3

255 40 1
                                    

Kulihat wajah Tyler sangat pucat. Dia menyalakan penghangat ruangan. Kurasa dia demam. Baiklah aku bisa tangani ini.

"Hey Tyler. Aku bawaan kue dan susu hangat. Ayo nikmati." kataku sambil tersenyum lebar, kuharap dia juga membalas senyumku.

"Umm.. terima kasih. " katanya fake a smile.

"Maaf, kau demam, Tie. I think you can take a nap in my bedroom."

"Ah, tidak usah. Aku bisa pulang sekarang." katanya sambil bangkit dari duduknya.

"Oh, c'mon. Rumah ini sangat menginginkanmu." aku memasang puppy face ku.

Dia hanya tersenyum. Senyuman itu sangat tulus. Ah, sudahlah. Mengamati wajahnya hanya akan menghabiskan waktuku. Dia terlalu sempurna untuk menjadi sahabat dari gadis yang kesepian. Ya, aku hanya memiliki Tyler. Orang-orang menyebutku pembawa sial. Oh, ayolah itu keterlaluan. Memang, aku bukan anak dari seorang dewa. Tapi aku juga butuh teman. Apa itu salah? Terkadang aku menyerah pada semua ini. Tetapi Tyler selalu mendukungku. Orangtuaku jarang di rumah. Biasanya di rumah hanya ada bibi Lissa dan aku jika ibu lembur.

Orangtuaku memang tidak menyukaiku. Setiap hari selalu saja ada masalah yang menimpaku. Masalah kecil saja dibesar-besarkan. Misalnya aku bangun kesiangan, aku tahu aku harus disiplin, tetapi ibuku memarahiku sampai aku harus berangkat dengan berjalan kaki.

Tyler PoV
Rumah ini sangat luas. Padahal yang menempati hanya 5 orang. Bayangkan saja, rumah ini memiliki 8 kamar tidur yang masing-masing luasnya seluas (kira-kira) 72 meter persegi. Dengan taman yang berada di sisi depan dan belakang rumah.

Aku memandang wajah Elena sambil beristirahat di sofa kamarnya. Dia memperlakukanku seperti saudaranya sendiri. Ya Tuhan, aku sangat menyukainya. Namun tak mungkin aku akan menyatakan perasaanku padanya. Mungkin yang ada malah dia tak menyukaiku dan menjauh dariku. Itu sangat menakutkan. Sahabat saja sudah cukup mengapa harus lebih? But, lucky I'm in love with my best friend.

"Ini supnya. Cepat dihabiskan ya... Agar tubuhmu merasa hangat." kata bibi Lissa yang membawakan sup jagung yang masih hangat untukku.

"Terima kasih" kata kami berdua.

"Not eat?" tanyaku

"Nope."

"Okay, try this." aku menyuapinya layaknya baby sitter.

"Enak. Jelaslah, aku yang menemukan resepnya." katanya. Aku hanya memutar mataku.

Setelah aku selesai makan, Elena pergi ke dapur untuk mencuci piring dan gelas kotor. Saat aku melihat jam dinding pukul 01.00 pm. Jam segini mana ada yang bisa menjemputku? Ayah masih di kantor, ibu pasti sedang meeting. Kakakku? Dia selalu masuk kuliah siang. Aku akan menelpon ibuku nanti, bahwa aku akan pulang sore. Mungkin Taylor-kakakku,.yang akan menjemputku. Sebenarnya aku sudah berumur 17 tahun dan boleh mengendarai motor atau mobil. Keluargaku juga sudah memperbolehkan aku untuk memakai mobil ayahku jika aku mau. Tetapi aku tidak mau, aku takut jika tidak bisa mengendarai.

Sup jagungku sudah habis. Aku meneguk air mineral yang ada di meja kecil. Saat ku ingat bahwa flashdiskku tak tahu dimana, aku sangat panik. Jelas-jelas disitu banyak file yang penting. Mmmm mungkin kuletakkan di kantong tasku. Tetapi aku tetap panik. Mungkin wajahku terlihat sangat pucat.

"Apa yang kau cari?" tanya Elena saat dia kembali dari dapur.

"Mmh flashdiskku. Entah dimana.. " kataku.

"Hey! Tadi kulihat Danny mengambil flashdisk berwarna biru dari mejamu." Gosh! Aku lupa, barang itu kutaruh di meja.

Danny Huttcherson, dia yang selalu membully anak yang tidak FAMOUS. Ya, baginya, teman yang keren itu adalah pemain basket dan cheerleader. Football players? NO. Bahkan sering ada masalah antar kapten basket, Danny, dengan kapten football, Zack Robertson.

Sudah berapa kali aku dibully olehnya? Kudengar, semua karena Elena. Elena memang cantik, pandai, dan sebenarnya sih sangat baik. Maka dari itu semua gadis membencinya dan menyebutnya 'gadis pembawa sial'. Para gadis yang memiliki boyfriend tiba-tiba hubungannya kandas begitu saja. KONON KATANYA, ELENA YANG MEMBUAT SEMUANYA BUBRAH. Mulai dari wajahnya yang cantik, semua lelaki, termasuk aku menyukainya.

Lalu entah mengapa saat semua lelaki yang mendekatinya selalu mendapat KETIDAK BERUNTUNGAN, aku tidak akan menyebutnya SIAL. Misalnya : Saat ada yang mendekati Elena, pasti keesokan harinya dia akan mendapat hari buruk di sekolah, seperti tiba-tiba mendapat nilai jelek (padahal sudah berusaha sangat maksimal) atau terkait kasus pengaduan. Tetapi, siapa peduli. Toh aku sahabatnya, dia bahagia-aku juga bahagia. Dia sedih-aku juga sedih.

Elena PoV
Tyler memandang kosong tasnya yang ada dipangkuannya. Oh, dia membuatku bosan karena dia hanya terdiam tanpa makna. Apa yang dia pikiran? Danny? Atau Jeanne yang suka mengganggunya? Entahlah aku sangat tidak ingin tahu. Aku hanya melambaikan tangan ke depan wajahnya sambil sedikit berteriak menyebut namanya. Ah, dia sadar.

"Any problem, huh?" lirikku melalui ekor mata.

"Umm, no. I'm just... uh.." dia tampak bingung menjawab pertanyaanku.

"Ya sudah. Aku ingin kau istirahat sekarang juga. Agar ibu tak mengomeliku dengan kalimat yang, MENYERAMKAN. Uh-oh aku hanya bercanda." kataku sambil tersenyum. Dia hanya memutar matanya.

----------------------------------------------------

Ah.... Tuhan masih menyayangiku. Embun masih terbentuk di jendela kamarku. Aku terbangun pukul, 5.50 am. Guess what, aku sedikit kesiangan, semalaman menonton movie marathon sendirian. Masih kurang 2 bulan lagi hari ulang tahunku. Tepat 2 bulan lagi. Aku tak sabar, apakah ada kejutan dari orangtuaku? Keluarga besarku? Dan kawan-kawanku tentunya, maksudku kalau mereka ingat kapan aku berulang tahun.

Aku hampir melupakan beberapa orang yang sedikit menerimaku. Salah satunya Kim Glyne. Dia gadis yang berbakat. Dan yang terpenting, dia masih menerimaku sebagai teman. Begitu juga dengan Luke Coleman. Dulu dia sering sekali membullyku seperti yang dilakukan Danny dan Jeanne padaku. Tetapi setelah lama-kelamaan dia bisa menerimaku juga. Dan ini semua berkat Tyler.

Lost StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang