Petrichor {13}

7.1K 685 59
                                    

Tiga Belas

Januari mengantarku pulang hingga depan pagar. "Sepuluh ribu," katanya, sambil menadahkan tangan.

"Kamu cocok ya, jadi tukang ojek."

"Orang ganteng emang cocok jadi apa aja." Senyum asimetrisnya terentang sempurna.

"Ganteng? Gangguan tenggorokan, maksud kamu? Udah ah, aku mau masuk. Dah."

"Thanks ya, buat hari ini. Aku seneng banget. Sampai ketemu nanti...."

Kata-katanya membuatku menghentikan langkah dan berpaling lagi kepadanya. Kok dia jadi mendadak sok manis?

"Harusnya lo ngomong kayak gitu ke gue, Jul."

Idih!

Aku pun meleletkan lidah kepadanya, lalu mengambil langkah cepat menuju pintu.

Entah bagaimana menjelaskannya, perasaanku lebih lega daripada biasanya. Apakah ini semacam perasaan senang? Bahagia? Dan apakah semua ini karena Januari? Yang benar saja! Cowok menyebalkan seperti dia, mana bisa membuatku merasa bahagia?

Baiklah, baiklah. Aku mengakuinya. Hari ini, pertemuanku dengan Januari berakhir menyenangkan.

Saat aku baru masuk rumah, kudengar suara kendaraan berhenti di depan pagar. Aku menahan langkah, menoleh ke arah suara itu berasal. Mobil Daraz berhenti.

Aku menunggu Daraz keluar, namun tak ada seorang pun yang keluar dari mobil itu. Delta juga tak kunjung muncul dari kamarnya. Kurasa, Daraz dan Delta sama-sama berada di dalam mobil.

Apa yang sedang terjadi? Apa yang mungkin terjadi di antara mereka berdua? Apakah mereka sedang bertengkar?

Apakah Daraz menceritakan hubungan diam-diam kami kepada Delta?

Astaga! Ini tak boleh terjadi!

Serta-merta aku keluar rumah, berlari menuju pintu pagar. Aku harus menghentikan upaya Daraz. Namun, setiba di depan mobilnya, aku melihat pemandangan yang berbeda dengan apa yang kupikirkan sebelumnya. Aku melihat mereka sedang...

... berciuman.

Sesaat aku terdiam. Pikiranku didera kekosongan sebelum rasa sakit datang dan perutku mual. Bodoh! Bodoh! Bodohnya aku! Kenapa aku tidak berpikir mereka sedang melakukan hal menjijikan ini di sini?!

Saat aku hendak melarikan diri, Daraz menatapku dari dalam sana, menghentikan percumbuan itu. Wajahnya tampak terkejut. Kemudian Delta menatapku dan tampak malu-malu.

Aku bergeming. Rasanya, aku ingin mengambil batu dan melemparkannya ke kaca mobil.

*

'Aku bisa jelasin. Ini nggak seperti yang kamu lihat, Juli,' isi pesan Daraz, beberapa saat setelah kejadian itu.

Alih-alih membalasnya, aku mematikan ponsel setelah Daraz berusaha meneleponku tiga kali. Alasan. Ya, Daraz pasti akan membuat alasan. Seperti saat dia berusaha meminta maaf atas kegagalan pertemuan kami pada malam itu di Rendezvous Cafe. Apakah kali ini dia akan bilang kalau ciuman itu Delta yang mulai dan dia sendiri tak bisa menghindar? Omong kosong! Memangnya, cewek-cewek zaman sekarang sudah seagresif itu terhadap para cowok?!

Cemburu? Tentu saja! Siapa yang tidak cemburu melihat pacarnya berciuman dengan...?

Oke. Aku tahu, Delta adalah pacar Daraz yang sah. Secara status. Secara teknis. Tetapi, bagaimanapun, aku juga punya hak untuk cemburu dan marah. Aku mencintai Daraz, dan Daraz juga mencintaiku, dan dia bilang akulah pemilik hatinya dan Delta hanya keputusan paling salah yang pernah diambilnya. Dan aku juga pacar Daraz.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang