Sepuluh

1.1K 63 4
                                    


Ridwan membuka pintu kamar perlahan. Entah kenapa ia merasa tergerak untuk melihat istrinya. Ridwan terpaku saat menatap istrinya yang tengah berdiri menghadap jendela membelakanginya. Ia melangkah pelan. Dengan ragu disentuhnya bahu istrinya. Vonny berbalik.

"Mas Ridwan..." ucapnya dengan bibir bergetar.

Ridwan terkejut saat menatap mata sembab istrinya. Belum pernah dilihatnya Vonny menangis hingga seperti ini.

"Mas Ridwan.. maafkan aku, Mas... Aku nggak bermaksud menyakiti perasaanmu..." Vonny makin terisak.

Ridwan merasa tak enak sendiri. "Von, sudah..."

"Aku memang egois, Mas... Harusnya aku bersyukur memiliki Mas Ridwan.. Maafkan aku, Mas... Maafkan aku.."

Ridwan langsung merengkuh tubuh istrinya.

"Sudahlah, Von.. Kita kubur semua masa lalu yang menyakitkan. Kita mulai sebuah keluarga yang bahagia lagi."

Vonny terkejut. "Mas..."

"Ssh.. tidak usah bicara apapun."

"Aku akan belajar jadi istri....." ucapannya tertahan saat merasakan Ridwan mengecup lembut keningnya. Kali ini hati lelaki itu mengatakan istrinya sudah berubah.

Sementara itu Ridho termenung di depan kamar kakaknya. Dia tak sengaja melihat cahaya temaram dari kamar itu sewaktu akan mengambil air putih di dapur. Daun pintu yang setengah terbuka membuatnya mau tak mau menyaksikan pemandangan di dalam. Tubuh kakaknya memang membelakangi, namun Ridho bisa melihat jelas kakaknya yang sedang mendekap tubuh sang istri.

Ridho menarik napas dalam-dalam. Sisa-sisa perasaan itu memang masih melekat di hatinya, namun ia cukup bahagia andaikan Vonny bisa menjadi istri yang baik untuk kakaknya.

***

Di suatu senja di perkebunan, sepasang manusia bergandengan tangan menunggu sang matahari menyembunyikan dirinya.

"Aku nggak tau apa yang dilakukan Ridho sampai Kak Ridwan berubah pikiran."

"Yang pasti Mas Ridho telah banyak berjasa untuk kita, Mas."

Radit mengangguk. "Aku tak menyangka dibalik sikapnya yang terkesan acuh tak acuh, ternyata dia begitu luar biasa."

Radit tersenyum mengingat kakak keduanya. Mungkin ada kaitannya dengan Vonny juga, mengingat sekarang sikap kakak iparnya itu mulai berubah lunak. Bisa jadi Kak Ridwan sudah tahu masa lalu Ridho dan Vonny.. Tapi sudahlah.. buktinya Kak Ridwan dan Vonny malah makin mesra sekarang. Radit tak ingin ikut campur urusan mereka. Dia sudah sangat bersyukur kakaknya itu mau merestui hubungannya dengan Lintang.

Matahari perlahan-lahan mulai bergerak menenggelamkan dirinya.

"Hmm... aku baru merasa sunset di sini lebih indah daripada di Kuta." Radit melihat sisa-sisa cahaya matahari yang menyinari wajah Lintang yang tengah tersenyum padanya. Persis seperti di mimpinya. Engkau begitu mempesona, Lintang. Aku sungguh jatuh hati padamu.

"Kak Radit...! Lintang...!"

Sebuah suara mengegetkan mereka berdua. Reina berlari terengah-engah. Wajahnya pucat kelelahan.

"Ada apa?" tanya Radit.

"Kalian ini gimana sih? Aku capek nyari kalian ke mana-mana! Acara pertunangan kalian itu sebentar lagi mulai. Kita harus segera pulang!"

"Iya...iya... adikku sayang." Radit tertawa merangkul bahu adiknyya. Sementara tangannya yang lain menggenggam tangan Lintang.

Terima kasih, Tuhan... Aku benar-benar bahagia saat ini bisa berada di antara orang-orang yang kusayangi. Keluargaku... Kakak-kakakku, adikku, dan Lintang...

***

END.

PESONA DI UJUNG SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang