3] Kabar Baik Versi Pia

4.3K 584 29
                                    

"Lando," panggil seseorang yang kini tengah duduk di hadapanku. Aku mengangkat kepalaku dan kudapati Pia tengah tersenyum lebar ke arahku.

"Apa?" tanyaku cuek sambil kembali memandang hape di tanganku.

"Makasih ya, Do. Lo udah jelasin semuanya sama Pio. Gue sama dia udah baikan."

"Selamat," ucapku tak begitu memperdulikannya. Aku masih sibuk pada aplikasi Line di hapeku. Ya, aku masih menunggu Irla membalas pesan yang kukirimkan.

"Sok sibuk banget sih, lo."

Kini kupandangi Pia yang terlihat kesal karena kuabaikan.

"Apa lagi?"

Kulihat tatapan curiga darinya. Hal ini membuatku mengernyitkan dahi bingung. Aku sungguh tak mengerti tatapan Pia tersebut.

"Lo kelihatan lagi frustasi," tebaknya sambil menunjukku.

"Lumayan."

"Gara-gara Irla?"

"Siapa lagi?"

"Kasihan," ucapnya seraya mengelus-elus rambutku seperti anak kecil. Segera kutepis tangannya tersebut. Ucapan kasihannya tak akan membuat Irla membalas pesan yang kukirimkan kepadanya.

Lagian, jika Pia tahu kalau aku sedang frustasi dengan tingkah adiknya, harusnya dia membantuku, bukan hanya berkomentar 'kasihan'. Itu sangat tidak membantu.

"Dari awal lo sudah tahu kan, gimana adik gue. Dan gue yakin kalau lo juga tau bahwa dapetin dia itu nggak mudah."

"Terus saran lo apa?" tanyaku datar.

"Terus semangat dan jangan menyerah," ucapnya sembari menepuk pundakku seolah bersimpati. Hal ini membuatku berdecak sebal.

"Nggak sekalian lo nyanyiin gue lagu D'Massiv?" tanyaku sarkastik.

"Lo mau gue nyanyiin?" tanyanya antusias yang membuatku memandangnya datar. Hal ini malah mengundang tawanya.

Kenapa Irla harus mempunyai Kakak seperti Pia? Maksudku, Pia memang memang baik. Ya, benar-benar baik. Tapi tak jarang juga dia menyebalkan sekali.

Pia dan Irla memiliki sifat yang sangat berbeda. Pia terlihat lebih ekspresif dan Irla terlihat lebih tidak ekspresif. Maksudku, Irla itu kebalikannya Pia. Irla lebih pendiam tapi sekalinya ngomong judesnya minta ampun. Tapi mereka berdua juga punya kesamaan. Mereka sama-sama galak dan menyebalkan dengan cara mereka masing-masing. Mengertikan maksudku?

"Hei, jangan bermuram durja kayak gitu dong. Gue punya kabar baik nih, buat lo," ucapnya yang membuatku mengernyitkan dahi bingung.

Aku tak yakin definisi 'kabar baik' versi Pia dan versiku itu sama. Terkadang dia kan suka aneh-aneh.

"Gue masih Dewi Cinta buat lo, Do. Jadi gue masih bantuin lo buat dapetin adik gue."

"Kabar baik apa'an?" tanyaku kepadanya.

Jika dia menyebutkan kata 'Dewi Cinta', entah mengapa aku merasa parno sendiri. Takut-takut aku disuruh latihan senyum nggak jelas. Lagian, mana ada, orang disuruh latihan tersenyum. Aku kan sudah bisa senyum—meskipun baginya senyumku aneh.

"Kaki adik gue habis kepentok kursi," ucapnya terkikik geli yang membuatku mengernyit bingung.

Bagian mananya yang lucu? Kenapa dia malah tertawa jika kaki Irla kepentok kursi. Harusnya dia sedih dong. Itu kan harusnya menyedihkan, bukan membahagiakan. Aku rasa, Pia otaknya agak geser. Entah deh, geser ke mana otaknya. Dia nggak jelas.

"Hei, nggak usah mandang gue kayak penjahat gitu dong," protesnya kepadaku.

"Lo aneh, adik lo kesakitan tapi lo seneng."

[3] Demi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang