Reina langsung mencari Husein begitu masa perkuliahan dimulai lagi. Tak sulit juga ternyata menemukan mahasiswa sepopuler Husein. Justru Husein yang terkejut ketika tiba-tiba Reina muncul di sekretariat Mapala."Aku perlu bicara empat mata sama Kak Husein. Penting. Soal kenapa di surat itu aku ingin kita segera ketemu." jawabnya saat Husein bertanya.
Husein langsung mengajak Reina ke tempat yang lebih tenang. Pelan-pelan Reina mulai menceritakan tentang Lintang dan kakaknya.
"Jadi kamu minta aku buat jadi penghubung mereka?"
"Cuma Kak Husein satu-satunya harapanku. Aku nggak tau lagi harus minta tolong sama siapa. Cuma Kakak yang bisa berhubungan dengan Lintang. Aku percaya sama Kakak.."
Husein berpikir sejenak. Begitu rumitkah kisah cinta anak konglomerat? Selalu status sosial yang jadi penghalang...
Reina harap-harap cemas menunggu jawaban Husein. Tak lama kemudian hatinya merasa lega melihat anggukan kepala Husein. Bahkan tanpa sadar digenggamnya tangan lelaki di hadapannya.
"Makasih, Kak... Makasih..." serunya dengan mata berbinar.
Husein merasa terkejut melihat Reina tiba-tiba menggenggam tangannya. Ditatapnya wajah gadis belia itu dalam-dalam. Reina mendadak sadar dan langsung melepaskan tangan Husein.
"Maaf, Kak... tadi aku terlalu senang." katanya salah tingkah.
***
Beberapa bulan kemudian...
"Lintang baik-baik saja. Pak Ridwan sama sekali tidak menyentuhnya." kata Husein saat datang ke rumah keluarga Wiratama dan menyerahkan balasan surat dari Lintang pada Radit.
Beberapa waktu ini komunikasi antara Radit dan Lintang hanya dilakukan melalui surat yang dititipkan pada Husein. Kadang jika situasi memungkinkan, Husein meminjamkan ponselnya pada Lintang untuk bisa melepas rindu dengan Radit. Husein selalu bercerita bagaimana gembiranya Lintang saat mendengar suara Radit.
Radit lega mendengar penuturan Husein. Dia yakin kakaknya memang takkan melakukan hal itu kalau bukan karena mendapat pengaruh istrinya.
"Aku akan ke perkebunan." ucap Radit.
"Untuk apa, Kak?" tanya Reina cemas.
"Memberi ketegasan pada Kak Ridwan untuk melamar Lintang."
"Tapi... kondisi saat ini belum memungkinkan, Kak. Bisa-bisa Kak Ridwan ngamuk... Aku khawatir, Kak.."
"Reina benar, Mas. Aku dengar dari Bapak, saat ini perkebunan agak bermasalah. Sepertinya Pak Ridwan juga kewalahan menghadapinya. Sebaiknya kita tunggu sampai situasi sedikit membaik." Husein menimpali.
"Iya, Kak.. Kakak jangan gegabah."
Radit mulai berpikir. Sepertinya ia sedikit mendapat celah atas semua keadaan ini.
"Aku akan tetap ke perkebunan dan menawarkan kesepakatan pada Kak Ridwan."
"Kesepakatan...?" Reina mendadak cemas.
***
"Apa maksud kamu?" Ridwan mengernyitkan dahi saat mendengar penuturan adiknya.
"Kak Ridwan butuh orang untuk menangani perkebunan kan? Sedangkan Kakak tau kalau Ridho tak mungkin diharapkan lagi. Aku hanya menawarkan diri saja. S2-ku sudah selesai, tinggal tunggu wisuda. Aku bisa sepenuhnya membantu Kakak di sini. Aku tau perkebunan kita sedang bermasalah sekarang." Radit duduk santai di sofa. Menunggu mengeluarkan kartu As yang telah dipersiapkannya.
"Apa yang kamu minta?"
Ridwan telah menduga kalau adiknya pastilah memiliki maksud tertentu. Bukan tidak mungkin ini ada hubungannya dengan Lintang.
"Kakak pasti tau. Restui hubunganku dengan Lintang. Itu saja." Radit tersenyum menunggu reaksi sang kakak.
"Kamu pikir semudah itu aku berubah pikiran?" Ridwan berkata dengan sinis. "Aku kakakmu. Kamu tidak bisa mengaturku."
Radit menghela napas.
"Ok. Begini saja, dengan atau tanpa restu Kakak, aku akan tetap melamar Lintang."
***
"Saya tidak setuju. Tanpa restu Pak Ridwan, saya tidak akan mau menikah dengan Mas Radit." tegas gadis itu saat Radit menemuinya.
"Mengertilah..." Radit menarik tangan Lintang dalam genggamannya. "Terlalu sulit untuk meyakinkan kakakku selama istrinya masih terus mempengaruhinya."
Lintang menarik tangannya. "Maafkan saya, Mas.. saya benar-benar nggak bisa..." ucapnya menggeleng dengan hati pedih.
"Aku bersungguh-sungguh ingin menikahimu, Lintang. Aku mencintaimu..."
"Saya tau... saya juga cinta sama Mas Radit.. Saya akan tetap menunggu Mas Radit sampai Pak Ridwan merestui kita. Biar bagaimanapun Pak Ridwan itu kakak Mas Radit."
Radit mulai tertunduk. Diliriknya gadis di sampingnya. Wajahnya yang cemas tak menutupi pesona alami yang dimilikinya. Radit menarik napas panjang. Andai saja mereka menyadari betapa baiknya hatimu, Lintang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
PESONA DI UJUNG SENJA
RandomPandangannya menerawang jauh. Dia sangat yakin di sinilah tempatnya. Tempat di mana dia bertemu dengan gadis itu. Wajahnya tak begitu jelas karena matahari saat itu hampir terbenam. Namun sinar matahari tak mampu menyembunyikan pesona wajahnya.