dan bisa jadi boomerang untuk lo."

Baru kali ini ada yang mau memvalidasi isi perasaan gue. Bahkan gue sendiri nggak mau.

"I'll call you later, El."

Beneran nggak sih kalau Ajash ini green flag? Soalnya, sedari awal di kafe juga gue lihat dia auranya emang positif aja gitu. Bukan cowok macam-macam, pokoknya lurus aja hidupnya.

"Bye, Jash."
"Bye, El."

Gue sama sekali nggak tahu harus menanggapi apa selain bilang selamat tinggal.

Dan untuk Edmund, gue lagi nggak punya tenaga untuk debat sama dia. Dan juga dia kelihatan sangat badmood.

Edmund kalau lagi angry mode, jelek banget.

Edmund kalau lagi angry mode, jelek banget

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
My BlueWhere stories live. Discover now