Bab 5 : Akhir dari segalanya

4.6K 178 15
                                    

Hari ini cukup berat buat gue, karena hari ini adalah hari pernikahan Mama gue untuk yang kedua kalinya. Kak Erno, Bianca, gue dan Luther sudah berkumpul bersama untuk menyaksikan pemberkatan pernikahan mereka. Gue sebenarnya belum ikhlas merelakan Mama gue bersanding dengan laki-laki lain, tapi gue harus terlihat ikhlas demi kebahagiaan Mama.

Umur Mama sudah berkepala 4 tapi gue yakin dia berhak atas kebahagiaan yang dulu sempat tertunda.

Hari ini juga terasa sangat asing untuk gue, selain gue akan mempunyai kakak baru, gue juga merasa kehilangan 2 pelangi yang dulu selalu memberi warna dalam hari - hari gue dan selalu melukiskan senyum setelah air mata gue mengalir. Ya, mereka adalah Alvin dan Andin. Setelah sekolah kami libur kelulusan dan Andin pindah rumah, gue gak pernah lagi mendengar kabar dari mereka.

Tiba - tiba handphone gue berbunyi dan memecah lamunan gue.

"Halo?" Ucap gue.

"Halo, Shei. Apakabar? Ini Alvin. Gue ada kabar buruk, Shei." Suara laki-laki disebrang sana terdengar sangat panik.

"Alvin? Kenapa? Gak pernah ada kabar, tiba-tiba mau kasih tau kabar buruk. Jangan bikin gue khawatir gini dong." Balas gue.

"Maaf, Shei, tapi Andin kecelakaan saat mau berangkat ke pernikahan mama lo." Ucap Alvin.

Jantung gue berdetak kencang, gue panik, kaget dan sangat khawatir. Sosok yang gue rindukan selama ini datang dengan kabar yang tidak baik. Gue belum siap untuk kehilangan siapapun lagi, untuk saat ini.

"Hah? Vin, jangan bercanda. Lo serius?" Gue bertanya meyakinkan.

"Gue serius, Shei. Untuk apa gue bohong sama lo. Sekarang keadaan Andin kritis dan terus manggil nama lo, gue mohon banget lo kesini, tolong, Shei." Suara Alvin terdengar sangat parau.

"Gue gak bisa,vin. Gue lagi di pernikahan nyokap gue. Ini hari besar untuk keluarga gue. Gue doain dari sini. Maafin gue banget, Vin. I hope she will be okay. Sekali lagi, I' m so sorry."

Tidak terasa air mata mulai menetes di pipi gue, make up gue yang sudah gue pakai di wajah gue terlihat sangat berantakan. Bagaimana di hari yang seharusnya gue merasa bahagia, gue
malah menangis?

"Tolong, Shei. Ini bisa aja hari terakhir lo ketemu dia. Lo maafin dia lah kali ini aja. Inget kalian pernah sedekat nadi, please, I'm begging you. Gue dan Andin akan menunggu kedatangan lo di rumah sakit melati ruang ICU. Gue harap lo dateng, Shei."

Gue segera memutus sambungan telefon dengan Alvin dan mematikan handphone gue.

Gue terdiam membatu, mencerna setiap kata yang baru saja diucapkan oleh Alvin. Gue benar- benar tidak tahu apa yang harus gue lakuin sekarang. Gue membiarkan hati gue mengambil keputusan, tanpa berpikir gue melangkahkan kaki keluar dengan tampilan yang bisa terbilang berantakan dan pergi menuju rumah sakit dimana Andin dirawat.

Sesampainya disana gue bertemu Alvin dengan muka gelisah dan terlihat sedang menunggu kedatangan gue.

"Alvin!" teriak gue memanggil namanya. "Dimana Andin?" gue sangat amat khawatir sekarang.

"Hmm, hai, Shei. Long time no see, ya? You look great." Sapaan Alvin membuat gue semakin kacau, ada apa sebenarnya? Dia terlihat baik-baik saja dan seperti orang bingung?

Alvin melanjutkan kata-katanya, "Sebelumnya gue minta maaf sama lo. Gue tau pasti lo sangat khawatir, panik dan sebagainya. Maafin gue, Shei... Sebenarnya Andin gak kecelakaan, dia ada di mobil gue, nunggu lo."

"Apa? Lo lagi bercanda atau enggak sih, Vin? Gak lucu tau gak? Gue sangat panik, gue udah buru-buru ninggalin pernikahan nyokap gue dan lo cuma nge bohongin gue?! Gue bener-bener gak ngerti jalan pikiran lo." Gue marah.

Akhir dari Sebuah PersahabatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang