CHAPTER-08

370 33 6
                                    

HOLA!!!!!! Me back! I think the previous one was too short and it was so bad i'm sorry, so i'd try to make this chapter much better than before. I'm so sorry, kinda busy because college stuff. Ini udah aku tulis dari semester 1 tapi aku lupa publish chapter ini ternyata HE-HE-HE. Jadi aku baru publish hari ini, di semester 2. Maaf banget aku updatenya lama, kuliah capek guys:")

Hope you guys can appreciate my effort to write this chapter, leave some comment and don't forget to vote every chapter of "Hold Up"!

Much love,
Shafa.
Xoxo

***

"....dan kau akan sengsara"

Dan kau akan sengsara
Dan kau akan sengsara

Ah, perlahan kesadaranku pulih. Aku mencium aroma khas dari.......kamar rumah sakit, ya. Aku membuka mataku perlahan dan melihat sekitar, "dimana Harry?" gumamku.

Siapa yang membawaku kemari? Pasti Harry. Dan membayangkannya mengkhawatirkanku membuatku tersipu malu.

Krek. Pintu ruanganku terbuka dan aku terkejut. Orang itu lagi, ya....Liam mengintipku. "Kau sudah sadar?" tanyanya seraya masuk dan menutup pintunya kembali.

"Ah iya seingatku tadi sekilas melihatnya sebelum aku akhirnya dibawa kemari......." pikirku.

Ia hanya diam. Aku merasa canggung berasa satu ruangan dengannya, jadi aku beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu. Aku hanya ingin udara segar. Tiba-tiba tangan besarnya mencegahku, "sampai kapan kau terus menghindariku?"

Aku diam. Aku sedang tidak dalam mood bertengkar.

"Kau bahkan tidak menatapku." lanjutnya. Liam menatapku dalam. "Aku....aku sungguh menyesal telah melakukan hal seperti itu....."

Entahlah aku merasa aneh, Liam bukanlah orang jahat. Dia bahkan menolongku saat kejadian di supermarket, dia baik padaku. Sangat baik. Dan aku rasa aku yang jahat jika melupakan kebaikannya hanya karena dia melakukan satu kesalahan.

"Lupakan saja." selaku. "Aku sudah melupakannya jauh-jauh hari, jadi.....bisa biarkan aku keluar?"

Ia menurunkan tangannya membiarkan aku terus berjalan, aku memegang kenop pintu dan membukanya. "Catherina?" panggil Liam, aku menoleh. "Harry di ruang sebelah." ujarnya.

Aku terdiam sejenak berusaha meraba-raba apa yang Harry lakukan di ruang sebelah. Apa ia terluka parah? Apa dugaanku benar kalau pencopet tas-ku membawa pisau atau benda-benda berbahaya lainnya? "Jangan bercanda."

"Aku tidak bercanda, Niall menggotongnya tadi. Perutnya tertusuk pisau dan ke......" belum selesai Liam menjelaskan aku sudah terburu-buru menuju ruang sebelah.

Aku membuka pintu kamar bertuliskan 208. Kulihat Harry terbujur lemah seperti tidak menunjukkan kalau dia itu Harry yang kuat dan tempramental. Dadaku sesak melihat Harry seperti ini, ia tampak........tak berdaya. Sebisa mungkin aku menahan agar kerapuhanku tidak muncul, aku tidak mau menangis.

Perlahan aku mendekati ranjang Harry dan mengelus keningnya, pipinya.....melihat wajahnya yang penuh lebam membuatku sangat terpukul. Lalu, aku menyibak baju khusus pasien yang ia kenakan. Benar saja, perutnya terlilit perban dan tampak jelas darah perlahan merembes kedalam kapas yang dipasang di perutnya. Aku melirik ke meja kecil di dekat ranjang, tas milikku tergeletak disana. Astaga, Harry benar-benar menyelamatkan tas-ku. Aku terenyuh. Sangat sangat terenyuh.

"Hey, bangunlah......" ujarku setengah berbisik. Tapi tidak ada jawaban.

"Bangun, kubilang!" aku mulai kesal karena ia tidak menjawabku. "Aku tau kau bercanda, bangun Styles!" seruku. Dan nihil, hanya suaraku yang menggema.

HOLD UPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang