Chapter 9

61 1 0
                                    

"Apa? Lo balikan sama Damar?" Raina terkejut

"Bisa nggak sih lo ngomongnya pelan dikit!"

Raina menyeringai, "Lo gimana sih kok malah balikan sama Damar?"

"Gue balikan biar Kak Dita gak marah-marah mulu sama gue."

Tiba-tiba Rafi menghampiriku.

"Hai Monik."

Aku tesenyum.

"Monik doang yang disapa?" sindir Raina

"Eh, hai Raina."

Huft, datang si Dita.

"Rafi! Kamu ngapain sih nyamperin si cabe-cabean ini..."ujar Dita

"Apa lo bilang tadi? Lo tuh yang cabe-cabean!" balas Raina

"Dita! Lo ngapain sih ngikutin gue terus?"

"Kamu kan pacar aku!"

"Kita udah putus!"

"Tuh kan gara-gara lo nih gue jadi jauh sama Rafi! Nyebelin lo!" ujar Dita

"Kak, lo gausah ngomel-ngomel mulu, gue nggak bakal rebut dia. Lagian gue...gue udah punya pacar."

"Siapa?" tanya Rafi antusias

Aku menelan ludahku, malas sebenarnya mengakui Damar. "Damar"

"Damar siapa?" tanya Rafi lagi

"Mantan gue, gue udah balikan sama dia."

"Tuh denger Fi, udah kamu sama aku aja ya."

Rafi pergi.

---

Aku dan Raina berjalan menuju gerbang sekolah untuk pulang.

"Monik!" panggil seseorang

Aku menoleh ke belakang, ternyata Rafi. Ia menghampiriku.

"Ada apa, kak?"

"Lo beneran punya pacar?" tanya Rafi

"Iya beneran, masa boongan. Emang kenapa sih ka?"

Rafi memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana "Bukannya lo suka sama gue?"

Aku tercekik mendengar pertanyaan itu.

Lo salah kak, gue nggak suka sama lo, gue cinta sama lo! Tapi gue nggak mau jadi perusak hubungan orang.

"Nggak. Itu dulu." jawabku berbohong

Raina menatapku sinis.

"Itu bukannya Damar ya?" tanya Raina sambil menunjuk gerbang sekolah

Aku melihat gerbang sekolah.
Benar saja, untuk apa dia kesini? Padahal aku sama sekali tidak memintanya.

"Mm, udah ya kak, Damar udah jemput. Bye."

Aku dan Raina pergi meninggalkan Rafi.

"Tunggu!" Rafi menarik tanganku

Aku menelan ludah. Perasaan ini memang benar-benar belum hilang. Mungkin perasaan ini permanen? Ah tidak-tidak! Tidak boleh!

"Lo harus tanggung jawab!" ujar Rafi

Aku mengerutkan dahiku "Tanggung jawab? Emang gue pernah bikin salah apa sama lo?"

"Lo udah bikin gue jatuh!" kata Rafi

Aku semakin bingung, "Jatuh? Kapan? Dimana? Lo nggak usah ngada-ngada deh, Kak!"

"Iya lo udah bikin gue jatuh! Jatuh cinta sama lo."

What?
Rafi jatuh cinta sama aku?
Aku langsung terbelalak mendengar pernyataan Rafi. Bagaimana bisa? Aku dengannya baru saling mengenal.

"Gak lucu, kak!"

Rafi meraih tanganku yang satu lagi, sehingga sekarang ia menggenggam kedua tanganku. Ia menatapku, tajam. Aku menelan ludah, tak sanggup melihat mata itu! Mata yang membuatku semakin tenggelam di hatinya. Oh God, help me!

"Gue nggak bercanda,"

Aku mencoba santai, "Ah basi kak, gimana bisa lo suka sama gue dalam waktu secepat ini. Udah deh kak lo nggak usah modus."

Rafi tertawa kecil, "Lo mau tau, gue suka lo udah lama, lo mau tau kapan? Waktu gue ngambil tas dan lo ada disamping tumpukan tas anak basket! Lo inget?"

Flashback on

Aku telah selesai ekskul, aku pun langsung menuju lapangan basket, terlihat Raina yang sedang mendribble bola dengan lihai. Hebat, baru saja satu bulan sudah selihai itu.

Raina melambaikan tangan ke arahku, aku pun membalas lambaian tangannya.
Aku duduk di bangku kayu panjang depan koridor yang biasa aku duduki.

Aku melihat sosok itu. Rafi. Ya ampun, hatiku seperti berguguran. Entah kenapa, aku melihatnya semakin hari semakin tampan. Kapan jeleknya sih lo kak?

Tunggu! Kak Rafi berjalan ke arahku. Tiba-tiba aja jantungku seperti berhenti berdetak, tanganku dingin, tenggorokanku kering. Oh God! Help me please.

Dia semakin mendekat, dia benar-benar berjalan kearahku. Aku menelan ludah, sepertinya wajahku sekarang lebih pucat dari vampire.

Rafi melihatku hanya sekilas, lalu dia beralih ke tumpukan tas yang berada disampingku. Sial! Ternyata dia bukan menghampiriku tapi mengambil tasnya. Duh, Monikaaaa! Kepedean banget sih lo!

Raina menghampiriku dan menepuk bahuku, "Woy! Nape lo?"

Aku mendengus kesal, "Udah cepet ambil tas lo! Ayo pulang."

"Kenapa sih? Kok badmood gitu?"

"Rain! Lo bisa cepet nggak! Lelet banget!"

Raina menarik tasnya, "Biasa aja kali gausah ngomel-ngomel" Raina memanyunkan bibirnya.

"Bodo!" aku berjalan meninggalkan Raina.

"Monik! Ih nyebelin banget sih, ninggalin mulu." ujar Raina dengan nada tinggi.

Flashback off

Aku ingat kejadian itu, kejadian waktu aku kepedean. OMG, ternyata Rafi waktu itu melihatku, aku fikir dia menganggapku makhluk halus yang tak terlihat, habisnya dia seperti orang yang tak melihatku.

"Waktu itu enggak tahu kenapa gue suka aja liat lo, dan lama kelamaan gue sering liat lo karena lo selalu nungguin Raina pulang. Gatau kenapa gue jadi semakin kenal lo. Dan waktu telat, gue bersyukur banget bisa telat bareng lo, jadi gue bisa ngobol sedikit sama lo. Waktu di toilet itu bukan kebetulan gue ada disitu, gue emang ngikutin lo dari belakang panggung sampai ke toilet, seakan-akan kebetulan ketemu."

Aku tercengang mendengar kejujuran Rafi, ternyata bukan hanya aku yang diam-diam mengagumi dia, tapi dia juga diam-diam mengagumiku. Tapi, aku masih percaya nggak percaya.

"Dan lo tau pas Dita bilang lo cewek yang suka sama gue? Disitu gue seneng banget! Banget, Mon!" ujar Rafi

Aku nggak tahu harus bilang apa sama Rafi, yang pasti aku nggak nyangka semuanya bakal jadi kayak gini.

Aku melepaskan genggaman tangan Rafi "Gue harus pulang, Damar udah nunggu!" aku menarik Raina.

"Monikkk!" teriak Rafi lalu pergi entah kemana.

Aku menghampiri Damar.

"Hai, Damar" sapa Raina

Damar membalas sapaan Raina.

"Lo kesini kok nggak bilang?" tanyaku

"Ya pacar wajar dong jemput pacarnya?"

Aku menelan ludah. Pacar? Aku sama sekali tak menganggapnya.

"Mon, gue duluan ya!" pamit Raina

Aku mengangguk, Raina menaiki ojek.

"Yaudah yuk cepet balik!" pintaku

CINTA DIAM-DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang