Vote & Comment★
Crystal menyandarkan tubuhnya ke dinding. Ia memijit lengannya yang terasa pegal. Sebenarnya tugasnya bukan hanya sekedar menjadi pelayan saja, tapi juga sebagai tukang bersih-bersih di dapur.
Tidak ada masalahnya dengan hal itu, yang membuatnya merasa lelah adalah karena ia selalu kebagian shift sore hingga malam. Terkadang di jam-jam seperti itu Crystal harus bisa mengontrol dirinya, berusaha selalu tersenyum walaupun di malam hari terkadang banyak pengunjung yang membuat emosinya sedikit terpancing.
Seperti para pengusaha kaya yang genit. Tidak sedikit para lelaki yang pernah menggodanya terang-terangan.
Crystal harus bersabar. Tujuannya berada di tempat ini adalah untuk mencari uang, membantu Nasa. Walaupun saat ini rumah kacanya sudah mulai berjalan seperti biasa, tetap saja ia sangat membutuhkan pekerjaan ini.
Crystal menoleh ke belakang saat merasa dirinya telah dipanggil oleh seorang pelayan yang sudah berteman baik dengannya. "Iya, tunggu sebentar," balasnya kemudian merapikan pakaiannya yang agak berantakan.
Aku tidak boleh lelah.
***
Dion menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Ia menempatkan keningnya tepat di depan setir mobil, lalu perlahan ia memejamkan matanya.
Akhirnya setelah dua minggu penuh ia menghabiskan harinya untuk menjelajahi kota, ia bisa kembali ke apartementnya lagi. Proyek besar yang digandrunginya itu sudah terlaksana dengan sukses. Dion bisa beristirahat selama sepekan ini, tanpa perlu memikirkan pekerjaannya.
Dion memikirkan tempat yang kira-kira cocok untuk meluangkan sedikit waktunya sebelum benar-benar ke apartement. Namun ntah kenapa pikirannya malah tertuju ke perempuan itu. Pelayan Cafe Cholata yang menurutnya sangat mirip dengan Crystal.
Dion memutuskan untuk pergi ke cafe itu daripada ia terus menerus memikirkannya. Ia hanya ingin memastikan. Lagipula tidak ada salahnya juga, lelaki itu juga sedang ingin menikmati kopi panas di sana yang memang terkenal karena rasa yang tiada duanya.
Ia kembali melajukan mobilnya, membelah jalanan di kota yang sangat ramai.
Setibanya di sana, lelaki itu mengedarkan pandangannya. Mencari tempat duduk yang menurutnya paling nyaman. Pilihannya jatuh pada meja di sudut ruangan yang kebetulan bersebelahan dengan kaca. Mungkin tempat itu lumayan nyaman untuk dirinya beristirahat sebentar.
Sambil menunggu pelayan datang, Dion membuka ponselnya. Ia mengecek schedulle yang tertera di sana. Tanpa sadar ia menghembuskan napas lega. Minggu ini jadwalnya benar-benar kosong.
Dion memicingkan matanya, betapa terkejutnya lelaki itu saat melihat Crystal keluar dari salah satu ruangan lengkap dengan pakaian pelayannya.
Dion bahkan tidak mampu berkedip. Ternyata saat itu penglihatannya tidak ada yang salah. Crystal berada di sana. Untuk apa? Mengapa dia menjadi pelayan?
Dion menghela napasnya. Saat melihat wajah itu, ia memang tidak bisa dibohongi. Terlihat sekali bahwa perempuan itu sangat lelah. Sepandai-pandai apapun Crystal menutupinya, Dion tetap tidak bisa dibohongi.
Dion terus memperhatikan gerak-gerik perempuan itu. Ia berdecak, bagaimana bisa Crystal tersenyum seperti itu? Bahkan sepertinya ia tampak sangat gembira, apakah dia menyukai pekerjaan ini?
Crystal menghampiri salah seorang pengunjung cafe. Pria berjas yang sepertinya lebih tua di atas Dion itu tersenyum kepada Crystal. Dion mengetahui maksud dari senyuman itu, membuat dirinya benar-benar muak sekarang.
Pandangannya tidak lepas sedikitpun dari Crystal. Ingin sekali rasanya ia menghampiri pria di seberang sana, mencaci maki, atau menghajarnya sekalipun. Dari reaksi Crystal, sepertinya dia merasa tidak nyaman berlama-lama di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Destiny [On Hold]
RomanceKenapa? Kenapa ini semua harus terjadi? Kenapa di detik-detik pertunanganku Deon malah pergi? Dan kenapa juga kejadian itu harus di depan mataku? Kenapa Tuhan? Ini tidak adil. 3 tahun aku hidup seperti ini. Mengurung diri, jarang berbaur dengan siap...