6 - Mistake

13.3K 736 2
                                    

Senin pagi yang cerah, Evan dan Ervin berada dalam satu mobil, mobil Evan tentunya. Mereka berangkat sekolah bersama pagi ini.

"Ih, males banget tau gak." gerutu Ervin manja sambil mempoutkan bibir mungilnya.

"Malas kenapa, hmm?" tanya Evan sambil fokus ke jalan.

"Ini kan hari senin, Van. Berarti kan entar kita upacara dong? Kan males, harus panas-panasan, mana pembinanya juga ngomong panjang lebar, kan kelamaan berjemurnya.." keluhnya.

"Jadi kamu mau apa, hmm? Aku sewain ojek payung biar kamu di payungin di tengah lapangan?" tukas Evan bercanda.

"Ihh, Evaann! Gue tuh gak bercanda tauu.." Ervin mencibir ke arah Evan, yang membuat cowok itu terkikik geli.

"Yaudah sabar aja, itu kan udah kewajiban sayang." tutup Evan sambil tersenyum manis ke arah Ervin dan dibalas juga dengan senyuman yang tak kalah manisnya. Tak lama kemudian, mereka sampai di tempat tujuan, sekolah.

"Jangan malas-malasan yah, belajar yang bener biar gak nge-stuck mulu tuh otak." pesan Evan sambil merangkul pundak wanitanya, berjalan melewati berpasang-pasang mata di koridor.

Merasa jadi pusat perhatian, Ervin hendak melepas rangkulan sang pacar. "Evann, diliatin orang ih.. malu tau!" bisiknya.

Bukannya dilepas, Evan malah mempererat rangkulannya, hal itu tentu menyentak kaget Ervin. "Gausah perhatiin orang lain ihh, kamu kan lagi sama aku." balas Evan berbisik di tepat di telinga Ervin.

Tanpa Ervin sadari, sebuah senyum kecil terlukis di wajahnya akibat perlakuan mesra Evan. Akhirnya Ervin hanya mendengus pasrah, seakan terpaksa menerima kenyataan, walaupun sebenarnya dalam hati dia suka banget dengan perlakuan Evan itu.

"Cie.. yang pagi-pagi udah main peluk-peluk.." sindir Dea ke Ervin, di tengah lapangan dalam barisan. Sekarang, mereka sedang mengikuti upacara, dan tentu saja di bawah sinar matahari pagi yang terik itu.

"Apaan sih lo? Siapa juga yang peluk-peluk?" balas Ervin berbisik.

"Diih, jadi yang tadi pagi apaan coba? Yang dikoridor itu looh?" si Dea mempertegas.

"Elah, itu mah namanya dirangkul, Dede! Bukan meluk!" sanggahnya.

"Iya, tapi sama aja kan meluk-meluk? Ciee.." tambah Dea gamau kalah, Ervin hanya memutar bola mata.

"SHHH! Berisik!" Reynand yang berbaris tepat di depan mereka berdua berbalik, memperingatkan untuk tidak berisik. Ini nih kebiasaan buruk mereka berdua, bergosip ria di tengah-tengah upacara -___- lain banget sama Reynand yang selalu mengikuti upacara dengan hikmat.

"Sorry." kata mereka berdua bersamaan, sambil menunjukkan dua jari membentuk 'V'.

-Di kelas-

Bu Soraya, guru matematika memberikan PR sebanyak 50 nomor dan harus di kumpul besok. Tugas yang berat, bukan? Mereka dibebaskan untuk bekerja sama dalam menyelesaikan tugas ini, namun bukan berarti bekerja sama dalam artian hanya menyalin, tapi juga hrus memahami isi yang mereka salin itu.

"Bu Soraya mah tegaan, masa ngasih tugas sampe segitunya sih?" ujar Dea lesu.

"Iya nih, mana materinya trigon lagi. Duh, bisa diare gue besok mah." tambah Ervin.

"Yaudah, kalo gitu kerjain di rumah gue aja, si ibu kan tadi bilang boleh kerjasama?" usul Reynand. "Boleh juga tuh, Rey!" seru Ervin menyetujui.

"Tapi yah, emang bisa yah selesai dalam waktu segitu? Maksud gue, kita kan pulangnya jam 3 nih, pulang ke rumah juga butuh waktu sekitaran 20 menit deh.. ganti baju trus siap-siap apalagi.." jelas Dea sambil berfikir.

"Kalo gak keberatan nih ya, mending nginep dirumah aja sekalian. Udah lama kan, gak nginep? Nyokap gue juga kangen berat katanya." tambah Reynand.

"Ide bagus! Yaudah, kalo gitu fix nih yah, kita nginep di rumah Reynand?" tanya Ervin meyakinkan, dan dibalas "OK SIP!" oleh kedua sahabatnya.

***

'Tok! Tok!' Ervin mengetuk pintu rumah Reynand, menunggu bersama Dea di depan rumah sahabatnya itu.

Pintu terbuka dan menampilkan sosok ibu yang cantik dengan dress rumahan selutut yang dikenakannya, dia mama Reynand, tante Putri namanya.

"Eh, kalian! Ayo, masuk." tante Putri mempersilahkan dengan ramah. "Udah lama loh, kalian ga datang ke sini, tante jadi kangen." ucap mama Reynand sambil tersenyum.

"Hehe. Maaf tante, soalnya belakangan ini kita banyak urusan, jadi jarang deh nongkrong disini lagi." jawab Ervin sambil nyengir kuda.

"Apalagi si Rey sekarang sok sibukan gitu deh, tante. Basket lah, OSIS lah, kaya tuh sekolah punya dia aja! Semuanya di urusin! Hihi." cerocos Dea yang mengundang tawa tante Putri.

"Yaudah, kalau gitu kalian duluan aja ke dalam, nanti tante buatin cemilan manis, sesuai sama anak-anak tante yang manis ini." ujar tante putri sambil mengelus pelan pundak keduanya.

"Hay Rey! Kita nyampe nih!" sahut Dea ketika sampai di lantai dua, di mana Reynand menunggu mereka. Kamarnya Reynand di lantai dua, tapi mereka gak belajar disitu, cuma ada semacam ruang tengah yang tak seluas ruang tengah biasanya, nah disitu mereka belajarnya.

Kenapa mereka kerjain tugasnya di rumah Reynand? Karena asal kalian tau yah, Reynand itu peringkat pertama di kelas mereka, terus disusul sama Edo dan Fikri yang juga cukup akrab sama Reynand, tapi gak seakrab Ervin dan Dea sih, cuma kebetulan mereka juga satu eksul di Basket dan OSIS.

Mereka pun mengerjakan tugas mereka dengan serius, walaupun gak sepenuhnya juga, kadang Ervin dan Dea menyela dengan celutukan gosip dan juga candaan mereka, yang akhirnya ikut melarutkan Reynand dalam tawanya. Setelah Reynand ngerjain satu nomor, baru deh dia jelasin ke kedua sahabatnya itu, kan biar mereka juga ngerti, sesuai perintah bu Soraya tadi. Bukan cuma nyalin, tapi juga harus memahami apa yang mereka salin.

Drrtt.. Drrtt.. Hp-nya Ervin bergetar, kayanya ada panggilan masuk. Setelah mengambil ponselnya, tertera nama 'Evan' sebagai caller ID.

"Eh, bentaran yak, gue mo angkat telfon dulu." sahut Ervin yang langsung berdiri meninggalkan kedua temannya, menghindar sedikit biar gak kedengaran telponannya sama si doi.

"Halo? Evan?"

"Sayang.. hehe" suara Eva terdengar lembut dan menyampaikan senyum lewat telfon.

"Hehe. Kenapa Van? Kok nelfon sih?"

"Ih, kok gitu sih pertanyaannya? Emang gak boleh gitu aku nelfon pacar sendiri?" ujarnya yang terdengar lesu.

"Hehe. Gak kok, itu cuman basa-basi aja. Gitu aja ngambek. Ueekk :P"

"Iya deh, gak jadi ngambeknya. Oh ya, kamu lagi ngapain emang?"

"Lagi kerja tugas, aku ada tugas mtk 50 nomor, terus besok udah musti dikumpulin Van.. Ngeri gak tuh?"

"Aduh, sayang. Ngerinya dimana coba? Yang ada tuh kamu yang ga bisa selesaiin, bukan soalnya yang ngeri. Ngaku aja deh, kan otak kamu gitu, seringnya nge-stuck di pelajaran hitung-hitungan." goda Evan.

"Ihh.. kamu tuh yah!! Tapi sorry lah yaw gak lagi kok, soalnya aku udah dibantu sama Reynand, ada Dea juga disini."

"HAH? Kamu dibantuin Reynand? Maksud kamu, Reynand sekarang ada dirumah kamu, gitu?" kata-kata Evan seakan berlomba untuk diucapkan.

"Oh iya, sorry Evan. Aku lupa ngasih tau, kalo aku malam ini nginep di rumahnya Reynand, biar tugasnya pas selesai untuk besok. Sorry, aku lupa ngasih tau tadi."

"Oh gitu, yaudah."

'Tuutt.. Tuutt..' tiba-tiba sambungan terputus.

"Loh? Kok mati sih? Halo? Van?" Ervin mengecek layar hp-nya lalu mendekatkannya kembali ke telinga, namun tak ada hasil. Ervin bingung sendiri, kok tiba-tiba mati yah? Tunggu, tapi kayanya telfonnya ga mati sendiri, tapi Evan yang matiin.

Apa Evan marah ya karena gue gak info-in sebelumnya? Aduh, Erviin.. ceroboh banget sih lo! Gerutunya dalam hati.


My 'PSYCHO' BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang