Aku berjalan di sore hari yang cerah dengan langit berwarna jingga. Cerah mentari menyinari bumi ini seperti senter bercahaya kuning kecokelatan yang menerangi ruangan saat mati lampu. Aku melangkahkan kakiku di taman dekat rumahku. Rasanya menyejukkan. Bayangkan saja: jalanan berbatu, rumput bergoyang, kupu-kupu berterbangan ke sana kemari dengan formasi tak beraturan, dan pohon rindang di sisi bukit taman menggelengkan kepalanya mengikuti alunan angin sepoi-sepoi. Lampu taman yang belum hidup menandakan matahari belum mau tidur.
"Ah, ini pasti baru jam empat sore," gumamku dalam hati.
Ya, empat sore di hari Jumat yang biasa saja. Layar di setiap papan informasi Taman Baterai menunjukkan tanggal 29 Oktober 2021. Seingatku, taman ini tidak berubah sejak dahulu. Hanya ada perbaikan di jembatan pembelah kolam kecil tempat orang memancing dan bukit kecil tempat orang-orang biasanya berkumpul. Aku senang berguling di bukit itu, waktu masih kecil. Sekarang? Berumur enam belas tahun, aku hanya dapat tersenyum melihat anak-anak bermain kejar-kejaran layaknya pencuri dikejar polisi dan berguling layaknya pahlawan penuh aksi. Awan serupa bunga kol pun memancarkan wajah putihnya yang menunjukkan garis perak dalam setiap kehidupan.
Aku masih berjalan di taman ini pada jam empat sore. Walaupun sedikit panas, angin sepoi-sepoi menyelimutiku dari terik matahari sore. Burung-burung gereja mengepakkan sayap mereka, dengan aerodinamika yang terdapat dalam lekukan tubuh mereka. Mereka menghilang begitu saja ke horizon di depan, tergantikan oleh pemandangan gedung pencakar langit. Dengan antena yang cukup tinggi, gedung yang menjulang tinggi mencakar langit senja.
Kakek-nenek berpasangan seperti sepasang buah ceri di atas kue tart dihiasi sprinkles--dalam kasus ini, sprinkle-nya adalah makanan burung merpati. Burung-burung yang tadi terbang, kukira menghilang, tapi sebenarnya sedang menyantap biji-bijian--yang tergolong enak bagi mereka.
"Ryse! Kemarilah, dasar kau bedebah!"
Suara yang tak asing lagi bagiku menggema di telingaku. Di mana suara itu terdengar, masalah mengikutiku. Ironinya, itu karena masalah sepele waktu Senin malam lalu.
"Oh, sial!" kataku sambil berlari tanpa melihat ke belakang.
Aku berlari keluar dari taman itu secepatnya. Masalah yang aku hadapi itu tidak begitu besar, sebenarnya, tetapi tetap saja. Seketika masalah di depan muka, itu tidak akan berakhir baik, bagiku ataupun bagi yang punya masalah denganku. Aku berlari sambil mengeluarkan headset-ku, mengurai kabelnya yang terbelit-belit seperti masalahku, lalu memasangnya di kedua telingaku dan langsung memutar lagu kuno: OST. MGR – Stains of Time.
Aku berlari ke blok pertama dan belok kanan di blok kedua. Meloncati kap mobil taksi yang sedang berhenti di lampu merah. Melihat ke belakang, aku melihat Greg dan gerombolannya berlari mengejarku. Greg dengan temannya, Hid--yang berbaju merah bergaris-garis merah hitam, bercelana cargo, berwajah penuh jerawat, dan berseringai seperti ingin menarik seluruh uang dari ATM miskin yang bisa berjalan.
Masalah kami sebenarnya bukan uang atau pemalakan, tetapi ketika di bar, Senin malam, aku tidak sengaja menyenggolnya. Bir Guinness, Black Stout, gelas besar, jatuh dan sayangnya membasahi bajunya. Aku langsung menyeringai sambil pergi, menaiki motor Kawasaki berwarna merah neon.
Dua orang di belakang sepertinya kembar. Kembar.... Ah! Itu si kembar Proctor, Henry dan John Proctor. Mereka berdua ditakuti di sekolah SMA asal mereka. Kenapa SMA asal? Karena mereka sudah pindah sekolah sampai lima kali. Sekarang, mereka tetap sama, hanya melakukan perudungan di luar mata sekolah. Mereka berdua memakai jaket training Adidas berwarna neon hijau-kuning dan celana training bermerk sama yang berwarna hitam. Harry memakai topi snapback hitam, dan John--dengan rambut pirang yang sepertinya telah memakai minyak rambut melambai-lambai--berteriak dan mengumpat ke arahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Project Nova October: Definitive Path [SUSPENDED]
Ciencia FicciónRemake dari Project Nova October, cerita ini merupakan cerita yang sama, yaitu seorang pria terjebak di tengah kekacauan dunia ini. Bagaimanakah nasibnya? Apakah akan seperti manusia pada setiap cerita kehancuran atau akan berubah dengan tak terduga...