Empat

18.2K 816 6
                                    

Masih dengan tangan gemetar, kuhubungi ibuku dan ibu mertuaku. Tanpa berpikir apa-apa lagi aku segera melesat ke rumah sakit. Aku sendiri tak tahu kenapa aku jadi panik sekali setelah mendengar kabar dari pihak kepolisian kalau Rafi mengalami kecelakaan. Entah, aku tak begitu detail mendengarkan keterangan petugas tadi karena langsung panik. Yang bisa kutangkap adalah mobil Rafi oleng dan menabrak pembatas jalan. Hatiku rasanya tak karuan. Sekesal-kesalnya aku pada laki-laki itu, tetap saja aku merasa khawatir. Entah bagaimana menjelaskannya nanti pada ibu mertuaku tentang kondisi anak semata wayangnya.

Tergopoh-gopoh aku menuju UGD. Rafi masih ditangani. Tak lama kemudian ibuku dan ibunya Rafi tiba. Kukira ibunya Rafi akan lebih panik dariku, tapi yang terjadi kini beliau justru menenangkanku. Ketika dokter keluar, aku segera memburunya. Untunglah kata dokter tak ada luka serius. Rafi masih belum sadar tapi kami boleh menemuinya. Aku menatap wajah lelaki itu yang masih terpejam. Keningnya dibalut. Sikunya juga tampak bekas memar. Ibunya Rafi menggenggam tangan anaknya dan mengelus rambutnya, sementara aku diam saja di sampingnya. Beberapa saat kemudian, mata Rafi mulai mengerjap-ngerjap lalu terbuka. Dia memandang sekeliling lalu menatap kami bergantian.

"Kamu sudah sadar, Nak..." ucap ibunya Rafi lega.

"Aku kenapa? Ini di mana?" Rafi tampak bingung.

"Kamu kecelakaan, Sayang. Sekarang di rumah sakit. Mama khawatir..."

"Mama...?" tanyanya bingung sambil menatap ibunya.

Ibunya tampak khawatir melihat gelengan kepala Rafi.

"Mama...? Aku nggak ingat sama sekali..."

Aku terperanjat. Ya Tuhan, mungkinkah Rafi..?

Ibunya Rafi menatapku, tampak kecemasan di matanya.

"Kamu nggak ingat siapa kami?" ibunya Rafi mencoba bertanya lagi.

Rafi kembali menggeleng.

"Maaf...aku benar-benar tak ingat..." Rafi memegang kepalanya.

"Ini Intan. Kamu nggak ingat dia?" ibunya Rafi menarikku mendekati anaknya. Aku hanya diam dan menatap Rafi. "Intan istri kamu.." lanjut ibunya.

"Istri??" Rafi tampak kaget lalu menatapku.

"Intan, bicaralah sesuatu." kata ibu mertuaku.

Tanganku perlahan bergerak menyentuh tangan Rafi. Kucoba untuk tersenyum.

"Kamu nggak ingat aku, Raf? Kita baru menikah dua bulan lalu." aku berusaha membuka memorinya.

Rafi menatapku lama. Kepalanya perlahan menggeleng, namun kurasakan tangannya justru menggenggam tanganku.

"Maaf..." ucapnya pelan.

"Intan, Mama mau temui dokter dulu. Kamu tungguin Rafi ya. Ayo, Bu." kata mertuaku mengajak ibuku keluar ruangan.

Aku masih berdiri menatap Rafi. Cobaan apalagi Tuhan? Lelaki yang Kau ciptakan untuk mendampingiku kini tak ingat apa-apa lagi. Bagaimana aku bisa melanjutkan hidupku?

"Intan..."

Lamunanku buyar seketika saat mendengar suara Rafi.

"Ya? Kamu ingat aku?" tanyaku mengharap.

Rafi menggeleng.

"Jadi namaku Rafi ya?" tanyanya lagi.

Aku mengangguk antusias.

"Kamu ingat?"

Rafi tersenyum menggeleng.

"Bantu aku mengingat tentang kita."

Tentang kita? Tak ada kisah tentang kita, Raf. Yang aku tahu, kita menikah. Itu saja. Tak pernah ada kisah tentang kita. Bagaimana kujelaskan ini padamu?

"Intan?" Rafi mempererat genggamannya.

Aku terkejut, lalu mengangguk spontan.

"Iya. Kamu pasti akan mengingat semuanya lagi, Raf." kupaksakan bibirku untuk tersenyum.
**

SAAT KAMU BUKAN DIRIMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang