[18.] Saling Menyakiti

821 71 12
                                    

Aku baru saja dengar, kamu temukan seseorang yang kamu cari.
Ku harap, ketika dulu kamu bersamaku, bukan karena itu.
Bahkan selama ini, aku masih ingin tahu alasannya.
Kenapa aku tidak semudah itu bisa   move on darimu.

(We Don't Talk Any More)

***

Apa mereka semua menyadari, mereka sudah merasakan cinta yang sesungguhnya, hanya saja mereka tidak sadar.

Di antara perlindungan seorang Ibu, ada cinta dari Ibu untuk buah hatinya. Sementara, air mata Ibu yang terus mengalir, adalah jalan untuk mengeluarkan cinta kepada anaknya.

Di antara seorang Ayah dan anak, ada cinta yang bersembunyi dalam ciuman di pucuk kepala. Menginginkan ia cepat tumbuh dewasa.

Di antara sahabat, ada cinta yang menyelip dalam candaan. Ada cinta dari sahabat pula yang menyempit dalam perbuatan. Mengingatkan kesalahan yang telah diperbuat.

Di antara seorang Kakak ber-Adik, ada cinta seorang Kakak yang selalu melindungi Adiknya dari para teman yang bisa saja menyakiti.

Cinta apa lagi yang mereka cari?

Maaf, jika mereka mencari Cinta yang cantik, tidak akan pernah bisa. Karena itu adalah milik seorang Rangga.

Dan ternyata, bukan juga cinta itu yang mereka cari.

Mereka mencari cinta yang terselip dalam dada lawan jenis. Cinta yang mengundang detakan jatung bergetar lebih cepat.

Namun, ada pula yang mereka takutkan, jikalau cinta itu berhasil mereka miliki, mereka raih;

Cinta yang menghilang, karena kekecewaan.

Pada dasarnya, cinta seseorang kapan saja bisa berubah. Bahkan, sudah banyak yang namanya cinta pertama yang kandas di tengah jalan.

Dan, akan menyisahkan sakit. Memberikan rasa trauma. Membuat seseorang yang mulai berusaha membangun benteng baru akan merasakan sakit yang sama juga. Karena pada intinya, dia masih trauma. Menutup hatinya rapat-rapat.

"Tar, tolong deh, jangan jadiin rasa trauma sebagai alasan untuk nolak gue!"

Tara tidak menggubris. Dia keluar dari bangkunya dan mulai berjalan menyusul Cessa yang sudah meninggalkannya sedari tadi.

Muka air Arkan berubah merah padam, "Gue nggak bakal nyerah bikin lo biar bisa nerima gue!" teriakannya mengantarkan isi hatinya tepan di pendengaran Tara.

Sontak Tara menghentikan langkanya di lorong dekat ruangan komputer. Dia menutup matanya sejenak, dan mulai menengok ke arah Arkan. Melayangkan tatapan menusuknya. Menurus iris mata Arkan.

Dan wajah Tara mulai mengkeret. Tara menciut. Benteng pertahannya raib. Jangan sampai dia mulai termakan omongan tidak guna yang Arkan katakan.

Tara memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat. Arah jam dua belas, Akan berdiri di sana dengan wajah yang pilu.

Jangan munafik. Apa yang dia benci dari seorang Arkan?

Love or Leave ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang