"Kalian berdua apa-apaan? Bukannya membantu, tapi justru menambah masalah! Sudah kukatakan aku keberatan dengan hubungan Radit dan Lintang. Apa kurang jelas?!" tegas Ridwan setengah membentak."Sebenarnya yang merasa keberatan itu Kakak atau Vonny?" bantah Ridho, berusaha sebisa mungkin untuk tenang. Dia tahu bila dia emosi, kakaknya akan bertambah keras.
"Apa maksudmu?"
"Aku yakin, jauh dalam hati Kakak tidak ada yang membuat Kakak keberatan dengan kehadiran Lintang di keluarga kita. Kakak sudah tau Lintang bahkan sebelum Radit mengenal dia. Tolong pertimbangkan lagi keputusan Kak Ridwan... Lagipula sekarang Kakak pasti butuh Radit di perkebunan."
Ridwan sedikit terpikir dengan kata-kata adiknya, namun ia tetap mempertahankan pendiriannya.
"Jangan mengguruiku!"
"Aku tidak menggurui, Kak. Tapi coba Kakak pikirkan kebahagiaan adik kandung Kakak sendiri. Selama ini Radit tak pernah sekalipun mengecewakan Kakak. Tapi kali ini, saat dia merasa menemukan cintanya, justru dia harus berani melawan kakaknya sendiri. Tolong pertimbangkan lagi, Kak.."
Ridwan terdiam. Tersudut. Kedua adiknya, Ridho dan Reina, memberi dukungan penuh pada Radit. Kalaupun benar yang dikatakan Ridho, entah kenapa dirinya masih terasa ada yang mengganjal.
"Cuma itu yang ingin aku katakan." Ridho beranjak meninggalkan kakaknya. Namun panggilan Ridwan menghentikan langkahnya.
"Aku ingin bertanya satu hal padamu. Kenapa kamu begitu membenci Vonny?"
Ridho tersentak. Tidak pernah terlintas dalam benaknya kalau sang kakak akan menanyakan hal itu padanya. Apakah Kak Ridwan mencurigai sesuatu?
"Bukankah Radit dan Reina juga tidak menyukainya? Jadi Kakak sendiri pasti sudah tau jawabannya." Ridho mencoba mencari jawaban terbaik.
"Jangan mengelak! Aku tau ada yang kamu sembunyikan. Ketidaksukaanmu berbeda dengan ketidaksukaan Radit ataupun Reina. Dulu sewaktu kuliah, kalian terlihat baik-baik saja. Malah terkesan akrab sewaktu kamu memperkenalkannya padaku. Sikap kamu mulai berubah setelah aku menikah dengannya. Kamu bersikap acuh tak acuh dan lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Bahkan yang aku tak pernah bisa mengerti adalah kamu lebih memilih balapan daripada menerima tawaran beasiswa S2 di luar negeri... padahal jelas-jelas aku tau kalau kamu sudah berusaha keras untuk itu.."
Ridho hanya terdiam mendengar kakaknya bicara. Sesekali dia mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Ada apa antara kamu dan Vonny sebelum aku menikahinya?" akhirnya pertanyaan yang selama ini mengganjal di hatinya keluar dari mulut Ridwan.
Ridho benar-benar bingung. Apa yang harus dikatakannya? Jujur? Apa itu tidak lebih menyakitkan lagi?
"Kamu diam... Itu justru menjelaskan kalau memang ada yang kamu sembunyikan. Jangan-jangan dugaanku selama ini benar kalau dulu kamu menyukainya..."
Ridho kembali tersentak.
"Ini bukan seperti dugaan Kakak.. Dan tolong jangan pojokkan aku, Kak..."
"Lalu kenapa tidak kamu katakan saja yang sebenarnya?!" seru Ridwan. Ia sudah bersiap andaikata mendengar hal yang bisa mengoyak hatinya.
"Sudahlah, Kak... Aku kemari untuk membicarakan tentang Radit dan Lintang.."
"Aku akan pertimbangkan lagi tentang mereka kalau kamu juga mau jujur."
"Kak..." ucapnya tertahan.
"Keputusan ada padamu." Ridwan beranjak ke meja kerjanya. Menghempaskan diri di kursi. Namun matanya terus menatap adiknya.
Ridho gelisah. Radit dan Lintang. Ini kesempatan untuk mereka. Ridho sudah setengah jalan. Tapi...mengungkapkan masa lalunya dan pengkhianatan Vonny, pasti sangat menyakitkan untuk Kak Ridwan.
"Dulu... aku memang pernah berhubungan dengan Vonny..." ucap Ridho lirih.
Ridwan menarik napas. Dugaannya tak meleset.
"Lalu?" Ridwan kembali bertanya setelah ia bisa mengendalikan perasannya. Ia yakin, tak mungkin kebencian Ridho hanya karena itu. Pasti ada alasan lain.
"Vonny... dia lebih menyukai Kakak..." jawabnya gugup.
"Kenapa?" serang Ridwan.
"Mana aku tau! Mungkin karena Kakak sudah mapan sedangkan aku belum apa-apa..." Ridho makin gelisah.
Ridwan menggeleng. "Hanya itu saja? Rasanya belum cukup kuat alasan untuk kamu membencinya.. Aku tau kamu bukan tipe pendendam."
Karena dia telah mengkhianatiku, Kak! Perempuan itu telah menjebak kamu untuk menikahinya! Dia menjeratmu dengan menanamkan benihmu di rahimnya! Itu bukan karena kekhilafanmu, Kak! Vonny sengaja melakukannya... Ingin rasanya aku mengatakan semua itu. Tapi aku tak tega menyakiti perasaanmu... Hati dan pikiran Ridho makin meronta.
"Kak Ridwan... aku akan coba memperbaiki sikapku pada Vonny. Tolong pikirkan lagi hubungan Radit dan Lintang. Aku mohon, Kak..."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
PESONA DI UJUNG SENJA
RandomPandangannya menerawang jauh. Dia sangat yakin di sinilah tempatnya. Tempat di mana dia bertemu dengan gadis itu. Wajahnya tak begitu jelas karena matahari saat itu hampir terbenam. Namun sinar matahari tak mampu menyembunyikan pesona wajahnya.