Halo psycho readers (/^-^)
Maaf yah author lama hiatusnya, jadi lah cerita ini mengalami sedikit keterlambatan update/?
Makasih banget buat yg udah wait for this story so long, sampe neror author segala (ʃƪ ˘ ³˘)Dan maaf juga kalo part ini agak gaje, soalnya ini msih dalam masa pemulihan mood menulis readers ._.
Happy reading and don't forget to leave votement ^^
note : chapter ini dibuat hanya untuk membuat readers semakin tersiksa/?
***
Seperti biasa, pagi ini Evan kembali melayaniku sebaik mungkin dengan membawakan senampan penuh sarapan yang berisikan roti panggang dengan selai coklat dan susu. Yah, meskipun aku gak terlalu suka susu sih, tapi dia maksa banget katanya bagus buat kesehatan.
But, ada satu berita yang baik hari ini. Yaitu... Aku udah boleh pulang ke rumah! Yippie! Lega juga akhirnya Evan ngebolehin aku pulang. Rasanya tuh kaya terbebas dari kurungan selama beribu tahun. Lebay? Gak apa-apa, yang penting aku senang!
Berhubung hari ini aku lagi seneng sama Evan, gak apa-apa dong kalau sekali-kali aku juga ngeberesin apartemennya dia? Tau yah cowok 'kan jorok. Tapi kalau Evan sih gak jorok-jorok amat, cuma kebiasaan gitu bajunya diberantakin ke mana-mana.
Selesai dengan kamarnya Evan, kali ini aku beranjak ke dapur. Cuma ada piring sisa tadi pagi yang aku sama Evan pakai buat sarapan. Baru beberapa menit di tempat nyupir -nyuci piring- tiba-tiba ada yang mengetuk pintu apartemen Evan.
Perasaan selama di sini aku gak pernah lihat ada orang lain datang selain Evan sama antek-anteknya saja. Apa mungkin Evan?
"Tapi... Ini 'kan masih pagi, Evan udah pulang?" gumamku lalu berjalan ke pintu.
Aku kaget, iya kaget! Soalnya yang mengetuk pintu bukan Evan, tapi ibu-ibu.
"Loh? Kamu siapa?" tanya ibu di depanku. Mungkinkah mamanya Evan?
Aku gugup seketika. "Ngg... Saya... Ervin tante. Tante? Mamanya Evan yah?" tanyaku ragu.
Biasanya nih, kalau seorang cewe ketahuan nginap di rumah cowonya bisa berabe urusannya. Ribet bin ruwet deh pokoknya. Apalagi dari yang ku lihat, penampilan mamanya Evan tuh bisa dibilang simple sih tapi kelihatan ningratnya. Rapi, elegan, pokoknya kaya istri-istri pejabat.
"Ervin?" mamanya Evan terlihat berpikir. "Oh, kamu yang namanya Ervin?" tanyanya dan aku mengangguk. "Kamu pacarnya Evan 'kan?" tanyanya lagi dan aku kembali mengangguk.
"Ya sudah, mari kita ngomong di dalam." Ajak mama Evan. Tuh 'kan datang deh lemotnya si Ervin, mestinya 'kan tadi yang ngajak masuk ke dalam aku bukan si tante.
Sekarang aku sama tante Risa -mamanya Evan- sudah duduk di sofa ruang tamu. Aku buatin jus jeruk sama sediain kue kering setoples di meja kecil.
"Kamu udah berapa lama pacaran sama Evan?"
GLEK!
Pertanyaan si tante bikin malu ih. Bisa kupastikan wajahku sekarang memerah kaya wortel. Lah? Wortel 'kan oranye Ervin -__-
"Mm... Tante kok nanyanya begitu sih?"
Tante tersenyum sebentar, "Kamu malu yah? Pipi kamu merah begitu," katanya sambil menunjuk wajahku. Udah aku bilang 'kan?
"Hehe," aku nyengir innocent. "Jelas malu lah tante... Belum biasa sama pertanyaan begitu dari tante," kataku sambil tersipu.
"Ya sudah... Terus, boleh tante tahu kenapa kamu ada di sini pagi-pagi?"
Duh, pertanyaan si tante selalu sukses bikin kesedak. Mesti jawab apaan ini? Duh, gimana jawabnya yah?
"Ngg... Itu... Aku lagi init ante, engg..."
"Kamu kok gugup begitu sih? Jawab aja yang jujur, tante juga gak bakal marah."
"Tapi... Anu, ini tante..."
"Ya udah tante ganti pertanyaannya." Kata tante menyudahi. "Kamu udah berapa lama nginep di sini bareng Evan?" yang ternyata cuma berganti ke pertanyaan yang lebih ekstrim.
"Hah? Kok tante, tau sih?" tanyaku kaget.
"Ya jelas tau dong. Ngapain juga kamu ada di sini pagi-pagi kalau bukan karena habis nginap di sini? Iya 'kan?" tanya tante sambil menaikkan satu alis. "Jadi, udah berapa lama? Hmm?"
"Mm... Sekitar, lima hari?"
"Hah? Lima hari? Kamu udah di sini selama lima hari?" tanya tante gak percaya. Aku hanya mengangguk pelan, takut si tante marah sama aku.
Tapi tidak, tante gak marah. Tapi bisa kulihat, saat ini sepertinya tante sedang berpikir tentang sesuatu, Evan barangkali?
"Tante? Kok ngelamun sih?" tanyaku yang tampaknya membuyarkan lamunan mamanya Evan.
"Ervin," nada bicara tante serius. "Evan... Dia gak pernah macam-macam 'kan sama kamu?"
"Eh? Maksud tante? Macam-macam?"
"Iya. Seperti... Melakukan sesuatu di luar batas?"
Aku terbelalak. Ini pikirannya tante sebenarnya ke mana? Ya ampun, gitu-gitu Evan baik kok tante, jaga aku banget malah.
"Ih, tante curigain Evan yah?" tanyaku selidik.
Tante menggeleng, "Gak Ervin, bukan sesuatu seperti 'itu' maksud tante. Yah, seperti... Misalnya, melukai kamu? Sakitin kamu secara fisik?" tanya tante yang sekali lagi membuatku shock.
"Gak kok tante, gak ada acara nyakitin secara fisik begitu," elakku cepat.
"Kamu yakin? Serius? Kalau memang benar, gak apa-apa Ervin, kamu cerita aja sama tante,"
"Tante aku serius. Beneran! Evan itu gak pernah macem-macem yang kaya tante bilang tadi." Kataku meyakinkan. Aku heran sama mamanya Evan, maksud pertanyaan yang tadi itu apa yah?
"Huuh... Syukur deh kalau gitu." Tante bernafas lega. "Maaf yah, pertanyaan tante pasti aneh banget?" tanya tante seakan mengerti kebingunganku.
"Hehe, gak kok tante. Gak apa-apa," ujarku.
"Tante mungkin berlebihan Ervin, tapi..." tante menggantungkan kalimatnya.
"Tapi apa tante?" aku jadi penasaran.
"Gak deh, mungkin gak sekarang. Lain kali aja yah Ervin," ujar tante sambil tersenyum. Tapi senyumnya agak mencurigakan, kayanya tante nyembunyiin sesuatu deh tentang Evan.
"Kok lain kali tante? Sekarang aja, gak apa-apa kok," aku mendesak.
Tante menggeleng pelan, "Belum saatnya sayang, nanti yah... Kalau sudah waktunya, tante yang akan hubungi kamu langsung. Ok?"
Mau apa lagi? Kayanya untuk saat ini cuma bisa mengangguk pasrah sama tante.
Setelah itu, kami lanjut mengobrol dengan pembahasan yang tak seserius sebelumnya. Tante cerita tentang kehidupan beliau sama suaminya dan Evan. Lumayan, sedikit mengorek info tentang keluarga Evan.
"Ya udah, tante pulang dulu yah," tante berpamitan.
Aku dikasih kecupan di pipi kiri dan kanan sama tante, kemudian ku antar beliau sampai halaman luar di mana sudah ada mobil yang tampak mewah terparkir cantik.
"Kamu jangan kelamaan tinggal berduaan sama Evan, gak baik!" bisik tante dengan nada jahil. Aku cukup mengerti dengan maksud tante.
"Ih, tante apaan sih? Gak bakal kok tante," kataku sambil cekikikan.
"Ya udah, kamu hati-hati di rumah. Nanti kalau Evan pulang, kasih tau kalau tante datang. Ok?"
"Sip tante, beres!" kataku sambil mengacungkan jempol.
Kemudian tante Risa pun berlalu dengan mobil mewahnya, dia mengemudikannya sendiri. Mama mertua yang keren. Eh? :D
Tiba-tiba pertanyaan tante Risa yang mencurigakan tentang Evan terbersit di pikiranku. Jadi penasaran, ada apa yah sama Evan? Kok harus nunggu waktu yang tepat? Terus, waktu yang tepatnya itu kapan?
Sambil menunggu waktu yang tepat, aku cuma bisa menerka-nerka sendiri rahasia yang disembunyikan tante Risa dariku tentang Evan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My 'PSYCHO' Boyfriend
Teen FictionAwalnya begitu manis dan menyenangkan. Hingga akhirnya makin ke sini, pacar gue kok makin aneh, ya? Beneran aneh! Serius! -Ervin Alvira Kamu gak boleh bandel ya, sayang.. -Evan Wijaya Kisah seorang gadis bernama Ervin, yang menjalin hubungan dengan...