"Bang...ough...dalam..."
"Enak memek kamu...ahh..."
Paul bergerak didalam Rida dengan penuh semangat, desahan demi desahan keluar dari bibir mereka berdua, bibir Paul sesekali menghisap puting Rida yang masih keluar ASI tanpa mengurangi gerakan bagian bawahnya. Gerakan Paul semakin cepat dan Rida yang sudah paham memeluk Paul erat hingga suara geraman keluar dan tidak lupa cairannya keluar menghangatkan rahimnya setelah beberapa minggu tidak bertemu, bertepatan dengan Rida yang juga mengeluarkan cairannya.
Napas mereka yang tidak beraturan, Paul melumat bibir Rida lembut sebelum melepaskan penyatuan mereka. Berbaring disamping Rida dengan menatap langit kamar, Rida hanya diam disampingnya melakukan hal yang sama.
"Anak-anak semakin besar, Arga pengen kuliah di Mesir dan lagi cari beasiswa. Kemarin kita bicara banyak hal termasuk salah satunya adalah hidup mandiri, aku tahu Arga bisa tapi tetap saja Ayu terkadang rasa khawatir selalu hadir." Paul membuka suaranya "Aku juga sempat bicara dengan Eri, dia bilang mau kuliah disini saja buat nemanin kamu sama Nisa dan Zahra." Paul mengalihkan pandangan kearah Rida "Kita sudah menikah dengan dua anak cantik juga menggemaskan, maaf kalau aku belum bisa mengatakan cinta."
"Aku bukan wanita yang membutuhkan kata-kata, semua yang abang lakukan selama ini udah aku rasakan sebagai bentuk cinta sama aku." Rida membelai lembut pipi Paul.
"Sebelum pulang kemarin, aku mendapatkan tawaran pindah ke tempat asal."
"Abang jawab apa?" Rida bertanya dengan ekspresi takut.
Paul menarik Rida kedalam pelukannya "Tawarannya sama-sama naik jabatan dengan gaji yang juga sama naik. Aku menolak dan memilih untuk tetap disini." Paul bisa merasakan hembusan napas lega dari Rida "Ayu merasa kalau aku mempunyai wanita lain."
Rida mengangkat kepalanya "Marah?"
Paul menggelengkan kepalanya "Dia hanya bilang kalau aku ada wanita lain dia nggak akan peduli asal apa yang diinginkan dia dan anak-anak terpenuhi."
"Abang akan jujur?" tanya Rida hati-hati.
Paul menggelengkan kepalanya "Aku nggak mau melihat kesedihan di wajahnya, kamu tahu aku sangat mencintai dia dan apa yang aku lakukan ini sudah menyakitinya apalagi kalau sampai dia tahu jadi biarkan seperti ini."
Rida mengeratkan pelukannya pada Paul dengan membenamkan kepalanya di dada, Paul sendiri juga membalas pelukan Rida dengan sangat erat, memberikan ciuman di puncak kepalanya dengan perasaan bersalah.
"Abang udah jadi suami dan ayah yang hebat jadi nggak perlu khawatir dengan perasaan aku. Aku yang harusnya terima kasih karena abang menerima Eri dan merawat seperti anak sendiri, bagi anak-anak abang itu adalah pahlawan. Eri bahkan menjadikan abang idolanya, walaupun tahu kalau aku adalah istri kedua."
"Terima kasih, kamu mau hamil lagi?" tanya Paul hati-hati menatap dalam Rida.
"Abang masih mau punya anak?"
Paul mengangguk ragu "Nggak menggebu, lagian kamu juga nggak pasang kontrapsepsi. Kalau kamu sudah nggak mau hamil lagi jadi mending pasang kontrasepsi."
Rida membelai wajah Paul pelan "Kalau ini nanti hamil setelahnya pasang kontrasepsi."
"Yakin?" Rida mengangguk sambil tersenyum "Nanti aja dilanjutin kayaknya Fatimah bangun, sekalian aku mau lihat Nisa."
Paul beranjak dari ranjang membersihkan tubuhnya, Rida yang melihat hanya menggelengkan kepalanya. Perlahan membelai perutnya dengan sedikit berdoa agar cepat hamil kembali, memilih melakukan hal yang sama dengan cepat karena suara Fatimah sudah semakin keras.
"Ayah darimana saja?" Nisa menyambut dengan tatapan penuh selidik.
"Ayah kangen sama Nisa." Paul menggendong Nisa dengan memberikan ciuman dalam membuat Nisa tertawa atas apa yang dilakukan Paul "Bang Eri jagain Nisa?"
"Bang Eri main sama cewek mulu, ayah." Nisa seketika menutup mulutnya.
"Eri punya teman cewek, bu?" Paul menatap Rida yang sedang mengganti popok Fatimah.
Rida menatap sekilas Paul sambil mengerutkan keningnya "Ibu nggak tahu, memang siapa ceweknya?"
"Bukan ceweknya, Yah. Tetangga sebelah itu, dia sering kesini jadi Bang Eri main sama dia." Nisa menjelaskan dengan rinci.
Beberapa minggu tidak berada di rumah melewatkan satu perubahan kecil, sesibuk apapun Paul akan menghabiskan waktu dengan keluarga barunya. Waktunya lebih banyak disini dibandingkan dengan Ayu juga anak-anaknya, tapi Paul berusaha untuk adil pada mereka semua.
"Eri jangan dimarahin, dia takut sama abang." Rida memberikan peringatan pada Paul.
"Bukan marah, tapi memberikan pengetahuan atas batasan pria juga wanita."
Lanjutan Pindah Dinas, cerita ini masih lanjut

KAMU SEDANG MEMBACA
End You (Short Story)
Historia CortaWarning! Cerita 21+ Harap Bijak dalam Membaca, jangan asal main report