Chap 1 Help her

2.6K 106 3
                                    

Desain gaun karyaku yang telah seminggu aku kerjakan untuk pesta pernikahan saudara kembarku, Karina telah selesai, saat ini aku hanya perlu memberikan sedikit tambahan pita kecil pada pinggangnya hingga tiba-tiba pintu kamarku diketuk dari luar.

"Masuk!" seruku tanpa melihat siapa yang masuk dan asyik mengerjakan karyaku.

"Lagi sibuk, Ki?" Kepala Karina menyembul masuk memperhatikanku sampai aku menyuruhnya masuk. Ia memang selalu begitu, terlalu sopan dan berbeda 180 derajat denganku. Aku mendengus geli memikirkannya.

"Cantik..!" binarnya senang melihat gaun hasil karyaku. "Makasih, Ki. Kamu memang desainer berbakat." Ia kemudian memelukku.

Aku membereskan perlengkapanku. Lebih baik besok dilanjutkan karena melihat sorot Karina yang dari tadi memperhatikanku, ia pasti ingin berbicara sesuatu. "Ada perlu apa, Karin?"

"Besok Mas Deo ngajakin aku berangkat ke rumah orang tuanya. Kak Adis mau akikah anaknya." Kak Adis adalah kakaknya Mas Deo yang pertama. "Sekalian mau mengenalkan aku sama saudara-saudaranya yang lain. Waktu pertunangan kan tidak semua yang hadir."

"Kamu sudah bilang sama Papa dan Mama?" Jika Karina aku yakin mereka mengizinkan. Selain Mas Deo adalah tunangannya, Karina juga adalah anak penurut di keluarga, tidak akan pernah melakukan hal-hal buruk berbeda denganku. Bukannya aku gadis yang liar dengan pergaulan bebas, tapi aku gadis bandel yang dulu selalu suka bolos sekolah, pergi balapan motor dan lebih banyak teman pria yang seperti preman pasar.

Ia menganggukkan kepala dan bersandar di kepala ranjang sambil memainkan tangannya gugup. "Aku mau minta tolong sama kamu, Ki."

"Minta tolong apa?" Aku mengerutkan keningku. Sepertinya ini permintaan sulit.

"Kamu mau kan menggantikan aku hari senin besok untuk ke kantor?" Mintanya hati-hati.

"Kamu gilaa?!!" tanyaku terkejut. "Jawabannya enggak. Walaupun kita kembar tapi kita ini berbeda. Dandanan, pakaian, dan cara bicara. Mereka pasti langsung tahu kalau yang di kantor itu bukan kamu." Bisa-bisanya dia, batinku gemas. Pantas saja ia begitu gugup.

"Please, Ki. Please, aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Mereka tidak ada yang tahu kalau aku punya saudara kembar." Ia mengguncang-guncangkan tanganku dengan tatapan memelas.

Aku mendengus pelan. "Kenapa gak minta izin sama bos kamu aja sih, Karin?" tanyaku kesal. "Lagian aku juga sibuk ngurusin butikku."

"Seandainya bisa. Tapi bosku tidak mengizinkan. Akhir bulan kantor sedang sibuk-sibuknya. Lagipula kan sudah ada Tammy yang akan menjaga butikmu." Ia masih mengiba padaku. Kalau seperti ini aku tidak akan tega menolaknya.

"Baiklah" Aku menghempaskan badanku di tempat tidur. "Sampai berapa hari?"

Karina ikut berbaring di sebelahku. "Hanya tiga hari." Ia tersenyum senang."

"Tiga hari dan tidak boleh lebih dari itu," tegasku. "Dan aku tidak akan merubah gaya pakaianku sepertimu," lanjutku kali ini. Aku tidak suka menggunakan rok span dan sepatu heels 10 cm yang selalu digunakan oleh Karina. Membuat gerakku tidak leluasa.

"Terserah kamu saja." Karina sangat antusias. "Aku akan memberitahukanmu hal-hal yang harus kamu ketahui."

....

Dan disinilah aku sekarang, di depan perusahaan Alco group dengan menggunakan baju kemeja lengan pendek berwarna peach dan celana panjang berwarna cokelat. Untuk sepatu aku memilih heels 4 cm saja. Kemarin Karina sudah memberitahukanku tentang kantornya dan pekerjaannya. Bosnya bernama Albian Pramana yang terkenal dingin, namun Karina bilang ia baik hanya saja sedikit pendiam. Karina adalah sekretaris pria tersebut. Selain itu Karina memiliki dua sahabat bernama Dian dan Nala. Dan aku sedikit tidak yakin jika mereka tidak akan mencurigaiku.
"Selamat pagi, Karina." Pria-pria yang berada di lift menyapaku ramah, menyapa Karin lebih tepatnya.

"Pagi," ucapku seadanya. Tidak heran jika banyak pria yang mengenalnya disini. Ia selalu ramah dan baik pada semua orang ditambah dengan gayanya yang fashionable.

"Tumben kali ini gayamu sedikit berbeda." ucap salah satu pria. " Tapi tentu saja kau tetap cantik." Dan disambut seruan oleh pria yang lain.

Aku hanya tersenyum tidak tahu harus berkata apa. Untung saja mereka ke luar dari lift, kalau tidak aku akan kelepasan membalas lelucon-lelucon mereka dan menimbrung percakapan mereka tentang pertandingan bola semalam.

"Selamat pagi, Karina." Dihadapanku berdiri seorang pria tampan dengan kulit seksi kecoklatan. Bola matanya begitu indah dan tajam, dengan bentuk tubuh yang terpahat sempurna menguarkan aura yang jantan.

"Pa..Pagi, Pak." Apakah ini bos Karina. Kenapa dia tidak bilang bosnya setampan ini. Sial, sepertinya aku sudah jatuh cinta.

Dear husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang