[2] I {Still} Survive

56 6 1
                                    

------

Xxxxx, xx Xxxx

XXXX

XXXXXXXXXXXX

XX.XX

------

"Di mana ini?"

Pasir, butiran-butiran pasir yang tidak mungkin dapat terhitung jumlahnya, mereka berserakan di mana-mana. Dengan menopang tubuh menggunakan seluruh kekuatan yang ada, pandangan ke depan, melihat pepohonan kering mulai hidup kembali yang tidak begitu jauh di depan mata, mungkin sekitar lima puluh meter dari tempat ini. Hewan-hewan mulai bersiap-siap untuk bermain di musim semi. Bunga-bunga mulai bermekaran.

Argh! Kepalaku sakit sekali, aku tidak bisa mengingat apa-apa, tapi yang jelas, aku harus bertahan hidup. Seingatku, aku barusan melaksanakan misi, naik pesawat, dan sisanya... kenapa?! Aku tidak bisa mengingatnya! Tubuhku sakit sekali dan aku tidak bisa menggerakan kaki ataupun tanganku dengan baik. Berjalan seperti orang cacat, aku coba melangkahkan kakiku, satu persatu, dengan perlahan masuk ke dalam barisan prajurit pohon yang mulai hijau kembali.

Perutku menggeram, lambungku meminta makan, hatiku berkata, "makanlah," sementara otakku berkata, "bagaimana??" aku sangat lapar, mungkin aku sudah tidak makan selama tiga atau empat hari, di hari ketujuh aku mati.

Untungnya aku belum mati, dengan langkah tertatih-tatih, aku terus berjalan. Mengambil dahan yang keras, aku gunakan sebagai tongkat. Berjalan berhati-hati, tapi mungkin tidak begitu baik, kakiku mulai menjadi sangat tak berdaya. Aku terjatuh dan menghantam tanah yang cukup keras. Aku coba untuk bangkit lagi, dan duduk untuk mengobati sakit yang kurasakan. Menggunakan dahan yang cukup lurus, aku ikat dengan kain agar menjadi penopang kakiku. Membaik, sekarang aku harus mencari sebuah tempat untuk berkemah, mengingat hari sudah mau berpindah menjadi sore.

Dengan mengumpulkan banyak kayu kering yang berserakan di sekitarku, aku membuat sebuah api unggun. Dengan beberapa ranting dan batu sebagai pelindung, api unggun telah siap. Tetapi, di mana pemantikku? Aku mencarinya di kantong bajuku, tidak ada. Kantong celana, tidak ada juga. Ah, aku harus memakai batu. Aku mengambil dua batu kering dan mencoba membenturkan keduanya, berharap mendapat percikan. Tidak ada, yang ada hanyalah pecahan batu, bodohnya aku. Aku mengambil sebuah ranting, meletakkan serabut-serabut kering di sebuah batu, dan menggesek-gesekkannya di atas serabut itu. Untungnya, sebuah percikan membuat serabut itu terbakar. Aku langsung meletakkannya di kayu bakar dan api mulai muncul, dengan sedikit tiupan, pastinya. Duduk di dekat api, aku menghangatkan tubuhku. Dingin sekali, dan malam mulai tiba. Dengan mengumpulkan daun-daun kering, aku menambah bahan bakar agar api tetap menyala. Dengan beralaskan tanah dan beratapkan langit, malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang.

Aku melihat Flank, jatuh dari pinggiran kapal, aku mencoba untuk menggapainya....

"Flank!!!"

Dia jatuh, dan aku tidak bisa menyelamatkannya. Aku mengikutinya ke dalam air.

"ARGH!" aku langsung mengangkat kepalaku.

