1. Matamu

234 13 5
                                    

Bab Satu

"Apa benar ayahmu mengalami kebangkrutan, apa kau tidak apa-apa?"

"Haah molla, (entahlah) aku tak peduli."

"Bagaimana mungkin kau bilang tak peduli, lalu sekolahmu? Ini tingkat akhir kita di Sekolah, beberapa bulan lagi kita akan ujian akhir. Apa kau masih bisa mengatakan, tak peduli?"

"Aigoo.. Eunra-ya kenapa kau selalu begitu cerewet huh?"

"Aigoo..aku juga tidak percaya bahwa kau akan sesantai ini, nona Choi."

Itulah perbincangan Choi Eunsub dengan temannnya Shin Eunra bulan lalu. Dia sangat cerewet, tapi Eunsub tahu gadis bermarga Shin itu menyayanginya. Ya, hanya dia dari awal sekolah, dan sampai tinggkat akhir di Sekolah, hingga keluarga Choi mengalami kebangkrutan, gadis itu tetap ada di samping Eunsub, meskipun Eunsub selalu bersikap cuek dan dingin.

Sebenarnya hati Eunsub sakit saat itu. Ayahnya rugi besar dalam bisnis perdagangan yang di kelola sang ayah dari nol. Eunsub tak terima dan marah pada ayahnya karena menjaminkan rumah yang mereka tempati kepada Bank, sebagai imbasnya mereka harus keluar dari rumah itu dengan hati pedih.

Lee Yunhee, sang ibu selalu menguatkan keluarga ini, dia selalu tersenyum walaupun hati kecilnya tak ingin meninggalkan rumah itu. Tapi toh pada akhirnya mereka pindah ke desa, dimana ada rumah dan kebun yang tidak di segel pihak Bank, di daerah Ansan.

Harta peninggalan dari ayah Choi Daehan. Kecil memang, tapi Lee Yunhee selalu memberikan semangat kepada suami dan kepada putri semata wayangnya untuk menerima apapun yang didapat mereka saat ini.

Kini Choi Eunsub tinggal dengan Shin Eunra di kamar flat Eunra. Si gadis Shin menawari Eunsub tinggal dengannya, karena tidak mungkin Eunsub meninggalkan sekolah, sedangkan ini sudah masuk akhir sekolahnya di menengah atas, Eunra tak mungkin membiarkan sahabatnya itu dalam kesusahan seorang diri. Tadinya orangtua Eunsub tak mengizinkan, tapi dengan pertimbangan akhirnya mereka mengizinkan Eunsub melanjutkan sekolahnya di Daegu. Dengan ribuan syarat yang harus ia terima, bukankah semua orangtua seperti itu, akan selalu khawatir jika anak mereka berjauhan.

"Yak, kenapa melamun begitu? Sudah menyelesaikan kuis dari Park songsaengnim?" Tanya Eunra mengagetkan.

"Belum." Jawab Eunsub enggan.

"Eunsub-ah," Eunra duduk di hadapan Eunsub dengan tatapan aneh. Eunsub menggerakan alis untuk jawaban 'ada apa?' pada gadis di hadapannya.

"Emm..apa kau ada masalah?" Eunsub menatap Eunra tanpa menggerakan kepala.

"Ah aniy, (tidak) maksudku..emm.." lanjut Eunra ragu.

"Wae? (Kenapa?)" Tanya Eunsub dengan ekspresi dingin.

"Sepulang dari Ansan kau terlihat aneh, apa orangtuamu baik-baik saja, huh?"

"Iya, mereka tak apa." Jawabnya datar.

"Lalu kau kenapa, aku khawatir padamu. Dari tadi siang kau tak makan, ini juga sudah malam, apa kau akan melewatkan makan malammu juga?" Eunsub mendongak menatap wajah bulat Eunra, terlihat raut khawatir dari wajah sahabatnya itu.

"Issh, kau ini, nanti aku makan jika aku lapar. Sana tidur." Suara Eunsub sedikit tinggi. Eunra mendelik sebal. Lalu dia bangkit dan membelakangi Eunra.

"Ya, aku akan tidur. Kau tak perlu menyuruhku tidur, seperti pada anak balita saja," ucap Eunra sambil melenggang masuk ke kamar. "Jangan lupa mengisi kuis mingguan guru Park, arraseo!? (Mengerti?)"

"Aiish, terbuat dari apa tenggorokan anak itu sampai suara teriakannya kencang begitu meskipun dia sudah di dalam kamar ckck." Eunsub tersenyum samar. Gadis itu menghembuskan napasnya cepat. Sebenarnya Eunsub memikirkan tentang kejadian di rumahnya kemarin malam.

Tak BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang