"Perhatian, kepada Aisyah Zahira asrama 22 dimohon ke sumber suara. Telepon penting menunggu. Terimakasih." mic kantor berbunyi memanggil namaku. Aku bersama hanum menuju kantor. Ya, aku lebih dekat dengan hanum. Kami satu kota namun desa kami berbeda. Dia yang paling cocok ku ajak ngobrol, curhat, dan lainnya.
Kusambut ganggang telepon umum kantor, kuletakkan di telinga "Hallo assalamualaikum? Siapa ini?"
"Waalaikumussalam, is ini ibu sayang. Apa kabar?" suara ibuku membuat ku senang. "Baik bu, ibu apa kabar? Sehat? Bapak masih di sawah ya bu?" tanyaku. "Iya sehat nak, bapak sedang tidur istirahat di kamar. Aida masih sekolah, dia ikut les program kelas 3 SMP katanya." info ibuku tentang keadaan keluargaku. "Aiman??" tanyaku untuk kabar adik bungsuku. "Dia main layang layang is dilapangan kaya biasa sama eza. Is ibu mu ngirim uang, kamu mau nitip apa lagi? Biar sekalian aja is." tanya ibuku. "Kirim sama jilbab ku ya bu, yang disini agak pendek. Nanti bawakan yang panjang ya bu?"
"Iya nak, kamu baik baik belajar ya. Sholat ngaji jangan ditinggal, jangan berantem sama hanum dan lain." nasehat ibuku, kami ngobrol sampai waktu makan siang tiba. Kami kembali ke kamar. "Ais, hanum, disini.." ucap ainun dikantin seberang asrama. Kami putar arah menuju kantin.
••••••••••
"Cepetan dong huss bentar lagi kelas seni, entar kita telat." ucap Ainun sambil melihat lihat jam tangannya. "Iya bentar lagi,.." jawab husna. Aku duduk disamping hanum, sambil menghisap minuman yang masih tersisa sedikit sembari menunggu husna makan. Yaa, husna agak lelet dalam hal apapun. Tapi kami maklumi saja..
Jam dua kurang lima belas. Kami menuju kelas...
"Yahhh hujaann is" ucap hanum. Hujan deras menjebak kami dikantin. Kami duduk kembali di kursi. "Kamu sihh hus, lama banget. Kita alpha lagi nihh pasti! Kelas seni kan jauhh, kalo kita kesana pasti basah kuyup dehh" ainun kembali mengeluarkan amarahnya. "Iya maaf ya, ngga ada maksud kok." jawab husna.
Sesibuknya mereka berkelahi, tiba tiba... Eiitt, mataku melihat sesosok pria diujung dekat pembasuhan piring. Kubereskan piring piring ku lalu menuju kesana. Kulihat dan.. Benar, dia pria itu. Ya ALLAH, apa dia jodohku? Mengapa dia kesini saat ku ada? Aku sangat senang, dia juga berteduh di kantin ini. Ku pura pura membantu teh may membasuh piring. "Tumben nolongin, mau nambah??" ucap teh may menggodaku. "Apaan sih teh, mau bantu aja. Mumpung ngga ada kerjaan mending bantu teteh." jawabku dengan malu. "Teh, dia siapa ya? Ngapain disini? Senin lalu juga disini, asrama ikhwan kan disebelah?" tanyaku. "Oohh, namanya marhan. Dia petugas kantin ikhwan. Kaya teteh gini kerjanya. Dia baru senin kemarin diterima disini. Setiap hari dia mengambil makanan disini dan mengantarnya lewat pintu dipojok tembok dekat kamar kamu." jawab teh may dengan mata berkerut menjadi sipit. Dia tersenyum atau apa? Entahlah, cadarnya membuatku tak bisa menebak. "emang di tempat ikhwan ngga ada kantin teh?" tanyaku kembali. "Ada.. Tapi dulu. Sejak ada kasus ikhwan dan petugas kantin saling jatuh cinta, akhirnya kantin ditempat ikhwan dihilangkan." teh may menjelaskan. "Jadi?"
"Jadi kantin cuman di akhwat, mas marhan yang mengantar setiap hari. Tempat kantin di ikhwan sekarang juga jadi kamar." jawabnya lagi.
"Bukan gitu, maksudnya jadi gimana antara ikhwan dan petugas itu?"
Teteh terdiam sebentar, "mereka dinikahkan biar ngga ada fitnah. Udah ahh teteh mau nyusun piring dulu kedalam. Kamu taroh baskom ijo itu didepan yah biar nampung air hujan" ucapnya sambil masuk kedalam. Baskom kuletakkan di depan kantin, kuberbalik dan ternyata dia didepanku. "Afwan, mau nanya kamu kenal marwah?" ya ALLAH aku tak percaya, dia kembali mengajakku bicara. Tapi, marwah? "Iya, kenapa ka?" aku penasaran. "Apa dia seasrama denganmu?" tanyanya kembali. Sepenting itukah marwah? Siapanya marwah dia? "Ngga ka, dia kamar 20 saya 22. Memang kenapa ka?"
"Tidak apa, hanya ingin tahu saja." jawabnya singkat dengan senyum simpul manis. Mulutku ingin bertanya tapi titik hujan itu terhenti.. "Afwan permisi duluan ya, syukron waktunya de.." ucapnya sambil berlalu membawa keranjang beroda itu.
Ku berlari menuju sobatku yang sudah separuh jalan menuju kelas seni.
••••••••••Kelas seni usai, seperti biasa kami jalan berempat dengan tangan dipundak saling tumpuk menuju kamar paling pojok. "Num nanti temenin bentar ke asrama 20 ya. Habis ashar saja" ucapku dengan posisi rebahan.
"Ngapain is? Ehh tadi ngapain kamu kedapur umum sama teh may?" tanya hanum. "Ngantar piring sambil bantu teteh, daripada duduk ngga ada kerjaan kan mending bantuin sambil nunggu hujan." jawabku.
"Sambil nunggu hujan apa sambil liatin cowo itu ya??" tanya Ainun meledek. "Enak saja, kalian kali yang suka sama dia. Dari dulu kan emang udah kubilang ngga ada yang spesial." pemaparan dustaku, gengsinya aku mengakui hal ini. Cukup aku dan ALLAH saja yang tau. "Yang ngobrol tadi, apa yang dibicarain?" tanya hanum. "Udahh deh kalian ini banyak banget nanya, aku mau ngantar buku dulu." sambil kutinggalkan mereka. "Tunggu!! AISS!! aku ikuut.." husna meneriakiku."Hus, nanti mampir bentar ke kamar 20 ya?" kuberharap husna mau. "Okee, tapi jangan ditinggalin aku nya di perpus ya." syarat husna.
Berjalan kami menuju pulang.
"Eeiiytss, hus mau kemana? Kita kan ke asrama 20 dulu?" tanyaku sambil menarik tangannya. "Oh iya, lupa is.. Hhe."
Kuketuk pintu kamarnya, dan..
"Iya ada apa?" tanya marwah. Dia berdiri dihadapanku, aku gagu tak bisa bicara apapun. Aku bingung, apa aku harus bertanya ada apa sebenarnya antara dia dan ka marhan? Itu tidak mungkin!! Jelas husna dan bahkan marwah pun akan curiga. "Iya aisyah, husna, ada apa? Bisa aku bantu?" tanyanya. "Eengg.. Ngga kok, mau nanya saja ada yang menemukan uangku?" ucapku demi menutupi hal ini. " ku ngga nemuin apapun, hilang dimana? Yang lain sedang dikamar mandi." jawabnya.
"Oohh iya syukron, wassalamu'alaikum."Huuaaahh gugup luar biasa. Kenapa kulakukan hal bodoh semacam itu?? Malu rasanya.
"Kamu hilang uang is? Dimana? Kok ngga bilang?" tanya husna.
"Ngga, udah ketemu kok. Yukk balik" ucapku.
••••••••••