ITEM : 02

22.6K 625 13
                                    

Sore ini langit gelap sekali. Dari tadi pagi sampai sore matahari enggan menampakan dirinya. Tapi entah kenapa hanya mendung, tanpa ada setitik pun air jatuh ke bumi. Aku meremas rumput-rumput liar sambil memandangi danau yang airnya tidak terlalu jernih. Kuedarkan pandanganku, tak kutangkap seorangpun berkeliaran di danau ini, maklum, hari ini mendung dan kebanyakan orang lebih memilih tinggal di rumah. Aku berdiri dan berjalan beberapa langkah mendekati sebuah pohon yang tak terlalu rindang. Kupandangi sebentar, lalu ku lingkarkan tanganku pada batangnya dan mulai memanjat naik. Kutapaki dahan demi dahan dan ketika sampai di dahan yang agak landai, aku berhenti dan duduk. Kupandangi danau itu lagi, tapi dari sudut inipun danau itu tak berubah, tetap keruh dan tak menarik. Tapi setidaknya hanya tempat inilah yang membuat aku sedikit tenang. Lalu pandanganku menangkap goresan-goresan tak jelas di pangkal dahan ini. Kupicingkan mataku mencoba membacanya. Kalau yang atas aku bisa membacanya karena aku sendiri yang megukirnya di dahan ini, tapi di bawahnya, aku kesulitan membacanya. Aku tertegun sejenak, setahuku tak ada orang lain yang menempati dahan ini selain aku.

"F A...hurup apa ini..?" aku coba menerka hurup apa lagi selanjutnya.

Kalau F A itu adalah inisialku yang dulu pernah kuukir di dahan ini. Kuamati lagi...dan sepertinya hurup selanjutnya adalah hurup C dan H. Aku heran siapa yang menambahkannya.

"FACH?" pikirku.

Ah mungkin hanya kerjaan orang iseng saja, kenapa aku harus capek-capek mikirin sesuatu yang sepele seperti ini?.

Aku lalu turun karena ingat ada tugas yang harus kuselesaikan. Aku harus mempersiapkan perkawinan seseorang, seseorang yang sangat berharga bagiku. Ya, Aga-ku tersayang seminggu lagi akan menikah dengan sahabat lamaku, Sabrina. Aku tahu bahwa aku sebenarnya hanya menyakiti diriku sendiri, dan Sabrina pun menyadari itu. Awalnya dia menolak, karena dia tahu persis bagaimana perasaanku terhadap Aga dan mungkin dia juga merasa khawatir kalau-kalau Aga tahu bahwa aku yang mengurus resepsinya. Tapi aku berhasil meyakinkannya bahwa aku mampu memisahkan masalah pribadi dan pekerjaan. Lagipula aku sudah tahu benar apa-apa yang sangat disukai dan tidak disukaia Aga. Aku tahu apa yang bisa membuat dia tersenyum, ternganga, terkesima, cemberut bahkan marah besar. Dan juga aku ingin memberikan Aga resepsi terindah. Dan satu syarat yang kuajukan pada Sabrina, jangan sampai Aga mengetahui bahwa aku yang mengatur pesta pernikahannya.

Lalu aku mulai merinci segala rupa kebutuhannya. Mulai dari gedung, dekorasi, barang-barang yanng dibutuhkan, dan juga pakaian pengantin. Untuk pakaian pengantin aku akan merekomendasikan beberapa model, dan mereka yang akan menentukan model apa saja yang akan digunakan.
Hal pertama, aku mulai membuat sketsa ruangan beserta dekorasinya. Aku tahu Aga begitu menyukai warna biru laut, karena warna itu bisa membuat tenang jiwanya. Jadi warna biru langi adalah latar ruangannya. Untuk kursi pelaminannya aku memilih kursi warna coklat muda. Lalu untuk gaunnya aku memilih warna putih gading, karena aku tahu bahwa Sabrina akan terlihat sangant cantik, Sabrina memang menyukai warna putih gading, sederhana tapi elegan. Sedangkan Aga sendiri akan mengenakan kemeja ham putih dengan jas hitam.

Aku memilih beberapa macam bunga, lalu aku mengambil kartu undangan yang sudah ku buatkan beberapa buah sebagai sampel. Kartu undangan berwarna emas itu bertuliskan Muhammad Arga Samudra dan Sabrina Agnia Queensha. Aku tersenyum kecut memandangnya, karena tak mungkin bertuliskan Muhammad Arga Samuda dan Faisal Andi Jamaludin. Kumasukkan sket, kartu undangan dan rincian-rincian lainnya ke dalam amplop coklat. Kuraih hapeku dan kuberitahu Sabrina bahwa nanti malam aku akan kerumahnya membahas resepsi penikahnanya.

***

Tuhan...aku memang mencintainya, tapi aku tak mungkin hidup dengan dia. Aku menatap keduanya, tak ada senyum kebahagiaan di wajah Aga. Bahkan ketika para tamu undangan berbaris memberikan ucapan selamat dan doa untuk mempelai. Aga tersenyum kecut dengan mata memerah, sedang Sabrina tersenyum dipaksakan sesekali melihat wajah Aga. Tak terasa aku mulai meneteskan air mata, aku sendiri tak bisa bedakan, pakah ini tangis bahagia karena dua orang yang teramat sangt kusayangi mengikat janji setia, ataukah ini tangis kesedihan karena aku akan kehilangan orang yang sangat kusayangi selama ini?
Kuusap air mataku lalu aku tiba-tiba hapeku berbunyi. Ada telpon masuk dan segera kuangkat.

ITEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang