Aishite Kurete Arigatou

307 23 0
                                    

Aishite Kurete Arigatō

(愛してくれてありがとう。)

"Tsubaki..." Aku masih ingat dengan jelas bagaimana suara yang terdengar bergetar itu keluar dari mulutnya. Ini kedua kalinya aku melihatnya menangis tepat di hadapanku, sama seperti saat ibunya meninggal, ia terlihat rapuh, masih terlihat seperti Kousei yang dulu dan hal itu semua membuatku kembali membatu. Aku tahu, banyak luka di dalam sana yang tak bisa kubayangkan, fisik maupun batin. Saat itu, yang bisa kulakukan hanya menepuk pundakknya, berusaha menenangkannya meskipun hal itu tak berguna. Karena, yang Kousei lihat hanyalah Kaori seorang. Sedangkan gadis itu kini telah tiada, gadis musim semi itu pergi meninggalkan Kousei sama seperti saat ibunda Kousei pergi. Lelaki itu menyukai Kaori meski berkali-kali mengatakan tidak.

Aku tahu, sangat tahu.

"Dia pergi, sama seperti saat itu..." Gumamnya terlihat menerawang sekeliling toko kue sederhana bernama 'Proissant', katanya ia merindukan tempat ini, terlalu penuh dengan kenangan.

Aroma kue kacang menyeruak ke indra penciumanku, aku mengangguk, mengetahui maksudnya.

"Aku tak akan bisa lagi bermain piano." Ujarnya seperti itu hingga membuatku bangkit dari dudukku dan menatap matanya. Apa maksud semua ini?

Bisa kulihat matanya melirik sebuah piano putih dengan vas bunga di atasnya. Sebenarnya, kenangan macam apa yang Kousei miliki?

"Kousei sadarlah, kau hanya bermain piano untuknya? Dan setelah dia pergi kau tak akan bermain kembali? Omong kosong! Jangan katakan hal itu padaku!"

Bahu Kousei mulai berguncang, ia mengepalkan tangannya. "Nyatanya aku tak bisa lari dari hal itu."

Kecewa, kecewa untuk yang kesekian kalinya.

"Lihat sekelilingmu Kousei! Lihatlah! Banyak yang menyayangimu! Tapi kau tak sedikitpun menyadari apa yang telah mereka lalui bersamamu. Lihatlah sekelilingmu, begitu banyak yang peduli padamu saat kau hanya peduli pada satu orang...." Aku meraung padanya, air mataku tumpah tanpa henti. Aku hanya ingin mengatakan padanya, kalau aku peduli denganya, jadi tak perlu ia meratap. Melihatnya seperti ini saja sudah membuatku tergores berkali-kali lipat daripada sebelumnya. Karena ia membiarkan luka yang belum sembuh dibasuh dengan air garam. Perih.

"Persembahkan musikmu itu pada orang yang kau sayangi, Kousei. Tak ada hal yang salah dengan hal itu! Tapi kau tak melihat sekitar, apa selama ini hanya Kaori yang ada di matamu? Tak pernahkah kau melihatku? Atau Ryouta?"

"Maaf." Kousei masih tak bisa menatap mataku, aku bangkit dengan hentakan keras lalu pergi menjauh darinya. Cukup sampai disini, biar Kousei merasakan arti kehilangan sebenarnya, biar dia tahu, apa yang berbeda jika tak ada orang peduli di sekelilingnya, biar ia tahu.... Kalau banyak yang menyayanginya.

===

Musim semi memang sudah berlalu, musim yang selalu dia kagumi karena pada saat itu seorang Kaori—gadis musim semi datang kepadanya memberinya sedikit keberanian untuk masa depannya.. Mengingat hal itu aku hanya meneguk ludahku kembali. Terlalu banyak luka untuk Kousei.

Aku sudah lama pindah melanjutkan SMA di luar kota meninggalkan semua kenangan masa kecilku bersama Kousei yang masih saja meratap. Walau demikian, aku tetap merindukan Kousei, saat melihat bintang di langit yang kubayangkan justru dirinya.

Kenangan lama terus membalut jalanku, setiap ingatan itu membuatku kembali jatuh, kedalam dasar jurang, lebih dalam lagi.

Waktuku harus terus berjalan. Itu satu-satunya yang ada di benakku selama ini.

Dan kini, Kousei tepat berada di hadapanku. Apa yang ia lakukan di sini?

Aku mematung, beberapa helai yang tertiup angin dengan raut wajahnya masih terlihat jelas di persimpangan sana, dengan kaku menyiratkan sebuah senyum. Ingin aku katakan padanya untuk enyah dari pandanganku, aku butuh waktu untuk bisa menyapanya dan aku butuh waktu untuk membunuh semua perasaanku terhadapnya. Aku hanya butuh waktu.

Under The Cherry BlossomsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang