Suatu saat nanti walaupun harus melawan takdirku...
aku ingin bertemu denganmu satu kali lagiUntuk melihat senyum di wajahmu...
Risma mencatat rumus-rumus yang ditampilkan dalam slide milik Pak Anwar, guru matematikanya. Mencoba untuk menjadi rajin hari ini ternyata tak sanggup membuatnya langsung mengerti pelajaran, malah sebaliknya, kepalanya menjadi jauh lebih pusing daripada biasanya ketika mendapat pelajaran matematika.
Bagi Risma, pelajaran ini adalah pelajaran yang paling sulit dan tak penting. Pekerjaan apa yang akan dilakukan Risma sehingga harus menghapalkan sederetan rumus trigonometri? Mungkin hanya guru matematika. Selebihnya tak ada, lagipula, Risma tak pernah berniat menjadi guru dalam pelajaran ini.
Merasa bosan dan pusing, Risma tak melanjutkan mencatat. Ia lebih memilih untuk meminjam catatan dari Adis. Risma yakin teman sebangkuya ini pasti mencatat dengan super lengkap. Daripada susah-susah untuk mengikuti kecepatan pelajaran Pak Anwar yang luar biasa, lebih baik Risma meminjam kan?
Pak Anwar memang terkenal karena keganasannya. Tak pernah tanggung-tanggung dalam memberi latihan soal, seringkali kelas Risma dihadiahi soal untuk masuk perguruan tinggi. Tujuannya memang baik, tapi Risma kan masih kelas 2 SMA belum ingin tamat tahun ini juga. Pak Anwar juga satu-satunya guru matematika disekolahnya yang menggunakan slide ketika menjelaskan materi. Tanpa perlu menulis dipapan tulis, materinya sungguh tak pernah bisa Risma tangkap dengan baik.
Risma mengalihkan perhatiannya keluar jendela, tak lagi ia memiliki minat untuk melihat angka-angka itu. Bagusnya lagi, tepat duduk Risma memang terletak tepat disamping jendela.
Angin sepoi-sepoi menyambut Risma membuatnya sedikit mengantuk, Risma akhirnya menyandarkan wajahnya pada kedua lengannya menghadap ke jendela.
Pemandangan diluar tampak riuh karena hari ini adalah hari kelulusan bagi murid kelas 3. Risma menatap pemandangan ini dengan tersenyum kecil.
Kakak kelas Risma telah dinyatakan lulus semuanya. Tentu saja semua siswa bergembira, termasuk guru-guru. Tapi walaupun merayakan kelulusan bagi muris kelas 3, muris kelas 1 dan 2 tetap belajar seperti biasa, mengingat mereka akan mengikuti ujian kenaikan kelas sebentar lagi.
Seperti tradisi, murid-murid kelas 3 sibuk untuk mencoret-coret kemeja mereka. Tanda bahagia karena takkan menggunakan seragam putih tersebut. Mereka tertawa dan bercanda, saling mencoret dan berlari. Namun ada juga yang bersedih karena sebentar lagi akan berpisah.
Pemandangan itu mengingatkan Risma pada masa kelulusannya dulu. Peristiwa 2 tahun lalu yang awalnya manis namun berakhir pahit. Dengan gelengan kepala keras, Risma mencoba untuk melupakan peristiwa mengerikan itu.
Namun melupakan tak semudah mengingatnya. Sampai detik ini, Risma masih mengingat setiap detail kejadian naas tersebut. Tepat di hari ini 2 tahun yang lalu, dihari kelulusannya.
Berulangkali Risma mencoba untuk melupakan kejadian itu, mencoba memulai hidupnya yang baru tanpa laki-laki bernama Weka yang menyapanya. Tanpa senyumnya dan kehangatannya yang selalu ada untuk Risma. Tanpa cinta pertamanya.
Namun setiap kali Risma mencoba untuk melupakannya, setiap itu pula ingatannya semakin kuat. Disertai dengan rasa bersalah yang mendera.
Risma tau, jika ia terus mengingat kejadian itu. Jika rasa bersalah yang menggelayuti dirinya masih ada. Ia takkan bisa maju. Melanjutkan hidupnya dengan kebahagiaan. Tapi, Risma masih meyakini, sebagian dalam dirinya masih tertinggal di hari itu. Di tempat itu. Saat kecelakaan mengerikan tersebut, menolak untuk maju bersama bagian dirinya yang lain. Mungkin benar apa kata orang jika First love will never die.
"Ma..."
Risma kembali menguap, dorongan untuk tidur menjadi semakin besar. Rasa kantuk yang ditimbulkan oleh angin sepoi-sepoi ini sungguh luar biasa.
"Risma..."
Pemandangan kakak-kakak kelasnya masih menarik perhatian Risma. Seorang perempuan kakak kelasnya berjalan dengan kedua temannya sambil berangkulan penuh tawa. Pakaian ketiga siswi itu sudah menjadi tak layak pakai karena coretannya yang banyak. Risma bertanya-tanya, apakah 2 tahun lalu ia seperti itu? Apakah mungkin tahun depan ia akan melakukan hal yang sama lagi?
"RISMA!!"
Risma tersentak kaget, Pandangan Pak Anwar kini telah tertuju kepadanya, begitu pula pandangan seisi kelas. Risma memaki dirinya sendiri dengan pelan. Bodohnya dirinya sampai lupa kalau sekarang ini adalah jam pelajaran guru paling killer diseluruh alam semesta. Dirinya malah dengan santainya tertidur dikelas.
"Apa jawaban soal nomor 5?!!" Tanya Pak Anwar galak.
Risma menatapnya takut-takut. Nomor 5 apa? Ia bahkan tak tau kalau sekarang Pak Anwar tekah mulai untuk membahas soal-soal. Risma melirik Adis dengan tatapan memohon. Adis malah sibuk menulis disebuah kertas. Risma meruntuki nasibnya yang sial.
"Kenapa masih diam saja?! Ayo kerjakan didepan!!" Seru Pak Anwar.
Soal apa yang diminta saja Risma tak tau, bagaimana caranya menjawab?! Risma menatap Adis yang masih sibuk dengan kertasnya.
"Kamu tidak tau jawabannya?! Kenapa?! Tidak memperhatikan pelajaran saya?!!" Tanya Pak Anwar lagi.
Tak ingin membuat Pak Anwar lebih marah lagi, Risma memberanikan diri bangkit dari tempat duduknya. Entah apa yang akan dijawabnya didepan kelas nanti.
"Ssssttttt..." Adis memanggil Risma. Bagaikan malaikat yang datang dari surga, ia memberikan Risma selembar kertas yang semenjak tadi ditulisnya. Berisi jawaban soal itu dengan lengkap.
Cepat-cepat, Risma mengambilnya. Menatap Adis dengan tatapan berterima kasih.
Dengan lebih percaya diri, Risma maju kedepan kelas selangkah demi selangkah. Pak Anwar masih menatapnya dengan tatapan tajam dari meja guru. Kali ini Risma tak takut karena Adis telah memberikannya jawaban yang pastinya jitu.
"Kertas apa itu?!" Tanya Pak Anwar tajam sambil menujuk kertas yang dibawa Risma.
"I-ini Pak.." Risma bingung harus menjelaskan apa. Masa ia mengatakan kalau kertas itu adalah contekan, bisa jadi lebih parah lagi kejadian ini. "R-Rumus, Pak.."
"Tak usah bawa apa-apa. Langsung saja orat-oret dipapan!" Seru Pak Anwar tegas.
Kali ini, Risma benar-benar berada didalam masalah.
����sjY��u�

KAMU SEDANG MEMBACA
The Forgotten Memory
Lãng mạnCinta adalah perjuangan, mencapai apa yang disebut dengan mimpi mimpi akan keindahan dan kebahagiaan Perasaan tak pernah bisa diatur, namun percayalah bahwa segala jenis perasaan yang diterima ada makna dibalik segalanya Ialah Risma, gadis SMU biasa...