1] Irla A. Duta

11.5K 786 40
                                        

Aku duduk malas di emperan teras rumah Pia. Tadi dengan seenaknya dia pergi begitu saja dan malah menyurhku untuk menjaga rumahnya. Itu anak memang aneh. Dasar, sejak kapan aku jadi penjaga rumah seperti ini?

Kulirik jam yang berada di tangan kiriku. Ternyata sudah hampir lima belas menit aku duduk di emperan untuk 'menjaga rumah Pia'. Dan aku tidak tahu sampai kapan aku harus berada di sini.

Kutolehkan kepalaku ke arah jalan raya. Komplek ini lumayan sepi. Tak banyak juga kendaraan yang lalu lalang di sini. Kini tiba-tiba mataku menangkap sosok gadis yang terlihat sibuk dengan hapenya. Ia berjalan sambil menunduk dan seolah dialah pemilik jalan tersebut. Dia adalah Irla.

Aku jadi ingat pertemuan pertamaku dengannya. Waktu itu aku sedang berangkat menuju tempat les karateku. Di jalan, aku melihat gadis yang sedang berjalan dan sibuk dengan hapenya. Dengan santai dia berjalan tanpa takut menabrak seseorang. Beberapa kali ia hampir menabrak orang, untungnya orang yang hampir ia tabrak menghindar terlebih dahulu dan membiarkannya lewat. Dan sejak saat itu, diam-diam aku mulai mengikutinya. Entahlah, aku hanya merasa penasaran saja dengannya. Penasaran, kapankah dia akan menabrak orang dengan cara jalannya yang seperti itu.

Beberapa kali aku mengikutinya dan menolongnya dari tabrakan sepeda atau pun pohon. Namun dalam kurun waktu beberapa kali itu, dia masih tak sadar jika kuikuti. Entahlah, aku merasa dia sangat aneh. Dan entah kenapa, mendadak aku jadi sering memikirkannya.

Virla A. Duta, gadis yang tak pernah lepas dari hapenya. Gadis yang selalu mengerutkan kening ketika manunduk menatap hape ditangannya. Gadis yang belakangan selalu berkeliaran di pikiranku. Gadis bermata cokelat yang mempu membuat jantungku berdegup aneh hanya dengan tatapannya. Dia adalah Irla.

Aku sebenarnya tak tahu bagaimana perasaanku terhadapnya. Namun ketika sosoknya selalu muncul di pikiranku, lambat laun aku merasa bahwa aku telah jatuh cinta kepadanya. Bahkan aku sering khawatir melihatnya jalan meleng seperti itu. Bagaimana kalau dia ketabrak mobil? Membayangkan hal itu kontan membuatku ketakutan sendiri. Lihatkan, sepertinya aku benar-benar telah jatuh cinta kepadanya.

"Hai," sapaku ketika Irla berjalan melewatiku. Namun ia hanya melewatiku tanpa menyapaku balik atau sekedar menoleh. Sudah biasa.

Aku menghembuskan napas perlahan. Sepertinya buta dan tuli itu beda tipis. Atau mungkin ia memang tidak melihat atau pun mendengarku. Semua ini karena hapenya. Dasar.

"Heh, lo ngapain masih di sini?" suara Irla terdengar dari arah belakangku. Aku menoleh ke arahnya dan kini kudapati dia tengah memandangku bingung.

"Tadi kakak lo nyuruh gue jagain rumah lo," ucapku bangun dari posisi dudukku.

"Terus kakak gue mana?"

Aku mengedikkan bahu tanda aku pun tidak tahu Pia di mana. Dia hanya menitipiku rumah tanpa berkata apa-apa.

"Dia nggak bunuh diri kan?!"

Aku menggelengkan kepala. Dari eskpresi wajahnya tadi, aku rasa dia sedang dalam mood yang lumayan baik. Seperti dia telah mendapat suntikan semangat. Nggak mungkin mau bunuh diri.

"Terus dia ke mana?"

"Gue nggak tau, dia cuma nanya ini tanggal berapa terus pergi gitu aja."

"Kayak orang mau gajian aja nanyain tanggal," gumam Irla sambil mengernyitkan dahi.

Tiba-tiba ada sebuah mobil memasuki halaman rumah ini. Aku dan Irla kontan memandang arah tersebut.

Siapa?

"Kak Scorpi," gumam Irla yang membuatku mengernyitkan dahi.

Scorpi? Scorpio? Pio? Pacarnya Pia?

[3] Demi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang