7th Spiral: Kingdom of Cats

62 14 0
                                    

Konon katanya kucing itu kalau hidup terlalu lama, dia akan berubah jadi siluman.

Yah ... setidaknya itu kata orang Jepang sih. Sejujurnya aku tidak pernah ambil pusing soal itu. Setidaknya tidak sampai aku benar-benar mengetahui kalau ungkapan itu bukan cuma omong kosong belaka.

Pagi itu seperti biasanya aku pergi ke kantor, kemudian meluncur kembali ke jalanan padat kota Jakarta untuk mengantar paket-paket klienku. Setelah berkutat dengan kegilaan dan kengerian lalu lintas kota, sorenya aku pulang ke rumah. Tapi tidak seperti biasanya, sewaktu aku melintasi jalan yang biasa kulalui, aku menyadari ada sesuatu yang lain.

Tepat di tengah jalan, aku melihat seekor kucing tergolek lemas. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi sepertinya dia baru saja ditabrak oleh kendaraan yang melintas di jalanan. Dari kondisinya, lukanya sih tidak terlihat parah, tapi kucing itu tidak bisa bergerak. Entah karena syok, atau memang ada luka dalam yang tidak terlihat dari luar.

Yak. Aku tahu tindakanku bisa dengan mudah membuatku jadi perkedel, tapi aku tidak bisa membiarkan kucing itu mati begitu saja. Jadi aku melakukan hal yang bisa dibilang konyol oleh sebagian besar orang: aku berhenti di tengah jalan, turun dari motor, mengangkat tubuh lemas sang kucing, kemudian kembali ke atas motorku.

Aksiku tentu saja mengundang serentetan sumpah serapah disertai suara klakson yang bersahut-sahutan dari kendaraan lain yang terpaksa menghindar, atau bahkan berhenti di tengah jalan akibat ulahku. Tapi aku tidak peduli. Pokoknya aku tidak mau membiarkan kucing itu terbaring di tengah jalan menunggu ajalnya.

Tentu saja aku tidak lalu meninggalkan kucing itu untuk pulih dengan sendirinya, aku membawanya ke dokter hewan terdekat yang kutahu. Untung saja luka kucing itu tidak parah, sehingga dia seharusnya akan segera pulih dengan perawatan yang tepat.

Setelah mendapat perawatan, aku membawa kucing malang itu pulang ke rumahku. Aku hanya berharap kalau kucing itu sudah sehat nanti, dia sanggup untuk pulang ke tempat tinggalnya. Bukannya aku tidak mau memeliharanya, tapi aku sudah punya peliharaan seekor ikan.

Ikan dan kucing kan bukan pasangan peliharaan yang tepat.

Tapi ternyata dugaanku salah.

Si kucing terlihat sama sekali tidak tertarik dengan ikan peliharaanku. Sesekali dia mendekat ke akuarium, tapi tidak pernah terlalu dekat sampai aku khawatir kucing itu bakal mencoba memakan ikan peliharaanku. Anehnya, kadang aku merasa kucing itu malah takut dengan ikanku, entah apa sebabnya.

Tidak terasa, tapi sudah hampir seminggu aku memelihara kucing itu.

Dari kondisi fisiknya, kurasa dia sudah cukup sehat untuk pergi. Aku tahu tindakanku tidak tepat, tapi pada akhirnya aku sengaja berhenti memberi makan kucing itu. Dengan begitu, aku berharap dia mengerti kalau tempat ini sudah tidak nyaman lagi baginya dan memutuskan untuk pergi.

Sayang sepertinya usahaku tidak berjalan dengan baik.

Dia memang pergi di malam hari, tapi di siang hari, kucing itu pasti kembali dan tidur di kursi teras rumahku. Aku selalu menemukan kucing belang hitam itu sedang tidur pulas saat aku pulang kerja. Dan setiap aku datang, kucing itu pasti terbangun dan mengeong pelan, seolah-olah dia ingin menyambut kedatanganku.

Apa boleh buat, pada akhirnya aku memutuskan untuk memelihara kucing itu, sampai dia memutuskan saat yang tepat untuk pergi. Toh, tidak ada salahnya juga. Selama aku merawatnya, kucing ini tidak pernah membuat masalah, bahkan menurutku, dia ini malah kelewat kalem untuk seekor kucing.

Terkadang, aku malah mengira kalau kucing ini bukan kucing biasa. Soalnya setiap kali aku menatap matanya, ada kilat kecerdasan di mata kucing itu.

Spirals: Chain of (Extra) Ordinary StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang