Tuhan.. Aku menyayanginya lebih daripada aku menyayangi diriku sendiri
Aku mencintainya tulus dari dasar jiwakuNamun aku adalah belenggu
Aku bom waktu...
Yang suatu saat akan menghancurkan mimpi dan harapannyaAku mencintainya... sungguh sungguh mencintainya
Aku ingin ia selalu ada di sisikuNamun aku tak boleh egois
Ia harus bahagia...
Dengan meraih cita-cita dan harapannya
meskipun itu berartiIa akan meninggalkanku pergi...
***
"Yah... Cara paling mudah dalam melupakan cinta sih cari cinta yang baru.."
Risma menutup telinganya dan menggelengkan kepalanya keras mendengar nasehat Ayu. Sudah berulang kali ia katakan bahwa ia kepada Weka bukan cinta, hanya sahabat dan Risma kepikiran karena ia merasa bersalah. Tapi ketiga temannya itu langsung bersorak tak percaya.
"Kamu itu cantik lagi.. Pasti gampang kok dapat cowok." Ujar Sania.
"Mana mungkin kan." Keluh Risma.
"Masih nggak percaya nih anak." Kata Ayu. Ia meletakkan cermin kecilnya didepan Risma dan menata rambut Risma dengan jari-jarinya. "Coba lebih dirapiin sedikit."
Adis melipat tangannya diatas meja dan melirik Risma, "Semenjak masuk sekolah ini udah berapa kali ya kamu nolak cowok?" Nada suaranya lebih kepada mengingatkan daripada bertanya.
"Udah ah." Risma merasa gerah ditatap oleh ketiga temannya seperti itu.
Adis mengacungkan kedua tangannya kepada Risma. "Nih, Ma. Sepuluh kali."
"Berlebihan banget sih. Nggak sampai segitu lah."
"Tok tok tok... Buka tuh hati. Jangan ditutup terus. Cowok bukan cuma Weka kok, masih ada banyak diluar sana."
Risma memilih untuk tidak membalas ketiga tatapan temannya yang menghakimi. Ia mendongak sambil menutup kedua matanya. Ada rasa perih dalam hatinya saat Ayu mengucapkan kalimat itu. Risma sendiri tak tau apa sebabnya.
"Udah ah.. Aku mau ke kantin." Cepat-cepat gadis itu menyambar dompetnya dan berjalan dengan langkah yang panjang keluar dari kelas. Ketiga temannya berlari kecil mengikuti Risma.
"Eh, tunggu dong, Ma.. Jangan bete gitu." Kata Adis.
Risma tak menghiraukannya dan tetap berjalan dengan langkah cepat.
Bruk!
Sesosok tubuh tak sengaja ditabraknya menyebabkan dombetnya tergelincir dari tangannya.
"Nih. Hati-hati ya Risma." Orang itu, laki-laki. Memiliki wajah tampan dan senyum yang manis. Risma bahkan tak ingat siapa dia, mengapa ia bisa tau nama Risma?
"E-Eh.. Makasi." Risma menyambar dompetnya yang diambilkan oleh cowok tadi. Sekali lagi, cowok itu tersenyum lalu berlalu meninggalkan Risma.
"Ciyee bengong. Tersepona nih ye. Eh, terpesona.." Goda Sania yang kini telah berada dibelakang Risma.
Risma tak menggubris candaan Sania. "Dia siapa? Kok tau namaku ya?"
"Gini nih kalau cowok yang kamu tau cuma Wekaaa doang." Adis mulai lagi. "Dia itu Doni, anak kelas 2-3. Walaupun murid pindahan, dia terkenal banget lho. Sang pangertan sekolah, udah keren, pinter, tajir lagi!"
"Eh? Masa kok aku nggak tau ya?"
"Yaiyalah... Yang kamu tau kan cuma Weka."
"Stop Dis. Please Stop it." Risma menatap Adis kesal. "Tolong jangan sebut nama itu beberapa hari kedepan. Aku capek."
"Maaf..." Adis merasa bersalah. Ia menatap Risma yang berbalik meninggalkan dirinya serta Ayu dan Sania. Didalam hatinya, Adis selalu berharap, Risma bisa maju dan melupakan kejadian buruk masa lalunya itu.
-----------------------------

KAMU SEDANG MEMBACA
The Forgotten Memory
RomanceCinta adalah perjuangan, mencapai apa yang disebut dengan mimpi mimpi akan keindahan dan kebahagiaan Perasaan tak pernah bisa diatur, namun percayalah bahwa segala jenis perasaan yang diterima ada makna dibalik segalanya Ialah Risma, gadis SMU biasa...