Frame 1 : Another side of him

1.3K 27 5
                                    

"Aha! itukan seragam SMA!" oke, aku telat mikir memang. Aku masuk kedalam dan 'klik' Ku tekan stok kontak hingga lampu gudang ini menyala. Dan kini aku dapat melihat sosok ini secara langsung.

"Robert?" Sahutku kaget. Anak aneh itu! Apa yang dia lakukan disini. Sendirian lagi?

"Eh,eh kamu. K-kenapa bisa ada disini?" Tanyanya gelagapan. Pluk, salah satu bola kasti jatuh menggelinding kearah kakiku. Aku menunduk untuk memungutnya.

"Seharusnya aku yang bertanya begitu." Ujarku. Robert terlihat salah tingkah, dia membenarkan letak kacamata dengan kelingkingnya. Aku mengangkat sebelah alisku memandang aneh pada robert. Kulihat keringat mulai membasahi pelipisnya.

"I-itu, aku..sedang coba² mengusut kasus ini." Kata dia akhirnya. Ah, aku serasa dapat pencerahan. Jadi begitu, ternyata robert juga penasaran sepertiku. Ya ampun samantha, kau hampir saja menuduh seseorang.

"Oh, jadi kau juga penasaran dengan kasus ini?" Tanyaku akhirnya. Akhirnya ada juga yang sepertiku.

"B-benar." Dia masih gugup sedetik kemudian dia menggaruk batang hidungnya,masih salah tingkah.

Sekarang disini aku. Ah, bukan aku. Tapi kami, aku dan robert berjalan pulang meninggalkan sekolah beriringan. Aku menceritakan keanehan yang kurasakan tentang kasus ini pada robert. Dia manggut-manggut mendengarkan ceritaku. Dia juga setuju denganku tentang pelaku kasus yang sama. Ah, ternyata tidak buruk juga berteman dengan robert. Dia ternyata tidak sombong, hanya sedikit pemalu dan gampang gugup. Begitu katanya. Haha, laki-laki aneh.

Semenjak itu, aku jadi lumayan akrab dengan robert. Seperti kataku kemarin, robert ternyata orang yang cukup menyenangkan.

Sekarang jam istirahat dan aku berjalan melawan arus orang-orang yang akan kekantin. Sepertinya aku sudah ketularan robert. Jadi aku malah berjalan kepustaka dan menolak ajakan teman-temanku kekantin.

Aku masuk kedalam ruang pustaka yang gelap. Kutelusuri satu demi satu rak buku. Hingga aku menemukan sebuah buku yang ku anggap menarik. Setelah itu aku berjalan ke tengah ruangan dan kutemukan seseorang yang sedang sibuk membolak-balik buku dimeja baca.

Robert? tentu saja.

"Hai." sapaku. Robert tersentak kaget. Aku tertawa kecil dan segera duduk dihadapannya.

"Buku apa yang sedang kau baca?" Tanyaku.

"Ngg, ini... ng i-itu...buku...yang berguna untuk menyedeliki kasus itu."

Aku hanya ber'oh' ria sambil manggut-manggut. Sepertinya robert serius sekali mengusut kasus ini. Ah, ini bagus. Aku tidak akan menyerah dan bergabung dengan robert mengusut kasusnya. Hehe, aku bahkan sudah membayangkan judul besar di sampul koran bulan depan. "DUA ORANG DETEKTIF PELAJAR BERHASIL MENGUNGKAP KEBENARAN KASUS PEMBUNUHAN"

"Sam, sam..." Suara Robert membuyarkan lamunanku tentang sampul Koran. Ah, Robert! Tidak bisa lihat orang senang ya?

"Ada apa?" Tanyaku sambil merungut. Robert mengeluarkan sebuah note dan mulai membolak-balik halamannya. Eh, ini kan note yang dia tulis-tulis waktu itu.

"Aku tau apa lagi kesamaan mereka."

"Benarkah? Apa?" Tanyaku antusias. Bagus, penyelidikan kami mulai memasuki kemajuan.

"Elliot."jawab Robert singkat.

"Elliot?" aku mengulang, sambil mengerutkan dahi kebingungan.

"Ya, benar. Kedua korban sama-sama punya masalah cinta dengan Elliot."

"Astaga!" Kataku setengah terpekik. Ternyata aku memang telat mikir! Kenapa aku baru sadar sekarang. Robert benar, kedua korban mempunyai masalah cinta dengan Elliot.

Behind His GlassesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang