Chapter Two : Missing (Choice 2b)

128 2 0
                                    

Aku memutuskan untuk mengikuti saran adikku, Andine untuk melihat-lihat ke loteng. Sekalian menjelajah barang kali ada sesuatu yang bisa digunakan diatas sana "mau kemana?" tanya Adikku

"katanya suruh coba di loteng?" jawabku. Aku kemudian melangkahkan kakiku menuju ke tangga yang mengarah tepat menuju ke loteng yang di ceritakan adikku "kamu ga jadi tidur?" tanyaku pada Andine yang berjalan mengikutiku dari belakang.

"masih belum ngantuk, kak" ujarnya. Dengan piyama putihnya Andine mengikutiku sambil memegang lengan bajuku dari belakang.

"kita sampai" kataku sembari mengangkat tinggi lilin yang ada dalam genggamanku, berharap agar cahayanya mampu menerangi tempat yang di sebut dengan loteng tersebut.

-kriet kriet

Decit kayu ketika terinjak menambah suasana sekitarku menjadi sedikit menyeramkan. Terlebih lagi tempat yang akan kami jelajahi tersebut merupakan tempat yang asing dan gelap.

Setibanya di loteng seekor tikus kecil melompat ke arah kami, dan menyebabkan beberapa perabotan yang di lompatinya terjatuh ke lantai. Tempat ini sangat kotor, penuh dengan debu dan sarang laba-laba menghiasi hampir seluruh ruangan.

"kamu yakin ga mau ke atas?" tanyaku pada Andine yang masih berdiri di bawah membawa lilin di tangannya. Adikku itu kemudian mengangguk dan duduk bersandar pada dinding lorong, menunggu aku yang tengah mencari keberadaan smartphone milikku yang menghilang.

Satu persatu perabotan tua berdebu yang memenuhi isi loteng aku pindahkan. Kursi kayu, sepeda tua, dan sebuah kotak kecil berisi kacamata aku jumpai di dalam ruangan tersebut. "Kursi kayu ini sepertinya masih bagus, aku akan minta ayah untuk menurunkannya besok" gumamku pelan sembari mengusap permukaannya.

Hal yang sama juga aku jumpai dengan sepeda kuno yang tersembunyi jauh di dalam loteng. Walaupun kotor dan berdebu tapi kondisi sepeda ini masih layak untuk digunakan. Tapi kacamata ini....

"hmm... frame nya patah, dan kaca kirinya retak" namun bukan itu yang menarik perhatianku melainkan ukiran berwarna emas yang berkilau bahkan di kegelapan seperti ini "bisa di perbaiki tidak ya?" bisiku dalam hati.

Dengan hati-hati aku mencoba kacamata tersebut meskipun hanya sebelah saja. Tapi bukan kacamata minus ataupun plus yang aku dapati melainkan kacamata netral "netral?" pikirku waktu itu. Aku memutuskan untuk mengantongi wadah kacamata beserta isinya tersebut di kantung jaket milikku.

Beberapa menit mencari tapi aku belum juga menemukan Smartphone miliku yang masih juga menghilang. Lilin yang aku siapkan pun hampir mencapai batasnya, aku memutuskan untuk mengakhiri pencarianku di loteng dan beranjak turun.

"Din kita kembali..." ucapku tanpa menoleh ke bawah. Tapi setibanya di bawah aku tidak menemukan sosok Andine dimanapun, lilin yang dibawanya pun juga tidak ada "kemana lagi itu anak..." ucapku sedikit jengkel.

Suasana rumah semakin hening, hawa perbukitan yang dingin pun semakin terasa seiring dengan langkahku yang terasa semakin berat. Aku sampai di lantai satu, lebih tepatnya di ruang tamu. Ku letakkan lilin yang hampir padam tersebut ke atas meja dan mengambil sebuah lilin yang masih utuh dari dalam jaket.

Kusandarkan punggungku di sofa ruang tamu yang empuk dan perlahan ku pejamkan mataku "tinggal kamar mandi dan bangunan tua" ucapku pelan. Entah kenapa aku tidak kepikiran untuk sekalian menjelajahi kamar mandi di lantai dua, namun aku lebih mementingkan Andine yang entah kemana menghilang setelah aku selesai mencari di loteng.

"apa sih yang ada di pikirannya? Aku suruh tunggu malah jalan-jalan..." ucapku kesal.

-teng teng teng

Jam tua ruang tamu berbunyi, menunjukkan bahwa waktu hampir mendekati tengah malam. 11 dentangan yang panjang akhirnya usai tepat ketika cahaya lilin mulai meredup dan akhirnya padam.

Aku merogoh kantung sakuku dan mengambil sekotak korek api dari dalamnya. Dengan sebatang korek aku menyalakan lilin yang sudah aku persiapkan di atas meja. Perlahan tapi pasti kegelapan yang menyelimuti ruang tamu tersebut memudar dengan sendirinya.

-tok tok tok

Tiga buah ketukan terdengar persis seperti yang terdengar ketika aku berada di lantai dua. namun kali ini ketukan tersebut terdengar dari arah lantai satu "ah paling cuman dahan pohon lagi" ucapku mengabaikan

-tok tok tok

Bunyi yang sama terdengar untuk kedua kalinya, tapi kali ini suara tersebut terdengar dari arah yang berbeda dari yang pertama kali tadi. Memangnya ada berapa banyak pohon yang mengelilingi rumah ini? pikirku waktu itu.

Aku masih merebahkan punggungku pada sofa ruang tamu. Di tanganku tergenggam sekotak korek api dan kotak wadah berisikan kacamata yang aku temukan di loteng rumah.

-aku datang untukmu

Bulu kudukku berdiri dengan sendirinya, keringat dingin menetes dari dahiku dan terjatuh di atas meja.

Perasaan ini....

Aku dengan cepat mengambil lilin yang tersulut di atas meja dan mengangkatnya, berusaha menerangi seluruh isi ruang tamu. Hawa dingin semakin lama semakin terasa, lidahku kelu dan nafasku mulai agak berat.

"si-siapa disitu?!" ucapku sedikit terbata

Namun siapa lagi yang ada di tempat ini kecuali kami berdua? Dan kenapa mengetahui akan hal itu aku masih juga menanyakannya?

Detik serasa seperti menit, dan menit serasa seperti jam. Aku masih juga mengangkat lilin yang bercahaya itu di udara dan memutar-mutarnya ke sekelilingku. Nafasku mulai melambat, keringat dinginpun perlahan mulai terhenti.

"hah....hah..." aku berusaha mengatur kembali ritme nafasku yang berantakan namun masih juga merasa berat.

Ketika aku merasa keadaan sedikit mereda lututku tiba-tiba menjadi tidak berdaya. Aku duduk terlutut di depan sofa dan mencengkram lenganku sendiri dengan kuat berusaha menenangkan badanku yang masih bergetar kencang.

"a-apa itu barusan?" ucapku setelah berhasil duduk kembali di atas sofa

Perasaan yang aku rasakan barusan, hampir sama dengan yang aku rasakan ketika berada di kamar utama. Di dalam lemari, dan waktu itu...

Pikiranku sedikit kacau. Aku memutuskan untuk mengakhiri pencarianku. Aku ditemani cahaya lilin kecil itu kemudian berjalan menuju ke kamar tidurku. Memasukkan kunci kedalam lubangnya dan masuk ke dalam kamar. Ternyata sosok yang aku cari, Andine telah kembali duluan ke dalam kamar dan tertidur pulas. Nampak pula boneka kesayangannya terpeluk dengan erat di antara kedua tangannya.

"di cariin kemana-mana ternyata udah disini" ucapku pelan agar tidak membangunkannya.

Kuusap pelan kepala Andine lalu aku putuskan untuk tidur hanya di temani oleh cahaya lilin milik Andine.


I'm Coming for You : Midnight (Discontinued)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang