"Crystal, kamu sudah sadar, nak?" Rita terperangah, rasa panik bercampur lega menyelimuti benaknya. Crystal mengerjapkan matanya, ia mengernyit melihat ruangan di bawah lampu yang temaram, dengan wanita paruh baya namun masih terlihat awet muda dan cantik berada di sampingnya.
"Astaga, tante panik banget Crys. Untung Dion bawa kamu ke sini." Rita mengelus bahu Crystal, membuat wanita itu kebingungan. Setelah memperhatikan dengan detail, Crystal akhirnya mengingat wajah itu. "Tante Rita?"
Rita mengangguk, lalu menyodorkan sebuah gelas berisi air mineral. "Ini minum dulu." Crystal yang masih dalam keadaan bingung tidak bisa melakukan apa lagi selain meraih gelas itu dan meneguknya hingga habis. Sepertinya ia haus.
Dalam hati Crystal merasa tenang. Seorang wanita paruh baya di hadapannya yang sangat ia rindukan kini berada di dekatnya. Mencemaskannya. Seolah ia mendapat pengganti sesosok ibunya yang telah lama ia tinggalkan. Ya, semenjak kejadian yang merenggut nyawa Deon, Crystal memutuskan untuk pergi dari rumahnya.
Beruntungnya ia tidak sendiri. Nasa--sahabatnya yang sangat baik hati mengajaknya untuk tinggal bersama. Berbagi tempat bernaung. Dan Nasa sama sekali tidak sungkan, karena dengan kehadiran Crystal, ia dapat mengurus rumah kaca yang ia miliki bersama-sama.
"Kamu masih sakit, Crys?"
Crystal menggeleng cepat. Sejujurnya kepalanya masih terasa pusing. Namun ia berusaha menutupinya, ia tidak ingin terlalu merepotkan atau membuat Rita cemas.
"Aku udah ga pa-pa kok, Tan." Kemudian Crystal mencoba berdiri, namun tangannya dengan cepat dicekal oleh Rita. "Kamu mau ke mana?"
Crystal tersenyum lemah, "Mau pulang, Tan. Sebelumnya maaf ya kalau saya udah ngerepotin tante dan juga Dion. Dan terimakasih atas perhatian tante."
Wanita paruh baya itu menghela napas sedih. Padahal ia ingin sekali menghabiskan waktu yang lebih lama dengan Crystal, karena setiap dekat dengannya, Rita merasakan kehadiran Deon di sana. Anaknya. "Apa kamu bisa tinggal lebih lama? Nemenin tante. Tante kesepian di sini," ucapnya dengan nada parau.
Crystal menoleh. Hatinya ikut berdesir, tidak kuat melihat kepedihan yang tercermin di mata Rita. "Maaf tante, saya harus pulang. Kalau tidak nanti Nasa bisa khawatir dan mencari-cari saya." Ntah kenapa Crystal merasakan penyesalan ketika mengucapkan kalimat itu.
Ekspresi wajah Rita berubah, tidak terbaca. Wanita paruh baya itu mencoba memikirkan alasan untuk membuat Crystal tetap tinggal. "Tapi ini sudah malam. Tante ingin kamu menginap di sini untuk beberapa hari. Lagipula kamu sedang tidak tinggal bersama keluargamu kan? Kamu bisa tinggal di sini, bersama tante." Rita masih bersikeras.
Crystal membulatkan matanya. Astaga, memangnya sudah berapa lama ia tertidur? Bodoh! Ceroboh sekali! Pasti saat ini sahabatnya itu sedang cemas menunggunya di rumah.
Baru saja Crystal akan menyampaikan penolakan untuk kedua kalinya, namun kata itu berhenti di ujung lidahnya. Mendadak Crystal enggan mengatakannya karena melihat raut wajah Rita yang penuh memohon. Sungguh, ia tidak tega.
"B-baiklah tante," jawabnya pada akhirnya. Crystal menghela napas pelan, senyum penuh kemenangan tergambar di wajah Rita. "Kalau urusan baju, kamu bisa pakai baju lama tante yang ada di lemari. Semuanya masih bagus. Dan untuk kamar tidurnya, kamu boleh pakai ruangan ini. Semoga betah ya, Crys. Jangan sungkan, anggap saja rumah sendiri."
Crystal hanya mengangguk pasrah tanpa menghilangkan senyuman kecil di bibirnya. Senyum palsu. Crystal mengedarkan pandangannya ke arah pintu. Dion berdiri di sana, menatap tajam ke arahnya. Sepertinya dia masih marah karena Crystal telah menyebut nama 'Deon' tadi, dan itu membuat rasa penyesalan dalam dirinya bertambah.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Destiny [On Hold]
RomanceKenapa? Kenapa ini semua harus terjadi? Kenapa di detik-detik pertunanganku Deon malah pergi? Dan kenapa juga kejadian itu harus di depan mataku? Kenapa Tuhan? Ini tidak adil. 3 tahun aku hidup seperti ini. Mengurung diri, jarang berbaur dengan siap...