2. Deklarasi Perang

2K 149 27
                                    

Dahulu kala, hiduplah seorang putri cantik bernama Elsa. Ia hidup di masa dimana pepohonan masih berdiri kokoh, rerumputan sehijau zamrud, dan langit sebiru safir. Putri Elsa sedikit berbeda dari kebanyakan orang. Dia memiliki kekuatan khusus yakni membekukan semua benda dengan es.

Kekuatan es itu adalah wujud dari keindahan, berkah untuk Kerajaan Arendelle demi menjaga kemakmuran dan kedamaian. Namun suatu malam, kekuatan itu tak lagi terasa indah bagi Putri Elsa. Ia tak sengaja melepas embun beku pada kepala Putri Anna - adiknya - hingga tak sadarkan diri. Demi keselamatan adik kecilnya, Raja dan Ratu segera membawa mereka menemui para troll. Seorang troll tua menyembuhkan Putri Anna dengan cara melenyapkan ingatannya tentang kekuatan Putri Elsa.

Sejak saat itu, Putri Elsa selalu mengurung diri di kamarnya agar bisa mengendalikan kekuatannya. Tak ada yang boleh memasuki kamar itu selain Raja dan Ratu. Ketakutan menjalarinya setiap detik, bersamaan dengan ruangannya yang makin beku karena kekuatan es yang makin menguat.

Dan suatu malam, sosok pemuda berambut putih tengah melayang-layang mengikuti hembusan angin. Sosok itu tertarik dengan sebuah pulau yang sedang mengalami musim dingin. Itu tentu hal yang aneh. Menurunkan musim dingin adalah tugasnya dan ini bukanlah musim dingin yang diturunkannya. Sosok itu mulai menyusuri pulau tersebut, mencari asal kekuatan yang menciptakan musim dingin kecil itu lalu menghentikan pencariannya dengan mendarat di beranda kamar di Istana Arendelle.

*_*_*

Aurel mematut dirinya di depan cermin. Ia menatap pantulannya telah rapi dengan seragamnya ; kemeja putih panjang dibalut sweater abu-abu tanpa lengan dengan lambang serigala ungu di dada kirinya serta sebuah rok hitam selutut. Dasi hitam ungunya terpasang rapi di kerah kemejanya. Ia menunduk sedikit demi melihat kaki jenjangnya ditutupi kaus kaki abu-abu sebetis dan sepatu pantofelnya yang sedang mengetuk-ngetuk.

Mata birunya beralih kembali pada cermin, kali ini ia melihat jubah kerja hitam polos yang masih tergantung di pintu lemari. Ingin sekali rasanya ia tidak mengenakan jubah itu, tapi bagaimana pun juga jubah itu wajib digunakan. Dengan berat hati ia meraih jubah itu dan mengenakannya. Kalau saja ada topi kerucut dan tongkat ajaib, maka seragam itu terlihat makin mirip kostum Hallowen baginya.

Rachel keluar dari kamar mandi seragam serupa saat Aurel baru saja selesai menyanggul kepangan rambutnya. Gadis pirang itu tersenyum saat pandangan mereka bertemu di cermin.

"Kau terlihat imut dengan pakaian itu," puji Rachel tulus. "Tapi kurasa akan lebih bagus lagi jika kau membiarkan kepangan itu tidak disanggul."

"Aku juga merasakan hal yang sama. Hanya saja aku terbiasa begini jika sedang belajar. Jika tidak disanggul, rasanya kecerdasanku turun dua puluh persen."

"Ah, kau aneh sekali."

"Bukankah itu memang ciri khas anak Violet Wolf?"

Mereka tertawa bersama sambil melangkah keluar kamar. Sepanjang perjalanan, mereka membicarakan tentang kewajiban para siswa untuk masuk ekskul. Aurel berpikir untuk masuk klub musik atau olahraga, meski sebenarnya ia juga tertarik untuk masuk klub sains.

Jujur saja, Aurel sudah lulus high school di usia tiga belas dan lulus college di usia lima belas. Dia alkemis terbaik di Tokyo dan tentunya ia dikenal dengan nama yang berbeda saat itu. Bisa saja ia masuk asrama Topaz Lion yang berisi anak-anak ahli dalam bidang akademis, tapi pasti membosankan bila menjalani hal yang sama.

Sains mungkin jiwanya, tapi musik adalah nafasnya.

Selain sains, Aurel tidak bisa hidup tanpa musik. Aurel menyukai musik-musik keras yang bisa membuat pendengar berjumpalitan tidak jelas di lantai dansa. Sebagai buktinya ia pernah menjadi seorang DJ di sebuah bar dengan nama samaran Yuki. Tapi jika disuruh memilih, Aurel lebih mencintai musik klasik. Dia selalu mendengar piringan hitam milik mendiang ayahnya. Mozart, Chopin, Beethoven, dan yang paling membuatnya jatuh hati adalah Vivaldi.

SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang