Chapter Two : Missing

308 7 6
                                    

Kicau burung dipagi hari membuatku terbangun dari tidurku yang lelap. Aku melirik ke arah jam dinding yang menunjukan pukul 6 kurang sedikit. Aku membangunkan adikku yang masih tertidur dengan sebuah ketukan di dahinya yang lebar.

"tok tok tok, ada orang?" ucapku

"Iiih...paan sih, bisa bangunin orang dengan bener nggak?" bentak adikku yang ga terima dengan caraku membangunkannya.

"lagian tu jidat ngundang banget" ucapku sambil tertawa.

Kami menyempatkan diri untuk sarapan beberapa potong roti dan segelas susu sebelum akhirnya kuputuskan untuk menelusuri lagi rumah yang sebelumnya belum selesai aku jelajahi. Untuk keseluruhan lantai satu hanya terdapat kamar tidur, ruang tamu, ruang makan dan sebuah kamar mandi yang berukuran lumayan besar "dilihat berapa kalipun perempuan ini memang cantik" pujiku tatkala melihat lukisan perempuan belanda yang tergantung di dinding ruang makan.

Andine yang mengerjakan tugasnya untuk mencuci piring nampaknya masih sibuk dengan pekerjaanya itu "Din aku mau keliling sebentar" ucapku agak keras yang disusul oleh teriakan 'Iya' dari Andine.

Di lantai satu ini terdapat 4 Kamar tidur, termasuk kamar pilihanku dan Andine yang berada di ujung barat dari rumah yang akan kami tinggali tersebut. Sedangkan di ujung timur terdapat ruang makan dan dapur. Di bagian belakang terdapat sebuah kolam renang yang sangat kotor, sepertinya belum pernah di bersihkan atau digunakan selama beberapa tahun.

-plung

Sebuah batu kecil aku lemparkan ke dalam kolam dan tenggelam dengan cepatnya "kotor sekali" gumamku. Tak luput dari perhatianku sebuah bangunan kayu kecil di ujung kolam renang. Nampak reyot dan kumuh, gudang sepertinya.

-klak

Aku buka perlahan pintu bangunan tersebut dan benar perkiraanku, sebuah gudang penyimpanan. Nampak kosong dan hanya terdapat kardus-kardus usang dan sebuah gergaji kayu tua. Dan beberapa buah sarang laba-laba juga ikut menambah kumuh tampilan gudang tua tersebut. Aku membuka sebuah kardus yang tergeletak tidak jauh dari kakiku. Terdapat sebuah paku yang berukuran agak besar dan sebuah pita berwarna putih di dalamnya.

"Kak! Ayah menelepon!" teriak adikku dari dalam rumah

"ya tunggu sebentar" ucapku sembari menutup kembali kardus tersebut dan mengembalikannya ke tempatnya.

"halo, Aldi?" sapa ayah dari seberang sana

"ya ayah? Ada apa?" tanyaku

"Ini kebetulan mama dan klien-nya tengah mengadakan seminar internasional, mungkin papa dan mama tidak bisa pulang hari ini" ucap ayah dengan nada meminta maaf

"ya kalo Aldi sih ga masalah yah, tapi sekring rumah kita terbakar dan ayah tahu sendiri kan Andine itu gimana orangnya" ucapku agak keras agar Andine juga ikut mendengarnya

"hahaha... yah maaf ya, tolong kamu jaga adikmu itu. Mungkin ayah besok atau lusa akan pulang dan membawa sekring baru untuk rumah" ucap ayah yang akhirnya memutus hubungan telepon.

"Din, ayah ga bisa pulang hari ini. Besok atau lusa katanya baru bisa" teriakku pada Andine yang tengah asik bermain dengan handphone miliknya.

"ehh? Kenapa?" tanyanya seraya meletakkan handphone-nya di atas meja

"Ibu sedang seminar, jadi ayah terpaksa menemin Ibu di kota" ucapku menerangkan

Andine nampak cemas, ketakutannya terhadap tempat gelap masih belum menghilang semenjak dirinya terkurung seharian di lemari pakaian Ayah ketika masih SD. Aku letakkan tanganku di atas kepalanya dan ku usap pelan "jangan khawatir" ucapku. Andine pun mengangguk pelan.

I'm Coming for You : Midnight (Discontinued)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang