14 : Kedekatan

3.9K 282 2
                                    

Ting tong

14 : Kedekatan

"Mama bukain pintunya ya!" Ujar mama riang.

Aku tersenyum kaku sedangkan Aira tidak henti hentinya menatapku khawatir.

Tenang Ra, gue nggak akan bisu kok palingan cuman pingsan doang.

Aku tersenyum kaku kepada Aira dan Aira membalasku dengan senyuman kakunya juga.

"Kayden?!"

"Astaga Aura? Apa kabar lo?!"

"Baik kok! Lo gimana?"

"Baik juga!"

"Yaudah ayo masuk. Astaga dunia sempit banget ya!"

Aku hanya diam kaku tanpa mendengarkan pembicaraan mama dan om Kayden -ayahnya Raya-.

"Loh Autumn?"

Sial.

Aku menoleh dan tersenyum kikuk ke arah Lian, "e-eh ada lo Li."

Disebelah Lian berdirilah Isaac, aku sempat melihat Aira menatap Isaac datar begitu pula sebaliknya.

Mereka sedang bertengkar, entah kenapa.

"Lo ada disini juga?" Tanya Lian lalu duduk disebelahku.

Kampret.

Aku tertawa renyah berusaha terlihat tidak canggung. Sedangkan mama malah asik bernostalgia dengan Om Kayden. Raya? Dia sedang bermain ponselnya. Isaac malah menatap Aira tajam dan Lian? Astaga, Lian sekarang sedang tersenyum lembut ke arahku.

"Gimana kabar lo?" Tanya Lian menatapku lembut.

"Baik, lo?" Tanyaku pelan.

"Nggak baik," jawabnya. Aku dapat melihat kekecewaan dimatanya.

Tidak lama, mama pun menyuruh kami semua untuk makan. Setelah makan, mama, papa, Om Kayden masih saja asik bernostalgia. Sedangkan anak anaknya? Malah canggung.

Aku bangkit berdiri setelah selesai makan, "gue duluan," ujarku kepada Lian yang dari tadi terus memperhatikanku.

Aku berdiri lalu berjalan menuju taman belakang. Melihat jutaan bintang besera keindahannya. Hingga sebuah suara membuatku membeku,

"Sampai kapan lo mau ngehindar dari gue terus?"

Itu suara Lian.

Aku tidak menatap Lian juga tidak berniat membalas perkataannya.

"Gue masih inget sama janji kita dulu. Dan gue masih menepati janji itu, asal lo tau."

Aku menghela nafas kasar lalu tersenyum miris, "lo mulai bergerak disaat gue udah menyerah. Disaat gue belom menyerah? Lo bertindak seakan akan kita nggak kenal, seakan akan kita nggak punya sejarah dimasa lalu."

"Dan lo tau, saat ini, semuanya sudah terlambat," sambungku menatapnya dengan senyum lemah.

Tiba tiba Lian menggenggam tanganku, seketika kehangatan mulai terasa. Dia menarikku kedalam dekapannya.

"Bisa kita ulang semuanya dari awal?"

Tanyanya setelah melepas pelukannya.

"Gue nggak mau baca buku untuk kedua kalinya."

"Kali ini endingnya pasti beda kok," ujar Lian tersenyum geli menatapku.

"Yakin?" Tanyaku tersenyum geli juga.

"Yakin seyakin yakinnya," jawabnya mencubit kedua pipiku.

"Jadi mau nggak nih?" Tanya Lian menatapku lekat.

Love for AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang