“Dapat banyak hari ini?”,
Bandi duduk disebelahku sambil mengusap keringat di lehernya.
Aku mendengus sengit, “Boro-boro, penumpang bis sekarang pelit-pelit”
Bandi tertawa dan menepuk punggungku, menawarkan sebatang rokok. Tanpa kata aku menerimanya, lalu menyulutnya, tanganku memegang plastik berisi gorengan yang dibungkus kertas putih,
“Lo mau?”,
Aku menyorongkan gorengan itu kepada Bandi, dan lelaki bertampang sangar itu menggeleng,
“Gua mau beli nasi padang di sana, lumayan, masih ada sisa narik kemarin”, gumam Bandi sambil berdiri, melangkah menuju warung nasi padang kumuh di samping terminal.
Aku menatap ke arah Bandi yang menghilang di balik pintu warung. Lalu mendesah, menatap ke gumpalan plastik berisi gorenganku. Dua potong tempe dan dua tahu isi dengan cabai rawit. Tadi uang hasil ngamenku nggak dapat banyak, jadi aku harus puas makan siang hanya dengan gorengan.
Setengah hati kubuka bungkusan gorengan itu dan mengambil sepotong tempe, lalu mengunyahnya. Sial benar nasibku ini, terpuruk di sini, jadi pengamen terminal kampung rambutan yang kumuh dan tak bersahabat. Dulu aku berangkat ke jakarta dengan segudang impian, menumpang kapal pengangkut barang yang membawa muatan dari Tarakan ke Jakarta, sembari menghidupi diri sebagai kuli angkut barang.
Setibanya di Jakarta, aku masih membawa mimpi-mimpi itu. Dengan berbekal tiga potong baju yang sudah di seterika emak licin-licin, dan selembar ijazah SMA, aku mimpi menjadi pegawai kantoran seperti di film-film. Tetapi nasibku memang berahkir seperti di film-film pula, hanya film tentangku adalah film mengenaskan. Ketika tidur di halte bis Grogol setelah berputar seharian mencari pekerjaan, kelelahan menerima penolakan, aku di rampok dua preman bersenjatakan pisau, yang mengambil tas ransel berisi ijazah dan 3 helai pakaiannya, pun uang senilai limapuluh ribu, sisa uang hasil dari dua minggu jadi kuli dan anakbuah kapal. Tak puas merampokku, dua preman itu juga menghajarku sampai babak belur.
Itu kejadian setahun yang lalu. Dan sekarang, berkat bantuan Bandi, preman terminal kampung rambutan yang tak sengaja kukenal, aku bisa bebas ngamen di bis jurusan Kampung Rambutan - Bekasi dan setidaknya punya tempat tinggal untuk sekedar berteduh dari panas dan hujan.
Jangan bayangkan tempat tinggalku seperti rumah rumah yang bertembok dan beratap genting. Rumahku hanyalah gubuk kayu lapuk di sebelah lokasi pembuangan sampah, gubuk seukuran 4x4 tanpa kakus tanpa perabot, hanya tikar kasar yang terasa gatal kalo ditiduri.
Gubuk itu dihuni banyak orang, kadang ada 3 orang saja yang tidur di situ, kadang bisa sampai 10 orang, tergantung berapa preman menggelandang yang butuh tempat berteduh malam itu. Dan karena isinya preman-preman menggelandang semua, bayangkanlah sendiri bagaimana baunya.
Tidak perlu kujelaskan, baunya seperti campuran orang yang belum mandi sepuluh hari ditambah rokok dan minuman keras, kalau kau tak biasa, kau pasti akan merasa mual mencium bau apak yang campur aduk di gubuk kami itu.
Tapi memang begitulah nasibku, mau bagaimana lagi? Ini lebih baik dari berpindah dari satu halte bis ke halte bis lain, dari satu emperan toko ke emperan lain, tak bisa tidur nyenyak karena cemas akan dirampok atau bahkan dibunuh ketika sedang lelap. Kehidupan di jalanan itu kejam, dan itu juga yang memaksaku untuk kadang-kadang menjadi kejam. Tapi semiskin-miskinnya aku, aku tidak pernah berbuat kejahatan.
Itulah yang selalu dihina Bandi dari diriku, mungkin juga keteguhanku itulah yang sekaligus dikaguminya, membuatnya mau bersahabat karib denganku. Aku tidak pernah mencopet, menjambret dan semua kegiatan kriminal lainnya, oh, aku memang kadang-kadang minum dan mabuk, itu membantuku dari kekalutan meratapi kesialanku, tapi sedapat mungkin aku menghindari melakukan perbuatan yang sekiranya merugikan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Santhy Agatha
Любовные романыKumpulan cerpen Santhy Agatha ini merupakan buah kisah pendek hasil pemikiran serius dan pendalaman karakter yang penuh warna. Cerpen di sini akan memberikan berbagai emosi di dalam jiwa, ada airmata, ada senyum kebahagiaan, ada kepedihan, ada rasa...