Mimpi buruk lagi, seperti beberapa hari yang lalu. Melihat kayu yang telah menjadi arang, sinar matahari menyongsong hari yang baru. Tumbuhan mulai menjadi hijau dan daun-daun sudah mulai bermunculan. Lumut belum terlihat, tetapi mulai bermunculan setelah didinginkan oleh musim salju kemarin. Masih berbaring, aku meraba tubuhku, masih lengkap. Aku bangun, dan mencoba untuk membuat tempat kemah yang lebih baik lagi. Mengumpulkan daun-daun hijau, kulit kayu sebagai tali, dan daun yang cukup lebar, aku mulai menyusun dahan-dahan yang kuat sebagai atap. Enam dahan kutancapkan miring dan diikat dengan tiga dahan panjang agar kuat, dua pondasi di kiri dan di kanan. Dengan daun-daun yang lebar sebagai atap dan daun-daun hijau sebagai alas, sepertinya malam ini aku akan tidur dengan nyenyak. Lapar, sejak kemarin aku lapar. Mengambil tongkat, aku bengkokkan dan kujadikan busur. Ranting-ranting yang banyak berserakan kutajamkan dengan pisau lipatku, menjadikannya sebagai anak panah.

Aku siap berburu.

Berjalan di pagi yang cerah, banyak kelinci yang berkeliaran. Aku melihat dua kelinci berjarak 10 meter di arah barat, satu rusa dengan jarak sekitar 20 meter dari arah utara, dan sisanya kosong. Beruntung, tetapi tidak begitu beruntung, aku berpindah agar aroma tubuhku tidak terbawa oleh angin ke arah mangsaku. Karena percaya diri, aku mencoba untuk menembak rusa itu. Aku menarik tali busurku, anak panah melesat ke arahnya. Meleset, dan rusa itu kabur. Sial. Rusa itu pergi jauh dari tempat ini, melakukan gerakan zig zag, walaupun tidak kukejar.

Aku mencoba memanah lagi, kali ini kelinci. Dengan berhati-hati dan mencoba mendekati, aku mengendap-ngendap sampai sekitar 3 meter. Tali busurku mengencang, dan aku melepaskan tembakan. Panah itu seperti misil pesawat, tepat kena sasaran. Kelinci satunya langsung kabur. Aku mengambil kelinci itu, memakai pisau lipatku, dan mengulitinya. Kulit berbulu itu jatuh ke tanah, isi perutnya juga. Aku hanya tertarik memakan dagingnya, daging yang berwarna merah agak tua. Tulang belulang dan jeroan kutinggalkan, mungkin ada beruang yang ingin menyantapnya.

Kembali ke perkemahan, aku duduk di 'rumah sementara'ku yang terbuat dari tongkat dan daun ini. Menusukkan sebuah anak panah di daging kelinci itu, aku membakarnya. Hmm, aroma dari kelinci bakar sepertinya enak. Setelah matang, saatnya santap pagi. Enak dan gurih, dagingnya mirip daging ayam. Aku berdiri dan pergi untuk mencari lebih banyak makanan lagi.

------

Hari ke-5

------

"Sepertinya aku harus kembali ke peradaban, tidak mungkin aku harus tinggal di sini selamanya." gumamku dalam hati.

Ya, jika aku berlama-lama di sini, aku mungkin bisa gila atau diserang beruang. Untungnya belum. Lagipula, siapa tahu, Titan mungkin menyerang ke sini. Ah, tidak mungkin. Dengan membuang kemungkinan konyol itu, aku berdiri, dengan sedikit topangan. Kakiku sudah agak lebih baik, atau mungkin tulangnya telah membusuk. Mengambil tongkat setiaku, aku berjalan pincang, menyusuri hutan pohon pinus yang mulai berdaun lagi. Pohon dengan daun-daun besar juga berdiri di dekat hutan ini.

Mungkin aku telah berjalan sejauh 10 mil dan tidak ada apapun. Aku ... tidak kuat lagi ..., Inilah batasku. Terbaring dan semuanya menjadi gelap untuk kesekian kalinya. Mungkin untuk selamanya....



Continue?


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Project Nova October: Definitive Path [SUSPENDED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang