Nimaz's P.O.V
Stefan terus bertanya tentangku... seperti Max. Aku benar-benar merasa tidak nyaman berada di sini bersama mereka. Sebenarnya aku ingin menceritakan semuanya pada mereka, tapi gak sekarang.
Waktu berjalan sangat cepat dan sekarang sudah jam 3 subuh. Stefan dan Max sudah kembali ke kamar mereka. Aku, masih duduk di sofa, menonton tv, sendiri. Aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri saat aku merasa seseorang menepuk bahuku. Aku berbalik dan melihat wajah Max begitu dekat dari wajahku.
"OMG! Jangan mengagetkanku seperti ini!" Pekikku dan merasa kalo wajahku memerah. Untung lampu ruangan ini mati dan hanya cahaya dari tv yang menerangi. Ku rasa ia tidak menyadari perubahan di wajahku.
"Maaf." Katanya, lalu melompati sofa dan duduk di sebelahku. "Jadi, kau masih belum tidur?"
"Iya, gak bisa tidur."
"Aku juga.."
"Btw, sebelum aku lupa...um... thanks."
Ia menoleh melihatku bingung, "buat apa?"
"Karna tidak meninggalkanku di luar sana."
"Oh. Gak masalah. Aku gak mungkin meninggalkanmu untuk mati di sana. Kau tak perlu berterima kasih untuk hal seperti itu." Katanya sambil tersenyum memperlihatkan lesung pipinya, lalu menoleh melihat tv.
Aku gak mungkin meninggalkanmu untuk mati di sana. Ini pertama kalinya aku mendengar seseorang mengatakan itu kepadaku. Hidupku selalu hanya aku, sendiri, being on the run. Ingatanku hanya dipenuhi dengan teriakan dan suara tembakan. Kata-kata yang di ucapkan pria ini seakan perduli denganku, tapi...
"Hei, you okey?" tanyannya melihat ke arahku.
-----
Max's P.O.V
"Oh, iya. I'm fine." Dia tersenyum sedikit.
Wow, ini pertama kalinya ia tersenyum sejak ada di sini. Aku pikir dia emotionless, dia selalu memperlihatkan poker face selama di sini. Mungkin dia hanya gadis biasa, dan mungkin itu memang hanya kecelakaan. Iya, mungkin itu kenyataannya, hanya kecelakaan. Tapi, apa aku bisa percaya padanya?
"Aku punya pertanyaan untukmu." Katanya nya penasaran. "Apa pekerjaan mu yang sebenarnya?"
"Kerja ku?"
"Iya, kau tidak mengatakannya secara jelas padaku."
"Okey." Aku menjulurkan tanganku ke arahnya, "Give me your phone."
Ia melihat tanganku lalu kembali menatapku dengan penasaran, tapi ia tetap menyarahkan hp nya.
Aku memasukkan nomorku. "Telp nomor itu." Setelah itu aku mendengar hp ku berbunyi di saku celanaku, lalu mengeluarkannya.
"Aku akan memberitahu kerjaku saat aku lebih mengenalmu."
"Aish!" pekiknya kesal dan mematikan sambungan telp di hp nya. "Your such an idiot."
"Hei, kau juga tidak memberitahuku tentangmu, jadi kita sama."
"Hah.. fine."
Kami kembali menonton siaran film di tv. Walaupun aku baru mengenal gadis ini beberapa jam yang lalu, entah kenapa aku merasa aku terlalu terbuka tentang diriku kepadanya. Aku tak pernah seperti ini sebelumnya, apalagi pada orang yang baru ku kenal. Tapi ada sesuatu tentang gadis ini yang membuatku langsung percaya padanya. She was different.
Beberapa menit kemudian, aku merasakan sesuatu di bahuku. Aku menoleh dan melihat Nimaz tertidur dan kepalanya di bahuku. "Dia pasti kecapean."
Aku menggendongnya dan menidurkannya di atas tempat tidurku. Setelah itu aku kembali ke meja di kamarku untuk melanjutkan kerjaku. Aku harus memberi reports pada ayahku tentang anggota gang. Ayahku masih menjadi ketua, tapi ia sedang berada di Thailand. Tak berapa lama, aku mendengar Nimaz mengatakan sesuatu di tidurnya.
Aku mendekat ke tempat tidur untuk memastikannya.
"Jangan.... tinggalkan.... "
Apa maksudnya? Lalu aku melihat Nimaz mulai menangis, dan sangat tiba-tiba ia bangun.
"Hei, are you okey?" tanyaku. Tiba-tiba ia menarikku dan memelukku. Aku dapat merasakan kaos yang ku pakai basah karna airmatanya.
-----
Nimaz's P.O.V
"Mom! Dad! Jangan tinggalkan aku! Aku tak mau sendirian!"
Aku mengangkat tanganku dan bayangan mereka semakin berjalan jauh di depan dan aku berlari secepatnya mengejar mereka. Tapi secepat apa pun aku berlari, bayangan mereka tetap menjauh, hingga kegelapan menelan mereka. Lalu, aku melihat pistol yang terarah padaku, tiba-tiba aku mendengar suara tembakan....
Aku terbangun dan melihat Max di sampingku. Aku keringat dingin. "Hei, are you okey?" tanyanya pada ku. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku tapi tiba-tiba aku menarik tubuhnya dan memeluknya.
Aku menangis, menangis memeluknya. Aku tak tahu kenapa, aku hanya merasa membutuhkan seseorang sekarang, dan Max ada di sampingku, dan dia terlihat seperti orang yang dapat di percaya saat ini. Aku merasakan ia menepuk-nepuk punggungku pelan saat aku memeluknya, menangis di pelukannya.
Beberapa menit kemudian, aku calm down, dan kami hanya duduk diam di pinggir tempat tidur. Baju yang di pakainya basah di bagian aku menangis tadi.
"Maaf, tentang bajumu.... and everything."
"Look, seperti yang ku bilang, kau tak perlu minta maaf tentang hal seperti ini. Kau tau nomorku, kalo kau membutuhkan seseorang, hubungi aku."
-----
Max's P.O.V
Apa yang sudah aku katakan. Damn. Dad pasti akan marah besar jika ia tahu aku sudah memberikan nomor ku pada gadis yang baru ku kenal. Nimaz, terlihat shock juga mendengar perkataanku.
Lalu aku melihat ia tersenyum kecil.
"Kau lanjutkan tidurmu." Kataku cepat sebelum keadaan akan semakin tak nyaman. Dia mengangguk dan kembali menidurkan badannya.
Di pikiranku, aku tahu kalo gadis ini tak mungkin melakukan pembunuhan itu. Dia tak mungkin membunuh mereka. Dan kata-katanya tadi..Jangan tinggalkan... apa maksudnya? Astaga.. Jangan-jangan dia.... Could she have been abandoned?
-----
![](https://img.wattpad.com/cover/44398419-288-k540842.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Run Away (HIATUS)
ActionThey were killers at birth; one was a raised a killer with a high status, while another was born trying to survive in the world alone. Apa yang akan terjadi ketika dunia mereka bertemu dalam pertarungan hidup dan mati? Mereka akan saling membutuhkan...