"Kamu suka sama aku...?" Husein terkejut saat mendengar pengakuan Reina.Reina hanya tertunduk. Entah kekuatan dari mana sampai gadis itu berani mengungkapkan perasaannya lebih dulu.
"Kamu ingin mengikuti jejak kakakmu?" tanya Husein.
Reina mendongak menatap mata lelaki itu. "Aku nggak peduli sekalipun Kak Ridwan melarang."
"Nekat kamu! Masalah Mas Radit saja belum beres."
Ada rasa kagum yang terselip di hati Husein terhadap gadis belia itu. Wajah gadis itu memang tidak lugu seperti Lintang, tapi adakah yang menyangka kalau dia menyimpan keberanian dalam dirinya?
"Yang penting Kak Radit mau berusaha memperjuangkan cintanya. Aku pun ingin seperti itu. Kalau Kak Husein juga mau..." Reina menurunkan suaranya pada kalimat terakhir.
"Begitu ya?"
Komentar Husein membuat Reina tak enak sendiri. Sepertinya dia memang nggak punya perasaan apa-apa padaku. Keluh gadis itu dalam hati.
"Ya udah, Kak. Aku ke kelas dulu, bentar lagi ada kuliah." Reina bangkit dengan gontai.
"Kita akan berjuang bersama. Untuk Mas Radit.. Untuk Lintang..."
Reina menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. "Makasih, Kak Husein..."
Husein menghampirinya. "Dan untuk kita berdua, Reina..."
Reina terkejut. Senyum mengembang pun kemudian muncul dari bibirnya.
***
"Vonny Ibrahim... Belum puas kamu mendapatkan kakakku? Sekarang kamu masih ingin menguasainya?"
Vonny begitu terkejut ketika mendapati adik iparnya mengatainya seperti itu.
"Kamu? Sejak kapan kamu ada di sini?" tatapnya tajam pada sosok lelaki di hadapannya.
"Kenapa? Terkejut tiba-tiba aku ada di sini?"
"Bukannya... kamu ada di Beijing?"
"Ini kan rumahku juga. Jadi aku berhak kapanpun ada di sini. Kenapa? Keberatan?" ujarnya sinis.
Vonny kelihatan gelisah. "Mau kamu apa, Ridho?"
"Jangan ikut campur urusan Radit dan Lintang!"
"Oh, kamu ikut membela mereka? Asal kamu tau, aku melakukannya untuk kebaikan keluarga kita. Perempuan itu tidak pantas untuk Radit!"
"Lalu siapa yang pantas? Perempuan yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya?!" seru Ridho.
Vonny melengos. Dia tahu pasti ucapan Ridho ditujukan padanya.
"Jangan pernah pengaruhi kakakku lagi! Atau kamu akan hancur sendiri!" tatapnya dengan mata membara.
"Apa maksud kamu mengancam aku?"
"Kamu pikir aku tidak tau kelicikan kamu dulu supaya Kak Ridwan menikahi kamu?!"
Vonny tersentak. "Maksud kamu apa?" tanyanya berusaha menutupi kegugupannya.
"Jangan berlagak bodoh! Aku kenal betul siapa kamu! Aku kenal kamu lebih dari siapapun! Kita sudah saling mengenal cukup lama, Vonny.. kita bahkan pernah berhubungan.. Dan aku tidak akan pernah lupa bagaimana dulu kamu mengkhianatiku dengan menghadirkan Bian!!!"
Plaaakkk!!!
Ridho memegang wajahnya. Ditatapnya wanita di hadapannya itu yang setengah terisak sambil memegang tangannya sendiri. Belum sempat Ridho berbicara lagi, Vonny sudah beranjak masuk kamar dan membanting pintunya.
Sementara itu, di balik pintu, Radit terkejut mendengar perkataan Ridho. Tadi dia lewat dan tak sengaja mendengar Ridho adu mulut dengan iparnya. Entah kenapa ada sesuatu yang seakan menahan Radit untuk tak segera beranjak dan terus mendengarkan.
Jadi dulu Ridho pernah berhubungan dengan Vonny? Pantas saja dia terlihat begitu membenci wanita itu. Bahkan Ridho tak pernah mau ikut acara keluarga dan memilih banyak menghabiskan waktu di luar. Mungkin ini pula yang membuat Ridho tak ingin mengurusi perkebunan...
Radit menyimpan kesimpulannya sendiri lalu melangkah menuju kamar Ridho.
"Bagaimana Reina? Kamu sempat pulang dulu kan sebelum kemari?" tanya Radit di ambang pintu.
"Kan ada si Husein..." kelakar Ridho sambil tertawa.
"Mana oleh-oleh dari Beijing?"
"Memangnya kamu nitip?" komentar Ridho asal.
"Nggak perlu nitip. Tadi pun aku sudah dapat oleh-oleh darimu. Pertengkaranmu dengan Vonny..." goda Radit.
Ridho terperanjat. Wajahnya langsung berubah. "Jadi kamu dengar semuanya?"
"Tenang saja. Aku akan tutup mulut." Radit menghempaskan diri di tempat tidur.
Wajah Ridho terlihat menyelidik. Radit agaknya memahami ekspresi kakaknya.
"Aku tidak akan minta macam-macam darimu. Hanya...bantu aku meyakinkan Kak Ridwan."
Ridho tersenyum kecut. "Tentang Lintang?"
Radit mengangguk.
Ridho merangkul bahu Radit. "Heh, adikku! Tanpa kamu minta pun, aku datang kemari memang ingin membantumu."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
PESONA DI UJUNG SENJA
RandomPandangannya menerawang jauh. Dia sangat yakin di sinilah tempatnya. Tempat di mana dia bertemu dengan gadis itu. Wajahnya tak begitu jelas karena matahari saat itu hampir terbenam. Namun sinar matahari tak mampu menyembunyikan pesona wajahnya.