Yang tersesali tidak bisa mengobati
Kalvin hanya bisa duduk mematung disalah satu single sofa diruang keluraga. Ruangan yang selalu menjadi saksi bisu amarah Kalfa padanya, jika kerap kali Kalvin berulah. Jadi wajar saja kalau sekarang tubuhnya dipenuhi keringat membanjir. Berbeda dengan Kalvin, Avisa duduk termenung. Dia sama sekali tidak memikirkan apapun, kecuali kesedihan atas kepergian sang kakek.Suara dehaman Kalfa memecah kebisuan yang tercipta sejak tadi dirungan ini. "Ayah akan bicara serius sama kamu, Vin!" mendengar namanya dipanggil, Kalvin memberanikan diri menatap Kalfa. Sebelum melanjutkan ucapnnya, Kalfa melirik Avisa yang masih terdiam, seolah hanya tubuh tanpa raganya yang ada disini.
"Dan Avisa" berbeda dengan Kalvin, saat memanggil gadis itu suara Kalfa melembut. Avisa mendongak pelan tanpa ekspresi.
"Pertama, mulai besok Kalvin akan bekerja" Kalvin dan Alya tersentak dengan penuturan Kalfa. Pekerjaan apa yang akan dijalani seorang mahasiswa yang hanya bermodalkan ijazah SMA seperti Kalvin? cleaning service?
"Bekerja di perusahaan dengan menjadi karyawan biasa. Walaupun kamu anak ayah, tapi ayah tidak akan mempermudah jalanmu" helaan napas terdengar dari Kalvin. "Kuliah Kalvin bagaimana, yah?"
"Tentu saja kamu akan tetap kuliah, kamu bisa bekerja setelah jam kuliah kamu selesai"
"Tapi Fa, kenapa Kalvin harus bekerja sekarang? Biarkan saja dia kuliah hingga selesai baru mulai berkerja" Kali ini Alya yang mengajukan protes pada suaminya. Kalfa menggeleng cepat.
"Dia harus bekerja untuk menghidupi keluarganya, Al" saat mengucapkan itu pandangan Kalfa tertuju pada Avisa yang masih membisu.
Kalvin terpaku, apa sekarang ayahnya akan lepas tangan untuk membiayai dirinya? Membayar kuliah dan segala kebutuhannya sendiri? Bukan, bukan hanya kebutuhannya, tapi juga kebutuhan dirinya dan Avisa. Mendadak kelapanya terasa berat memikirkan beban yang harus ditanggungnya saat ini.
Seolah menyadari raut wajah gelisah Kalvin, buru-buru Kalfa menyela "Ayah tetap akan membiayai kuliah kalian sampai selesai, dan menyokong dana untuk satu bulan kedepan. Setelah satu bulan itu segala kebutuhan kau dan Avisa, menjadi urusanmu" Kalvin merasa sedikit kelegaan dihatinya. Dirinya tengah mengingat-ingat berapa jumlah uang tabungannya saat ini, sepertinya cukup untuk mencukupi kehidupannya dan Avisa di bulan berikutnya.
"Dan Avisa.." Lagi suara Kalfa melembut saat berbicara dengan Avisa. Dirinya tidak ingin gadis itu menjaga jarak dengan keluarganya, jadi sebaik mungkin Avisa akan diperlakukan sama dengan kedua anak-anaknya.
"Ya pak" jawab Avisa pelan.
"Ayah! Mulailah untuk memanggilku begitu" pinta Kalfa yang dijawab dengan anggukan ragu dari Avisa. "Ayah ingin kamu fokus pada kuliahmu dan tidak usah lagi bekerja"
Kali ini dengan tanpa takut Avisa menatap Kalfa, tidak bekerja lalu bagaimana dia akan membiayai kuliah dan kesehariannya. " Tapi pak.. ehm maksudku Ayah. Bagaimana aku akan membiayai kul.."
"Ayah akan membiayai kuliahmu sampai selesai, dan untuk kebutuhanmu. Jika kamu mendengar ucapan ayah tadi. Kalvin yang akan menggantikanmu bekerja, jadi Kalvin yang akan memenuhi kebutuhanmu" Kalfa memotong cepat kalimat Avisa.
"Tapi, tidak perlu begitu. Aku bisa melakukannya sendiri, biarlah dia bekerja untuk kebutuhannya dan aku bisa bekerja untuk kebutuhanku juga" Avisa tidak ingin Kalvin kehilangan sedikit pun rasa bersalahnya, hanya dengan membiayai kebutuhan hidup Avisa. Jika untuk itu saja dirinya masih sanggup.
YOU ARE READING
Magnificent Destiny
RomancePart 1-5 PUBLIC Part 6-end PRIVATE Karena kecelakaan itu, akhirnya Kalvino Alaric Mahesa harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Dirinya tidak bisa menolak, saat kakek tua yang ditabraknya meminta agar Kalvin menjaga cucu perempuan semata way...