6

51 5 0
                                    

"Aku bisa sendiri." aku menghempaskan tangannya dengan kasar ketika ia mencoba membersihkan ice cream di bibirku. ia terdiam, aku sibuk menyesap benda manis yang sejak tadi menggodaku.

"Kita udah beda, gak sama, semua gak bisa diubah seperti dulu lagi." Tatapannya dingin, masih memojokkanku dengan raut wajahnya yang menyebalkan.

"kenapa ngajak ketemuan lagi?" tanyaku panas dan sinis. "belum cukup sama yang kamu lakukan selama ini?"
Ia menatapku dengan tatapan memelas, aku menangkap sinyal kesalahan di matanya. tapi, aku tak peduli, rasa kasihanku telah habis untuknya. aku muak menatapnya, pertemuan ini tak akan terjadi jika dia tak bersungut-sungut seperti di telepon tadi.

"aku mau meminta maaf." ucapnya lugu namun penuh rayu. "aku bersalah."

"baru sadar sekarang? kemarin kemana aja, bodoh!"

"aku menyesal. aku menyesal. aku menyesal."

"tiga kali ada kata menyesal."

"aku menyesal!"

"empat kali."

"Camila..." ia memanggil namaku lembut, aku tak bisa menahan tatapanku agar tak menyorot matanya.

"apa?"

"maafin aku."

"aku udah maafin kamu bahkan sebelum kamu minta maaf."

"sungguh?"

Aku mengangguk tanpa pikir panjang, tak ingin percakapan ini berlangsung dengan lamban. aku ingin semuanya berakhir. Dan, semoga wajah busuk ini tak lagi kutatap.

"aku menyesal, Camila."

"lima kali, cukup. aku bosan dengar kata menyesal jika kamu sendiri tak pernah mencoba untuk berubah."

"aku harus berbuat apa agar kamu benar-benar ikhlas memaafkanku?"

"tidak perlu, semuanya sudah lewat, aku tak perlu ingat-ingat yang lalu. Semuanya sampah!"

Nada bicaraku mendiamkan gerak bibirnya, ia menatapku dengan tatapan minta dikasihani.

"jangan menatapku dengan tatapan bodoh seperti itu, rasa kasihanku sudah habis terhadapmu, brengsek!"

Ia tak banyak bicara, hanya mendengarkan aku yang terus saja mengumpatnya dan memakinya. tiba-tiba perasaan kesal itu muncul lagi, bayang-bayang pahit itu kembali berserakan. aku tak bisa menahan diriku untuk tak memikirkan peristiwa itu. saat aku mendapati dirinya berciuman dengan seorang wanita di sebuah club. aku ingin semuanya berlalu dan hilang seperti angin. sungguh, aku tak ingin mengingat cara dia menyakiti dan mengkhianatiku, tapi aku terlalu lemah.

Aku tak bisa menyangkal diri, bahwa aku benar-benar mencintainya, dia sudah menjadi bagian dari napasku selama beberapa tahun terakhir. aku tak mungkin bisa melupakan seseorang yang telah mengisi hari-hariku dengan begitu cepat. aku butuh waktu. tapi, semua di luar prediksiku, saat aku ingin melupakannya, dia malah hadir. Berkata maaf, mengucap kata menyesal, dan segala kalimat yang mampu mencairkan hatiku yang sudah sangat beku.

Aku hanya bisa membohongi diriku sendiri. memakinya, mencemoohnya, dan menghujaninya dengan kata-kata kasar, namun sebenarnya aku tersiksa. Aku tak bisa menyakiti seseorang yang kucintai, aku lelah terus-menerus menyangkal diri sendiri. Aku mencoba menyadarkan pikiranku yang sempat goyah, kembali meletakkan akal sehatku pada kenyataanyan yang ada. Aku tak mungkin lagi menerimanya kembali, sekeras apapun dia memintaa maaf padaku. meskipun dia harus meradang, meronta, atau berlutut di hadapanku.

Setelah lama kudiamkan, dia menangis. seluruh mata pengunjung cafe bergeser ke arah kami. ini air mata pertamanya yang pernah kulihat, bertahun-tahun ia tak pernah menangis di hadapanku. apakah ini juga bagian dari kebohongan?

"sudahlah, Calum. aku bukan gadis tolol yang bisa kau permainkan lagi. jauh-jauh dari pandanganku, atau perlu menghilanglah dari muka bumi ini!"

"aku akan menghilang tanpa kau minta, Camila."

"baguslah, sadar diri!"

"dan, tidak akan pernah kembali."

"itu lebih bagus, selamanya kalau perlu!"

"iya, selamanya."

Dia mengulang kata 'selamanya' dengan tatapan yang bodoh disertai mata yang sembab. aku tak ingin membuang-buang waktuku. Aku membayar ice cream dengan uangku sendiri, meninggalkan Calum yang masih menggigil karena perkataanku.

Mampus kau! seruku dalam hati. aku tertawa senang. aku berhasil menyakitinya. aku tak menyesal berpisah dengannya. Oh, Tuhan, jadi ini rasanya bahagia?

Sempurna!

bohong.//c.hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang