34 ♤ Kepergian dan Kehilangan

344 40 43
                                        

【☆】★【☆】

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

【☆】★【☆】

Daisy menggenggam tangan ibunya erat-erat, takut melepaskan. Sejak operasi berakhir, ibunya belum juga sadar. Cahaya putih dari lampu ruangan ICU terasa menusuk mata, tapi bagi Daisy, semuanya terasa kabur, seperti mimpi buruk yang belum selesai.

Daisy tidak berhenti menatap Marlina, ia terus merapalkan berbagai macam doa supaya Marlina segera sadar. Ia ingin sekali berbincang dengan Marlina, menceritakan hari-hari yang ia jalani tanpa kehadiran Marlina. 

Beberapa saat kemudian, Marlina mengejapkan mata, napasnya terdengar lemah, tapi senyuman kecil terukir di bibirnya. Daisy buru-buru menggenggam tangannya, takut itu hanya ilusi.

"Ibu?" Suaranya bergetar.

"Ibu bisa dengar suara Daisy, 'kan?"
Marlina mengangguk pelan.

"Daisy kangen ...." Suara Daisy pecah dalam tangis yang selama ini ia tahan.

"Ibu juga kangen kamu." Suara Marlina nyaris seperti bisikan, jemarinya yang lemah mencoba mengusap kepala Daisy.

Gadis itu menunduk, menyandarkan kepalanya ke tangan Marlina. Untuk sesaat, dunia terasa damai.

"Maaf, Ibu ngerepotin kamu," katanya dengan nada lirih.

Daisy langsung mengangkat kepalanya, ia menggeleng, tidak setuju dengan perkataan Marlina barusan.

"Ibu gak merepotkan sama sekali."

"Asha di mana?"

"Asha tadi aku suruh pulang karena dia belum tidur setelah jagain Ibu. Nanti biar aku kabarin Asha dulu kalo Ibu udah sadar."

Marlina hanya membalasnya dengan anggukan.

"Dai, jaga diri kamu baik-baik, ya."

"Kenapa Ibu ngomong gitu?"

"Ibu sekarang udah makin tua, udah sering sakit-sakitan juga. Jadi, Ibu harap kamu bisa menjaga diri kamu. Ibu sayang banget sama kamu, Dai."

Namun, napas Marlina tiba-tiba mulai tersendat. Jari-jarinya mencengkeram tangan Daisy lebih erat, kepalanya sedikit menoleh ke samping seolah kesakitan. Monitor jantung berbunyi cepat. Mata Marlina melebar, dadanya naik turun dengan putus-putus.

"Ibu? Ibu kenapa?!" Daisy panik, tangannya bergetar saat berusaha menahan tubuh Marlina yang makin melemah.

"Dokter! Suster! Tolong!" Daisy berteriak histeris seraya menekan nurse call button yang terletak di samping ranjang pasien.

Para dokter dan suster berlarian masuk ruangan, sementara Daisy diminta menjauh.

"Tolong selamatkan Ibu saya, Dok!" Air mata sudah mengalir di pipi Daisy dan wajahnya tampak begitu panik.

“Dia mengalami ventricular fibrillation!” kata dokter tersebut.

“Beri kejutan listrik! Satu, dua, tiga!”

Tulisan untuk Zergan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang