Kamu bisa katakan padaku untuk pergi, bila kamu sudah mengerti.
Meski aku tak yakin hatiku bisa melakukannya.Tapi raut wajahmu berkata, jangan biarkan aku pergi.
***
SENA mengaduk moccha icenya. Gelas bening di hadapannya sudah berembun. Airnya menetes, membasahi meja kayu pada cafe shop di sini. Tempat di sini, bisa dibilang sangat nyaman. Tempat yang baru saja di buka oleh Kakak kelasnya yang baru saja lulus dan memulai berwirausaha melalui cafe shop yang harganya lumayan seimbang dengan kantong pelajar.
Sena melempar snapbacknya ke arah Arkan. Arkan memekik perlahan. Keningnya terantuk dengan snapback milik Sena. Merah. Dia melengos, mengambil brosur dan langsung membuat kertas itu membola dengan sekali gerakan tangan. Dengan gerakan tangan cepat, Arkan mengantarkan bola kertas itu tepat pada kening Sena.
"Aww, sakit, goblok!" desisannya pelan.
Arkan mengoceh, "Mana ada kertas beginian bikin sakit?" tanyanya. Melempar ulang kembali tepat di mata kanan Sena.
Sena kicep. Arkan itu gila, harusnya Sena ingat fakta itu. Sena berdeham, sebelum dia mulai bertanya sesuatu. "Gue mau nanya, Kan!"
Musik mulai dimulai, sebagai penyambutan opening dalam cafe ini. Dan lampu mulai meredup, diganti dengan lampu tumblr. Sebenarnya spot pada cafe ini sudah klise. Tapi, Sena sontak menaikan alisnya. Dahinya berkerut. Dari hitungan beberapa detik, lampu tumblr menyala berderet. Ada barisan lampu yang berjejer, tapi nyalanya mulai bergantian. Ini terlihat keren.
"Nanya apa?" suara Arkan berpacu dengan musik We Don't Talk Anymore, milik Charlie Puth.
Musiknya semakin membabi buta. Semakin kencang. Dan telinga Sena mendengung. "Gue mau nanya, Kan!" katanya lagi.
"Hmm, tanya apa?" Arkan mengeluarkan ponselnya. Ini waktunya update Path. Memberikan location untuk dipamerkan. Dia mengetik dibarisan kolom status Path. 'at Cafe Shop, Jl. Taruma Negara, with Sena Mahessa' Ini bakalan jadi malam Senin yang luar biasa. Nemenin si Jomz, garis miring zombs, atau jomblo.Sampe ngelupain Ulangan Kimia. Met malem Senin, Mblo!'
"Kan, gue mau nanya!" Sena mendecak. Kini, musik Closer mulai berdentum.
"Iya bilang aja, mau nanya apa!"
"Kan, gue mau nanya!"
Kontan dahi Arkan mengerut. Bibirnya bergaris lurus. Sebal. "IYA, GOBLOK! GUE TAU, MAU NGOMONG APA!" jerit Arkan tak tertahan. Ponselnya tanpa sengaja terantuk pada meja kayu. Saking geramnya hingga menggebrak meja.
Dan sialnya, musik Closer itu mulai berhenti beberapa detik yang lalu. Arkan malu. Demi apapun itu. Kontan seluruh pasang mata milik lautan manusia di sini menatapnya. Arkan menoleh, memberikan tangan berbentuk lima, menyapa mereka semua. Memaksakan senyum kikuk. "Maaf, Mbak, Mas!" katanya.
Dan Sena mulai tertawa. Perutnya melilit. Ini lebih lucu, dari sekedar insiden hilangnya sandal sebelah Arkan di mushola pada saat Ujian Praktik shalat tahun lalu. Dan sandal Arkan mulai terlihat, ketika Pak Nasar mulai berdiri di ujung pintu ruang guru, dengan sandal yang bukan pasangannya. Tepat sebelah kiri, itu sandal Arkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love or Leave ✔
Teen Fiction(COMPLETED) Poin utama pada cerita ini, kamu akan ikut merasakan masalah yang mereka semua hadapi. Mereka akan membawamu merasakan kehancuran, keterlukaan hati, dan berusaha mengembalikan keadaan seperti semula. Mereka yang saling menyakiti, dan men...