Kulacino

639 76 37
                                    

Catatan Penulis: Ini adalah entri untuk babak final Turnamen NPC. Kulacino adalah bekas embun air berbentuk seperti dasar gelas yang biasa ada di atas meja setelah kita mengangkat gelas berisi minuman dingin. Belum resmi ada di KBBI, tapi diserap dari bahasa Italia. Aku mendapatkan kosakata ini dari Pasar Bahasa di Facebook. Masih berhubungan dengan soal pelelehan, hehe.

***

[Video dimulai.]


Apa yang Anda ketahui tentang CDP?

CDP? Apa itu?

Corpal Deliquescence Pathogen. Mungkin Anda lebih mengenalnya dengan nama the Meltdown atau MDD.

Oh. MDD. Ya, aku tahu itu. Kenapa?

Apa yang Anda ketahui soal itu?

Tidak banyak.

Ceritakan.

[Menggaruk kepala.] Ini mungkin agak panjang.

Saya mendengarkan.

[Menghela napas.] Baiklah. Begini. Kurasa aku mulai saja dari awal. Erm, aku pertama tahu MDD—apa tadi sebutannya, CDP? Corpal ...? Apapun itulah—saat teman sekelasku Pris masuk ke kelas, bersimbah keringat, dengan baju yang sangat basah. Sumpah, dia terlihat tolol waktu itu. Jadi Pris masuk, terengah-engah, dan berkata bahwa dia terlambat karena nyaris dimakan oleh seorang gelandangan. Kami semua tertawa. Guru kami saat itu adalah jenis guru yang tidak bisa diajak bercanda, jadi ia cuma melemparkan satu tatapan maut untuk mendiamkan seluruh kelas sebelum mengomeli Pris. Tetapi Pris tetap bersikukuh dengan ceritanya. Guru kami marah pada Pris karena dia terlambat. Lalu Pris bilang dia pusing. Guru kami tidak peduli. Dan akhirnya Pris bilang gelandangan yang berusaha memakannya tadi itu leleh menjadi cair di depan matanya sendiri.

Kami mulai tertawa lagi, bahkan lebih keras. Sebenarnya Pris bukan tipe pembohong—malah, kalau aku boleh jujur, dia bisa jadi anak paling jujur di kelas. Tidak seperti si sialan Wes dulu waktu aku SD. Guru kami menyuruh kami semua diam dan membiarkan Pris masuk karena prestasi Pris di kelas bisa menutupi kesalahannya kali ini. Aku tahu aku seharusnya menganggap serius peringatan Pris. Tetapi aku tidak bisa. Maksudku, ayolah—manusia, meleleh? Itu mustahil. Aku bukan ahli biologi atau fisika, jadi pendapatku mungkin tidak tepat. Tapi mana ada yang seperti itu?

Jadi Pris duduk di depanku. Matanya memohon padaku untuk percaya padanya. Tapi aku bukan tipe orang yang seperti itu, jadi aku tidak bereaksi. Belum lagi aku tidak terlalu dekat dengan Pris, jadi ... oke. Guru kami melanjutkan lagi pelajarannya seakan tidak terjadi apapun. Napas Pris menjadi tenang. Tetapi itu lalu berubah setelah satu jam pelajaran. Mendadak Pris kembali tersengal-sengal. Sumpah, aku bisa melihat wajahnya memerah. Kulitnya juga tampak agak merah, seakan dia tersipu malu di sekujur tubuh. Napasnya semakin memburu lagi, seperti seseorang habis marathon. Guru kami berhenti sebentar dan menanyakan padanya apa yang salah. Pris menggeleng untuk menjawab ....

Dan lehernya putus.

Karena aku yang duduk di belakangnya, aku adalah yang pertama bereaksi dan langsung melompat mundur. Lalu, Pris ... di depan mata kami semua, dia meleleh. Betul-betul meleleh. Setelah kepalanya jatuh dan membentur mejanya, kulitnya langsung meleleh seakan terbuat dari lilin. Rambutnya terbawa arus cairan pekat kental itu. Aku bisa sekilas melihat otot-otot di balik kulitnya sebelum mereka ikut meleleh bersama kulit, lalu tulangnya ... aku tidak bisa menggambarkannya. Kau juga pasti sudah tahu seperti apa kubangan jorok yang ditinggalkan oleh seorang Melter. Yah, temanku baru saja jadi Melter. Dan aku tidak bisa apa-apa.

Awalnya, aku jelas mengalami shock yang tidak bisa dibilang ringan. Pris meleleh. Dia benar-benar meleleh, menjadi cair, kurang dari setengah meter di depanku. Dua detik berikutnya sunyi. Lalu, akhirnya, semua orang menjerit.

Jadi aku langsung mengambil tasku dan lari keluar. Aku tidak peduli lagi dengan sekolah. Aku tidak peduli lagi dengan teman-temanku. Pris baru saja meleleh. Aku bahkan tidak bisa mencerna itu di kepalaku dengan baik. Pris meleleh. Setelah dia bercanda soal gelandangan yang meleleh. Itu ganjil. Tapi aku belum sadar waktu itu.

Di kepalaku cuma ada dua adegan: kepala Pris copot begitu saja, seakan lehernya adalah lilin cair, dan tubuhnya menyusul meleleh setelahnya.

Aku harus bersembunyi selama lima jam di rumah, mengunci diriku di kamar untuk menenangkan diri. Apa kau pernah melihat orang yang kaukenal menjadi Melter? Itu bukan hal yang mau kaulalui, percayalah. Rasanya mengerikan. Rasanya seakan kau ikut meleleh, dan pada akhirnya saat kau sudah terbiasa dengan fakta bahwa mereka sudah tiada ... kau berharap bahwa kau benar-benar ikut meleleh.

Mohon maaf, tapi saya harus menginterupsi. Tolong fokus.

Oke. Maaf. Aku keluar jalur. Oke, sampai mana aku? Ah, ya. Aku mengunci diri di kamarku dan bersembunyi selama lima jam di rumah. Lalu hal ganjil lain terjadi. Seharusnya pihak sekolah sudah menelepon ayahku untuk melaporkan bahwa aku kabur dari sekolah, 'kan? Tidak ada telepon. Sama sekali. Ayahku juga tidak mengabari apa-apa. Tapi aku tidak mau keluar dari kamarku untuk mencari tahu. Aku masih takut bayangan Pris muncul lagi di orang lain yang kulihat. Jadi aku mengintip lewat jendela.

Dan Pak Goulielmakis—tetanggaku yang sangat dermawan itu—sedang meleleh sambil membawa anjingnya jalan-jalan di trotoar.

Aku baru saja menahan napas dan kembali bersembunyi saat aku mendengar ponselku berdering. Ayahku akhirnya menelepon. Aku segera mengangkatnya. "Ayah—"

"Lisa, dengar," katanya. "Aku butuh kau untuk segera packing dan pergi dari rumah. Berlindung. Jangan sentuh siapapun, jangan sentuh apapun, hanya sentuh barang milikmu. Paham?"

Aku hanya patuh padanya. Suara ayahku gemetar saat itu. Aku cuma mengiyakan, dan telepon itu terputus. Jadi aku segera menyiapkan kebutuhan dasar seperti pakaian cadangan, minum, camilan, senjata, korek api, ponselku ... dan aku pergi.

Aku tidak pernah bertemu ayahku lagi.

Lalu bagaimana Anda bisa mendapatkan catatan ini? [Menunjukkan tiga lembar kertas.]

[Mengangguk.] Aku sedang mencari tempat berlindung dari para Melter yang ada di mana-mana, cair ataupun tidak, saat aku melihat kertas itu di atas kursi dekat suatu kubangan Melter. Aku kenal tulisan itu. Itu tulisan tangan temanku, Alfred. Dia ahli biologi. Aku tidak membacanya, tapi aku tahu itu pasti sangat penting. Alfred benci menulis. Aku memungutnya dengan jepitan dan menyimpannya dalam plastik agar aku tetap steril CDP. Sayang sekali Alfred menjadi Melter. Dia orang hebat.

Kertas yang Anda berikan sangat bermanfaat, Nona. Terima kasih. Kami sekarang selangkah lebih ... dekat ... untuk ... menemukan .... [Berdehem.] Maaf, sampai mana tad— [Terbatuk.]

Pak? Kau tidak apa-apa?

[Berdehem.] Saya tidak apa ... apa ... maksud ... semua ... ini? Kenapa ... oh, aku pusing ... aku butuh ... obat ....

Pak?

Tolong ... ambilkan ... selimutku ... Bu ....

Pak, kenapa—oh, sial. Sial, sial, sial-sial-sial—

IBU AKU MHHHAAAAUUU—

JANGAN SENTUH AKU, DASAR—SIALAN—KEPARAT—ARGH! PERGI! JANGAN SENTUH AKU! AKU TIDAK MAU—

HHHIIIIIBBBBUUUUUU—

[Berusaha berkelit untuk mencapai pintu ruang wawancara.]

[Menerkam subjek wawancara.]


[Video selesai.]


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 12, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DeliquescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang