Bab 2 : Pangeran yang Hilang

5.5K 131 4
                                    

Hari ini adalah hari yang cukup cerah. Pagi - pagi sekali Andin sudah datang kerumah gue untuk berangkat bersama.

"Hai Shei, gue nebeng lagi ya hari ini, motor bokap gue lagi di service, nih." Kata Andin sambil datang ke meja makan gue dan memakan satu buah apel.

"Iya, Ndin. Santai aja, udah biasa nebeng kan?"

"Hari ini siapa yang nganter nih? Naik kendaraan apa?" Tanya Andin seraya memunculkan cengiran khasnya.

"Kakak gue. Naik mobilnya. Dia lagi libur kuliah soalnya."

Mata Andin berbinar binar dan segera merapikan rambutnya yang cukup kusut.

Gue hanya bisa menggeleng melihat kelakuan sahabat tercinta gue itu.

Beberapa saat kemudian, kak Erno datang dan mengajak kami berangkat. Tanpa berpikir panjang Andin menarik tangan gue sambil berbisik memohon untuk duduk didepan bersama kakak gue, dan gue pun menyetujuinya.

Selama perjalanan, Andin terlihat selalu mengambil kesempatan untuk mengobrol bersama kakak gue. Tetapi, kakak gue merespon Andin dengan jawaban singkat atau hanya dengan senyuman kecil. Walaupun Andin kecewa, gue yakin Andin gak akan menyerah untuk mencari perhatian kakak gue.

Gak kerasa, kita sudah sampai di sekolah. Dengan perasaan sedikit terpaksa Andin keluar dari mobil kakak gue. Saat sampai didepan gedung, gue melihat Alvin —pangeran tak bermahkota gue— dan tanpa sepengetahuan gue, Andin melihat gue senyum senyum sendiri.

"Ceilah Sheila senyum aja terus,ngeliat siapa sih?" Tanya Andin penasaran sambil celingak - celinguk mencari 'objek' yang membuat gue senyum - senyum sendiri.

"Apasih Ndin? Enggak ngeliat siapa - siapa kok. Cuma ngebayangin lu salting aja tadi di mobil gara - gara ada kakak gue." Jawab gue, mengelak.

"Hm, dasar pinokio, kalo boong hidung lu kembang kempis tuh. Please deh ya Sheilaku sayang, gue temenan sama lu udah 9 tahun dan gue pasti tau gerak gerik lu, kalo lu sedih, kalo lu laper bahkan kalo lu lagi BAB dicelana aja gue tau, Shei." Terangnya dengan muka sok tahu.

"Aneh - aneh aja sih lu, Ndin. Gak usah soktau deh."

"Hmm? Gue tau lu kok, tadi lagi ngeliatin pangeran sipit elu itu ya? alias Alvin. Hahaha ciee." Goda Andin sambil lari menuju kelas.

Sambil menggerutu gue terpaksa menyusul Andin.

-Skip-

Jam istirahat, gue dan Andin melakukan rutinitas, yaitu menikmati makan di kantin. Tiba - tiba kita di kagetkan oleh suara seorang laki - laki.

"Permisi, boleh ikutan duduk disini gak? Soalnya gak ada tempat duduk kosong lagi nih." Kata lelaki itu dengan tampang tak berdosanya.

Gue menoleh kesumber suara tersebut, ternyata itu adalaaaaah ALVIN. Gue sangat kaget, jantung gue berdetak gak karuan, dan gue sama sekali gak bisa berbicara apapun. Dengan kepedean yang luar biasa Andin tersenyum dan menjawab, "Yaudah sini bareng aja Vin, duduk disebelah Sheila tuh kosong."

Alvin membalas senyuman Andin dan duduk disebelah gue.

Selama Alvin duduk disebelah gue, gue merasa seperti orang gila. Gue gak bisa berhenti tersenyum dan sangat salah tingkah! Gue berharap Alvin tidak menyadarinya.

Setelah kejadian menyenangkan di kantin tadi, gue dan Andin kembali ke kelas kami.

"Ndin, bayangin! tadi gue duduk disebelah pangeran tanpa mahkota aaaa terbang deh, gue seneng banget." Gue merasa sangat berbunga - bunga.

Akhir dari Sebuah PersahabatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang